By Christie Damayanti
Sebagai seorang arsitek "tua" yang lulus tahun 1992 lalu, aku banyak belajar tentang lmu arsitektur nya sendiri, yang sebagian besar dalam perkuliahan selama tahun 1988 sampai 1991 lalu.
Tetapi, ketika aku memulai bekerja dalam karierku, aku terus belajar bukan hanya arsitektrnya sendiri, tetapi bagaimana aku bisa mendesain sebuah bangunan dengan baik, dan bisa dipakai oleh orang lain, siapapun itu, tanpa diskriminasi.
Memulai dengan konsep "arsitektur humanis", aku mulai menempa diriku sendiri untuk mempeljari konsep2 baru tentang konsep dan desain "arsitektur ramah disabilitas", yang mungkin tidak banyak yang mau mengerti bahwa ada beberapa kelompok kehidupan di dunia ini, yang belum mendapatkan tempat untuk bisa hidup aman dan nyaman.
Kelompok itu, adalah kaum disabilitas, dengan berbagai jenis kecacatannya, serta kelompok prioritas, untuk orang tua lansia dengan tongkat atau walker, ibu2 hamil, keluarga mda dengan bayi dan anak2 mereka dalam stroller, serta orang2 sakit dengan alat bantu tertentu.
Konsep arsitektural humanis ini, lebih global. Bisa meliputi lingkungan atau kepedulian apapun.
Dan, mulai artikelini, aku akan membahas berabagai konsep arsitektural humanis yang global dan akan masuk ke konsep2 arsitektur yang ramah disabilitas serta prioritas.
***
Arsitek Kent Bloomer dan arsitek Charles Moore, menguraikan bagaimana arsitektur berasal sebagai respon tubuh, dimana konsep arsitekturalitu dlam arti tertent merupakan sebuah seni yang berpusat pada tubuh.
Sangat bisa dimengerti, ketika kita punya kebutuhan hidup untuk bertempat tinggal atau melakukan kegiatan tertentu, kita membutuhkan sebagai fasilitas2 yang tentunya harus difasilitasi oleh arsitek2 dengan  karya2 mereka.
Kebutuhan2 manusia ini akan menjadi sangat kompleks, ketika kita semakin membutuhkan fasilitas2 tertentu untuk bisa memudahkan kegiatan2 kita. Lalu, kita akan mengalami dalam diri kita, yang konsisten secara harafiah, menjadi sebuah "kepribadian" ......