By Christie Damayanti
Jepang sangat akomodatif terhadap para penyandang cacat di seluruh negaranya. Di semua kota2 besar, kota2 kecil bahkan pedesaan sekalipun, kesaksianku berkata, bahwa negeri cantik ini sangat "ramah disablitas" untuk ruang2 publk, terutama trotoar untuk pedestrian dan stasiun2 kereta serta terminal2 bus.
Disabilitas pun, bukan hanya cacat fisik saja, tetapi termasuk kaum prioritas. Disebut kaum prioritas adalah orang2 tua atau lansia, keluarga muda dengan bayi dan balita, serta ibu2 hamil dan penderita sakit. Pemeritah Jepang sangat menghargai mereka.
Itu yang aku rasakan sendiri, dan aku melihat sendiri, betapa Jepang sangat peduli pada kami.
Bicara tentang disabilitas, sudah banyak yang aku tuliskan tentang "kedepulian Jepang untuk disabilitas", di banyak artikel2ku sebelumnya. Bisa di baca dengan tagar #disabilitas.
Tetapi, di arikel ini aku lebih menekankan sebuah kepercayaan diri yang penuh dan utuh, bagi warga Jepang, untuk mengarungi kehidupan mereka dalam keterbatasan2 mereka.
Ketika banyak orang merasa "tidak mampu berbuat apa2 dengan kecacatan dan keterbatasan mereka", ternyata kecacatan dan keterbatasan warga Jepang, justru memberi peluang dan insprasi penuh dalam hatiku.
Sebagai seorang disabilitas dengan kelumpuhan tubuh kananku karena serangan stroke tahun 2010 lalu, aku tahu dan mengderti sekali, betapa tubuhku agak sulit bergerak serta berjalan. Terlebih lagi, hidupku fully ditopang hanya di tubuh kiriku saja, karena tubuh kananku lumpuh.
Tetapi, yang memang mengenalku secara real atau secara tulisan, pada kenyataannya aku tetap bisa bekerja dengan baik di sebuah perusahaan multti nasional, aku single parent dan aku tetap travelling keliling dunia, dengan kursi roda ajaibku.
Jadi, mengapa aku tidak menjalankan kehidupanku seperti biasa sebelum aku cacat, walau sekarang aku cacat?
Percaya diriku harus terus kuasah sampah sekarang, dan aku semakin tahu bahwa Tuhan mau aku tetap berkarya walau dalam keterbatasan ......
Nah .....
Ketika banyak orang2 yang aku layani di Jakarta tetap merasa tidak mmpu apa2 karena cacat, justru aku terkagum2 waktu dengan mata kepalaku sendiri, betapa kaum disabilitas dan kaum prioritas Jepang hidup baik, mandiri dan terhormat, seperti warga Jepang yang non-disabilitas.
Â
Beberapa teman dengan orang tua yang belum setua nenek2 itu, beberapa dari mereka tidak mau pergi2 karena merasa malu dengan kursi roda atau merasa malas untuk keluar, padahal hanya sekear bersenang2 dengan keluarganya.
Para orang tua itu, lebih memilih hanya di rumah saja, padahal mereka terlihat tidak seringkih nenek2 tua seperti foto diatas.
Tetapi, sebenarnya apakah mereka bahagia sungguhdengan keputusan untuk dirumah saja?
Â
Sesuatu yang cukup ironis, ketika di Jakarta nenek2 haus selalu ditemani oleh susternya, dan sangat terlihat tidak mandiri dan bergantung kepada keluarganya .....
Ketiga kasus ibu2 tua di Jepang ini, membuat aku semakin terinspirasi, betapa kaum rioritas di Jepang sungguh mendapatan penghirmatan yang seharusnya sebagai warga Negara.
Bukan aku meng-underestimate negeriku Indonesia, tetapi aku tahu dan mngerti mengapa kaum prioritas Jepang sangat percaya diri seutuhnya?
Salah satunya adalah karena negeri canti ini mem-fasilitasi yang luar biasa di ruang2 publiknya, sehingga para kaum prioritas itu mampu bergerak dengan bebas dengn kursi rodanya, atau fasilitas2 ruang publiknya.
Jika di Indonesia, khususnya di Jakarta, memang sangat berbeda. Tanpa fasilitas, memang tidak nyaman untuk seorang tua berbegerak bebas, serta kemanan nya yang sangat diragukan. Dan, aku sangat mengerti itu .....
Terlepas dari perbedaan di kedua Negara ini, aku Cuma berpikir untuk aku sendiri.
Dengan keterbatasanku sebagai disabilitas sekarang, dan dengan keterbatasanku nantinya sebagai seorang perempuan tua 10 atau 20 tahun di depan, aku ingin tetap mandiri untuk bisa bergerak bebas dengan caraku sendiri.
Dengan kursi roda ajaibku, sekarang aku mampu mandiri sebagai disabilitas, dan semoga dengan kursi roda ajaibku yang sama (atau yang lebih baik), aku pun tetap akan mandiri untuk bergeras sebebas2nya, menjalani hidupku sampai Tuhan memanggilku pulang ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H