By Christie Damayanti
Sekitar jam 4 sore saat itu, kami bersiap keluar dari pelabuhan Kobe, karena jam 5 lebih kereta Shinkansen ku harus berangkat ke Tokyo. Klo lebih malam, akan berbahaya dengan Badai Krosa yang melanda wilayah Kansai, Agustus 2019 lalu.
Masih ada sekitar 1 jam lagi sebelum Baskoro dan Michiko mengantarkan aku ke Stasiun Kobe Shinkansen. Jadi, Baskoro mengajak aku berkeliling di sebuah titik wisata berikutnya, sebuah aera perumahan Eropa untuk kedutaan2 besar di Kobe.
Namanya, Kobe Kitano Ijinkan.
Kitano-ch atau Kitano Ijinkan adalah sebuah distrik bersejarah di Kobe, Prefektur Hyogo, Jepang, yang berisi sejumlah tempat tinggal asing dari era Meiji akhir dan era Taisho awal sejarah Jepang.
Sementara istilah ijinkan dapat merujuk pada setiap tempat tinggal asing pada periode ini di Jepang, biasanya merujuk pada orang2 dari Kitano mengingat jumlah dan konsentrasi tinggi dari mereka yang tersisa. Distrik Ijinkan ada di kota lain (terutama Hakodate dan Nagasaki), tetapi karena perang dan bencana alam, distrik2 ini tidak dilestarikan dengan baik. Wikipedia.
Sementara beberapa rumah masih berfungsi sebagai tempat tinggal, banyak yang terbuka untuk wisatawan, menjadikan Kitano-ch salah satu tempat wisata utama di Kobe.
Kitano-cho berada di kaki pegunungan Rokko, dan ban yak rumah2 Eropa itu dihuni oleh para diplomat2 asing. Kitano-cho menjadi tempat para diplomat itu sejak dibukanya pelabuhan Kobe untuk perdagangan luar negeri pada abad 18.
Selain bangunan2 Eropa itu di huni oleh  para diplomat asing, sebagian lagi digunakan sebagai museum.
Sayang sekali, aku hanya bisa melihat2 dari dalam mobil. Karena keterbatasan waktuku, kami pun cepat2 keliling Kitano-cho. Tdak mengapa, koq.
Aku semakin penasaran tentang rumah2 Eropa cantik. Dari beberapa referensi yang aku baca, ternyata setiap rumah yang bisa dimasuki para wisatawan, dipungut biaya antara 550 Yen sampai 750 Yen. Atau harga paket, jika mau masuk ke beberapa rumah.
Rumah2 Eropa itu memang cantik. Rumah2 Eropa itu berderet2, diselingi dengagn restoran2 mungil dan cafe2, butik2 unik yang akhrnya menjadi tempat favorite diantara para wisatawan.
Jalanannya berbukit2. Pemerintah kota membangun anak2 tangga dan karena memang berada di kaki pegunungan, seprtinya akan susah untuk membangun ramp bagi kursi roda,
Anak2 tangganya pun cukup terjal, diiringi oleh jalan2 yang sempit, sangat sulit jika akum au atau ada waktu untuk berjalan2 disana.
Kursi roda pun sangat berat untuk naik turun. Medannya sangat terjal, walau memang area itu sunguh sangat cantik! Dan karena aku tidak bisa karena waktu yang terbatas, aku tidak bisa memotret, sayang sekali ..... Â
Lalu, apakah hal ini dikatakan sebagai tempat wisata yang tidak ramah disabilitas?
Tidak juga!
Mereka sudah memberikan tempat semaksimal mungkin untuk pengguna kursi roda atau lansia dengan tongkat atau stroller anak2. Tetapi, memang sangat terbatas. Bukan karena mereka tidak mau, tetapi kondisi datarannya yang tidak memungkinkan.
Di bberapa titik, mereka membangun pedestrian full yang rata tanpa anak tangga. Tetapi jika mereka harus menanjak karena keterjalan dataran, ereka akan membangun anak tangga. Jika harus memakai ramp, sudut kemiringannya pasti terlalu terjal.
Aku sangat mengerti tentang itu. Jadi, aku tetapi tidak bisa berkata bahwa tempat wisata Kitano-cho ini tetap ramah disabilitas walau terbatas .....Â
Jadi, yang memang tidak mungkin kesana, a=kami hanya bisa berfoto di depannya saja .....Â
***
Kitano-Cho memang cantik. Unik dan sangat menarik! Termasuk untuk aku. Tetapi jika aku berjaklan2 disana walaupun dengan Baskoro dan Michiko, mereka akan terbeban untuk membantuku menaik atau menurunkan kursi roda ajaibku.
Dan, aku juga akan cukup "tidak enak hati", jika aku memaksa berkeliling Kitano-Cho, memasuki rumah2 Eropa satu demi satu, walau aku sebenarnya sangat sangat tertarik untuk melakukannya ......
Setelah 45 menit berputar2 hanya dari mobil saja, Baskoro dan Michiko pun siap mengantarku ke Stasiun Kobe Shinkansen.
Hatiku luluh, sepertinya aku belum ingin pulang dari Kobe, tetapi keterbatasanku pun menjadi kendala. Bersiap pulang, hatiku mulai dipenuhi wajah Michelle yang menungguku pulang .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H