Sudah cukup tentang pelayanan petugas2 Shinkansen?
Beluuuummmm ......
Tulisan sekarang ini, bukan hanya untuk disabilitas saja, tetapi untuk semua penumpang kereta. Bahwa pelayanan Shinkansen memang luar biasa.
Tapi, mungkin tidak banyak penumpang kereta peluru ini sadar tentang ini. Karena, selama pengamatanku di dalam kereta Shinkansene ke mana-mana, para penumpang sibuk dengan urusan masing-masing.
Ada yang main game, kerja lewat laptop, membaca, makan, atau bercanda dengan teman, saudara atau anak2nya serta banyak yang tidur ......
Mungkin, cuma aku saja yang matanya jelalatan, mengamati dan memotret candid (jika memotret seseorang), untuk mendapatkan gambaran besar tentang fakta dan data.
Semua penumpang sudah masuk kereta dan duduk manis, termasuk aku, kereta pun mulai berjalan. Sekitar 10 sampai 15 menit, kereta akan berhenti di stasiun besar berikutnya, sampai ujung. Karena aku menuju Stasiun Shin Kobe, maka ujung perjalanan ini kalau tidak salah adalah willyah Kansai sebelah barat selatan.
Beberapa menit kemudian, petugas membuka pintu gerbongku. Oya, setiap gerbong selalu ada pintu otomatis, tanpa kita memencet tombol. Begitu kita sampai dekat pintu, pintu otomatis membuka sendiri dengan sensor. Sehingga, kadang-kadang kita tidak sadar bahwa seseorang dari luar gerbong, sudah berada di gerbong kita.
Petugas datang pertama untuk mengecek tiket kereta, tetapi cukup random, untuk memastikan bahwa penumpang yang berhak (mempunyai tempat duduk), memang tiketnya sesuai dan yang tidak berhak (tanpa reservasi tempat duduk), harus pindah ke gerbong umum, tanpa nomor tempat duduk. Siapa cepat dia dapat.
Begitu si petugas berdiri di dalam gerbong dan pintu otomatis gerbong menutup sendiri, dia membungkukkan tubuhnya sampa 90 derajat kearah penumpang, walaupun mungkin tidak ada yang memperhatikannya!
Refleks, aku ikut membungkukkan tubuhku dalam duduk, untuk membalas petugas itu, dan ketika dia melihatku, dia tersenyum senang. Karena, pengamatanku tidak ada yang memperhatikannya, bahkan mungkin tidak melihat ada petugas yang datang ke gerbong kita.
Si petugas berjalan menuju pintu gerbong di belakang, dan kembali lagi ke pintu depan gerbong. Berjalan perlahan, mengecek, apa yang salah dan mungkin ada yang membutuhkan bantuannya.
Petuas-petuga stasiun di Jepang, sebagian besar adalah orang-orang tua Jepang. Mereka sangat gesit walau tubuhnya sudah renta. Sering kali, aku sedikit trenyuh jika melihat tubuh renta dan tua, tetapi masih bekerja di kerumunan orang banyak.
Aku tidak mengerti, mengapa. Tetapi yang aku pelajari tentang kehidupan masyarakat Jepang, bahwa memang 'piramida penduduk' negeri ini hampir terbalik. Artinya, penduduk Jepang sebagian bsar adalah orang-orang tua yang sudah hampir tidak produktif lagi.
Mereka jarang mempunyai anak, dan mereka hidup dengan pasangannya saja. Orang-orang yang kaya atau tidak, mereka tetap bekerja sesuai dengan keinginan mereka. Mungkin, sampai akhir hayatnya .....
Lihat tulisanku : Kesunyian Jepang dengan Canda Tawa Anak-Anak
Kembali lagi ke Shinkansen ......
Setelah si petugas memastikan bahwa tidak ada masalah di gerbong kami, dia menuju keluar gerbong untuk masuk ke dalam gerbong berikutnya. Begitu dia berada di luar gerbong dan pintu gerbong belum menutup, dia berbalik mengarah ke kami lagi, dan ...... membungkukkan lagi tubuhnya sampai 90 derajat kearah kami, tanpa peduli ada yang melihat atau tidak!
Dan ternyata, setiap petugas yang masuk ke gerbong kami, baik hanya sekedar mengecek kami, atau petugas-petugas yang membawa jualan makanan atau minuman (seperti pramugari di pesawat), masuk atau keluar mereka selalu membungkukkan tubuhnya kearah kami hampir 90 derajat, untuk menghormati kami!
Dan, dengan refleks juga aku selalu mengikuti si petugas untuk membungkukkan tubuhku dalam duduk, guna membalas penghormatanku kepada si petugas, yang sebagian besar adalah kakek-kakek renta.
Astagaaaaaaa ......
Sungguh, sebuah pemandangan yang cukup memilukan. Mungkin tidak ada yang salah, jika mereka masih mau bekerja, entah karena memang membutuhkan uangnya, atau karena mereka tidak tahu harus berbuat apa dirumah, tetapi piiranku elayang membayangkan papa ku almarhum.
Ketika saat-saat terakhir beliau sebelum dipanggil Tuhan, beliau mersa capek walau tetap bekerja. Bukan untuk uangnya, tetapi beliau memang masih memimpin sebah perusahaan besar kotraktor yang disegani oleh pada developer besar multinasional di Indonesia.
Jadi, beliau masuk bekerja untuk anak-anak buah dan mitra-mitranya. Dan pikiranku melayang tentang papa. Kubayangkan, papa dengan kerentaannya masih mau bekerja, berjuang bersama dengan perusahaannya, tanpa kenal lelah.
Sampai saatnya tiba, beliau mengeuh capek .....
Mataku sedikit memerah dan berair, mengingat itu. Kakek renta petugas kereta Shinkansen itu, membungkuk untuk menghormati kami para penumpang, juga aku, dan tidak ada seorang pun yang sadar akan hal itu.
Sedih, ngilu, pilu ......
Perenungan yang semakin dalam membuai hatiku. Sepanjang perjalananku dari Stasiun Tokyo menuju Stasiun Shin Kobe, memberikan sebuah makna yang sangat dalam tentang sebuah kehidupan di negeri teknologi.
Bahwa, masih banyak masyarakat Jepang yang benar-benar mengerti sebuah penghormatan, benar-benar mengerti arti pelayanan dan benar-benar mengerti berbagi pengharapan.
Hatiku sungguh trenyuh dan aku merasa "kecil" disbanding mereka yang benar-benar bekerja bukan dengan fisik saja, tetapi lebih dengan hati.Â
Sebelumnya :
Pelayanan "Shinkansen" untuk Disabilitas, Seperti Aku .....
Gerbong Khusus "Kereta Peluru Shinkansen", untuk Kursi Roda
Jangan Lupa Mengaktifkan Tiket Kereta "JR Pass" untuk Keliling Jepang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H