By Christie Damayanti
Sebelum aku naik ke bus wisata hip-hop ke Stasiun Nara, kereta yang akan membawaku ke Stasiun Shinkansen Kyoto, aku sempatkan berjalan2 sekitaran Nara Park bagian luar. Untuk melihat2 suasana kota Nara disekitar Nara Park, tempat kijang2 totol yang disucikan, bermukim.
Berjalan2 diseputaran Nara Park, masih merasa didalam Nara Park. Karena si kijang2 totol itu banyak berkeliaran disana.
Mereka menyeberang dengan santai, berbaring di pedestrian dengan cuek, bahkan, ketika ada mobil lewat, mobil itu justru berhenti dan sabar menunggu si kijang totol berjalan dengan sangat santai.
Hahaha .....
Begitulah kenyamanan si kijang totol di Nara, yang sangat menyucikan mereka, karena sejarahnya. Dan, aku sangat menikmati suasana dan kehidupan disana. Â
Aku terus berjalan, semakin jauh dari Nara Park. Memotret, diam dan tersenyum, ketika si kijang2 totol itu mendekatiku. Wisatawan2 sibuk memotreti mereka, dan si kijang totol tetap cuek bebek ....
Banguan2 sekitar Nara Park, merupakan bangunan2 tua,bangunan2 pedesaan dan berarsitektur khas Jepang. Bangunan2 itu sepertinya merupakan bangunan2 fasilitas untuk wisatawan. Karena jalan yang aku telurusi adalah route jalan wisata dengan bus wisata hip-hop.
Â
Jadi, aku tidak berlama2 ketika aku bergerak dari Nara Park, aku sudah menemukan beberapa titik wisata tempat bus hip-hop menurunkan dan menaikkan penumpang.
Di sebelah barat Nara Park sekitar 200 meter, aku menemukan Torii atau gerbang shrine berwarna orange, khas Jepang. Itu adalah gerbang menuju Kofuku-ji Shrine. Dan, diseberang Kofuku-ji Shrine ini, ada Nara National Museum.Â
Pedestrian sepanjang jalan dalam route wisata atau kekuar dari route tersebut, benar2 "ramah disabilitas". Memang, Nara merupakan sebuah kota kecil, tetapi pemerintah Jepang, dari pemerintah pusat sampi daerah, sepertinya sudah berkomitmen untuk membangun "negeri ramah disabilitas."
Aku sadar dan sangat mengerti, ketika Jepang krisis generasi muda, dan piramida penduduknya terbalik. Jepang sekarang sebagian besar dihuni oleh warga lansia. Sementara, warga muda banyak merimigrasi ke luar negeri, atau keluarga muda, malas untuk punya anak.
Sehingga, Jepang sudah membangun "infrastuktur" non- teknis, untuk menjaring anak2 muda dunia, untuk datang dan Tinggal di Jepang. Sehingga, disaatnya nanti, Jepang tetap dibangun lebih kuat, walau tidak dari warga Jepang sendiri.
Lihat tulisanku, Kesunyian Jepang dengan Canda Tawa Anak-Anak
Termasuk, anakku yang berkeras untuk Tinggal d Jepang dan berkarya serta membangun Jepang dengan prestasi2nya, itu karena "nfrastruktur" non-teknis Jepang, Diraemon.
Tidak mengapa, bukan?
Karena, kehidupan bisa dicari dimana saja, asalkan semua orang dalam semua Negara saling membangun untuk dunia yang lebih baik .....Â
Semakin jauh aku melangkah, ada "jinrikisha", sebuah becak Jepang yang ditarik oleh pemuda2 kekar, sedang beristirahat di bawah pohon. Dia baru saja menurunkan sepasang wisatawan, dan mereka berhenti langsung menuju kea rah Nara Park.Â
Langit smakin gelap. Aku sedikit kawtir. Walau, semua petugas kereta mewanti2ku untuk naik Shinkansen dari Kyoto ke Tokyo maksimal jam 16.00, dan sekarang sudah jam .....
"Hah?"
"Sudah jam 15.00?"Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H