Sungguh, sebuah pemandangan yang cukup memilukan. Mungkin tidak ada yang salah, jika mereka masih mau bekerja, entah karena memang membutuhkan uangnya, atau karena mereka tidak tahu harus berbuat apa dirumah, tetapi piiranku elayang membayangkan papa ku almarhum.
Ketika saat-saat terakhir beliau sebelum dipanggil Tuhan, beliau mersa capek walau tetap bekerja. Bukan untuk uangnya, tetapi beliau memang masih memimpin sebah perusahaan besar kotraktor yang disegani oleh pada developer besar multinasional di Indonesia.
Jadi, beliau masuk bekerja untuk anak-anak buah dan mitra-mitranya. Dan pikiranku melayang tentang papa. Kubayangkan, papa dengan kerentaannya masih mau bekerja, berjuang bersama dengan perusahaannya, tanpa kenal lelah.
Sampai saatnya tiba, beliau mengeuh capek .....
Mataku sedikit memerah dan berair, mengingat itu. Kakek renta petugas kereta Shinkansen itu, membungkuk untuk menghormati kami para penumpang, juga aku, dan tidak ada seorang pun yang sadar akan hal itu.
Sedih, ngilu, pilu ......
Perenungan yang semakin dalam membuai hatiku. Sepanjang perjalananku dari Stasiun Tokyo menuju Stasiun Shin Kobe, memberikan sebuah makna yang sangat dalam tentang sebuah kehidupan di negeri teknologi.
Bahwa, masih banyak masyarakat Jepang yang benar-benar mengerti sebuah penghormatan, benar-benar mengerti arti pelayanan dan benar-benar mengerti berbagi pengharapan.
Hatiku sungguh trenyuh dan aku merasa "kecil" disbanding mereka yang benar-benar bekerja bukan dengan fisik saja, tetapi lebih dengan hati.Â
Sebelumnya :
Pelayanan "Shinkansen" untuk Disabilitas, Seperti Aku .....
Gerbong Khusus "Kereta Peluru Shinkansen", untuk Kursi Roda
Jangan Lupa Mengaktifkan Tiket Kereta "JR Pass" untuk Keliling Jepang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H