Mungkin, sekitar 1 jam aku berpikir keras sekali, diantara denyutan otakku. Sambil meringis2 karen kepalaku yang semakin sakit karena berdenyut, akhirnya aku pasrah dan berdiam diri.
Aku menutup mataku. Menenangkan diriku. Dan, perlahan aku semakin bisa berdamai dengan keadaanku .....
"Jika memang aku tidak mampu bekerja lagi, ya sudah lah. Memang tidak bisa, lalu bagaimana? Entahlah, lihat saja nanti. Anank2ku? Entahlah".
"Tuhan tahu, bagaimana aku sekarang. DIA pasti akan bantu aku, dan memberi hidup untuk anak2ku. Minimal, orang tuaku pasti bisa membantuku"
Akhirnya, aku benar2 tenang. Tenang dan damai. Aku pasrah.
Bukan! Bukan pasrah. Pasrah itu konotasinya sedikit negative. Pasrah menurutku konotasinya, diam dan tidak berusaha. Kalau berdoa, ya berdoa saja tanpa berusaha. Kalau memang cacat, ya cacat saja tanpa mau berusaha.
Itu konotasinya, menurutku. Jadi, aku tidak mau pasrah. Aku mau berusaha walau cacat! Ya, nama kata itu adalah berserah! Ya, aku mau berserah. Aku mau diam, berdoa, tetapi berusaha terus sampai minimal aku bisa melakukan sesuatu.
Jika aku memang benar2 tidak mampu, aku yakin dan percaya, Tuhan akan melakukan apa yang aku tidak bisa ......
Akhirnya, dengan keyainan itu, aku tertidur lagi sesaat. Aku tersenyum dalam tidurku. Karena, keyainanku sudah mulai bekerja. Aku akan terus berdoa untuk apa yang aku butuhkan. Tetapi, aku juga akan terus berusaha. Untuk apa yang aku inginkan.
Terakhir, ak harus berserah. Dan bukan pasrah. Berserah .....
Ah .... Dulu aku seorang arsitek yang perfeksionis. Jika aku menginkan sesuatu, aku harus mendapatkan itu, entah bagaimana caranya. Secara halal, bukan sembarangan. Dan, biasanya dengan kekuatanku sendiri, aku bisa mendapatkannya ....