Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sebuah Torii Orange, Pintu Gerbang Kuil Inage Sengen Jinja di Chiba

5 April 2019   21:18 Diperbarui: 5 April 2019   21:41 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inage menurutku, termasuk "perkampungan", tetapi mempunyai jalan2 utama yang cukup besar. Sangat nyaman, ketika sekitar jam 9 pagi kami berjalan2 berduaan dengan Michelle dan aku memakai kursi roda ajaibku. 

Dari Stasiun Inage menuju Suit Sellect, jalan cukup sempit. Bahkan hanya di satu sisi saja yang mempunyai pedestrian, itupun hanya sekitar 120 cm, hanya cukup untuk kursi roda ajaibku.

Jadi, ketika kami berpapasan dengan pejalan kaki lain, mereka harus turun ke permukaan jalan kendaraan bermotor. Suasana Minggu pagi waktu itu, sangat sepi. Bahkan, suara burung-burung dara pun bersenandung di telingaku. Tenang dan damai.

Sekali-sekali mobil menderu. Dan angin dingin juga terus mendesau. Latar belakang langit biru pun bukan berarti suasana hangat atau panas. Pagi itu, pertengahan bulan Maret 2019 lalu, masih berada dalam awal musim semi. Di mana, di musim semi suhu udara masih belasan derajat, bahkan beberapa hari masih di bawah 10 derajat. 

Jika tidak ada angin, masih lumayan. Kita bisa merapatkan tubuh dengan 2 atau 3 lapis pakaian. Dan ras dinginnya hanya sekedar dingin-dingin yang bisa terusir jika kita terus bergerak.

Tetapi jika angin berhembus, apalagi semakin besar, suhu udara berubah dan menurun sampai beberapa derajat. Dan akhirnya, kita pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika tubuh kita semakin membeku, walau kita semakin banyak berberak. Pasrah.

Pagi itu, langit biru cerah ceria. Suhu udara pun belasan derajat. Angin sekali-sekali berhembus. Kadang besar, kadang kecil. Membuat tubuh kami pun sering menggigil.

Tetapi ketika mataku terpana dengan Torii orange itu, seketika itu pun tubuhku semakin menghangat. Bayangkan saja. Torii besar berwarna orange dengan latar belakang langit biru cerah ceria, itu terlihat mencerahkan hati dan mataku.

Di ujung sana, setelah jalanan ramp menanjak, adalah tangga-tangga berundak tinggi, menjadikan aku tidak bisa masuk ke dalam kuilnya. dokumentasi pribadi
Di ujung sana, setelah jalanan ramp menanjak, adalah tangga-tangga berundak tinggi, menjadikan aku tidak bisa masuk ke dalam kuilnya. dokumentasi pribadi

Dan warna orange itu memberikan efek hangat walau udara cukup dingin.

Dari jalan utama, awalnya kuil ini kupikir tidak besar. Tetapi ketika kita memasukinya, jalannya menanjak, dan diujungnya tidak berupa amp, melainkan tangga berundak tinggi. Lngkungannya pun luas, tanpa seorang pun. Sepi. Sendiri. Hanya burung2 berkicu dan angun mendesau.

Suasana tenang dan luas, nyaman sekali. dokumentasi pribadi
Suasana tenang dan luas, nyaman sekali. dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun