Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akses Kaum Disabilitas untuk Bekerja di Indonesia

29 Mei 2017   09:39 Diperbarui: 29 Mei 2017   09:50 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

www.disabledGo.com

Fasilitas2 untuk kaum disabled di Indonesia memang masing belum nyata. Ada di beberapa titik di Jakarta, tetapi tidak komprehensif, bahkan di sebagian besar titik sama sekali belum ada aksesnya untuk kaum disabilitas. Untuk detail tentang akses dan fasilitas bagi kaum disabilitas di Jakarta, aku akan bahas lewat beberapa artikel berikutnya.

Artikelku sekarang ini, aku sedikit menuliskan tentang akses dan fasilitas2 untuk kaum disabilitas dalam bekerja. Karena yang kita tahu selama ini, belum banyak perusahaan2 yang berminat untuk mempekerjakan kaum disabilitas, denga alasan berbagai macam.

Penyandang disabilitas memang menghadapi kesulitan yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya, karena mereka memiliki hambatan dalam mengakses berbagai layanan umum. Termasuk dalam mengakses pekerjaan.

Animo masyarakat tentang aum disabilitas memang masih banyak yang negative, seakan mereka hanya ‘numpang’ hidup. Mereka hanya  terlahir (kalau yang cacat sejak lahir), atau kutukan bagi yang cacat karena kecelakaan atau karena penyakit. Dan masyarakat secara umum, memandang kaum disabilitas adalah warga nomor kesekian, dan tidak perlu dipekerjakan, karena pasti dianggap tidak mamp bekerja.

Padahal, kaum disabilitas itu jga memiliki hak untuk hidup, sebagai warga negara, hidup mandiri dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri. Sehingga, masyarakat secara umum, sama2 sebagai warga negara, harus memastikan dihapuskannya berbagai hambatan hokum dan social untuk kaum disabilitas mengakses berbagai hal.

Sebenarnya, diskriminasi terhadap kaum disabilitas sudah dilarang dengan berbagai undang-undang. Namun, mayoritas dari kebijakkan hukum disini masih berbasis AMAL dan bukan berbasis untuk mengembangkan diri. Sehingga, sampai saat ini, kaum disabilitas di Indonesia masih menjadi obyek ‘belas kasihan’ bagi masyarakat pada umumnya, padahal banyak sekali kaum disabilitas tidak kalah denan masyarakat umum lainnya.

Mereka hanya berbeda karena fisiknya cacat, tetapi pemikirannya tidak. Atau jika kaum disabilitas yang memang terbentur dengan syarat pemikirannya pun , buka berarti mereka tidak mampu berkarya …..

Sejak tahun 1997 lalu, dengan UU No.4 tahun 1997, pemerintah  mengatur pelaksanaan  yang menyangkut ketengakerjaan dengan ketentuan 1% dari sebuah perusahaan, harus mempekerjakan 1 orang disabilitas dari 100 pegawai mereka. Dan di Pasal 28 menetapkan sanksi USD$20,000, bagi persahaan yang gagal memenuhi ketentuan kuota tersebut.

Tetapi pada kenyataan nya, samai sekarang peraturan ini belum berdampak dan belum berpengaruh pada ketenagakerjaan disabilitas. Jaddi, memang menunggu yang benar2 mampu untuk mengimplementasikannya.

Perusahaan tempat aku bekerja sekarang ini, memberikan akses untukku seluas2nya untuk aku tetap bisa berkarya dan mengembangkan diri. Perusahaan ini tetap memakai tenagaku an di gaji sesuai dengan yang aku kerjakan, terus mengikuti perkembangan waktu sejak aku terserang stroke dan mengalami lumpuh separuh, bagian tubuh kanan. Dimana aku sekarang adalah merupakan bagian dari penyandang disabilitas Indonesia.

Kepedulian perusahaan rempat aku bekerja sampai sekarang ini, sangat berdampak bari pengembangan diriku, walau memang aku tidak segesit ketika 8 tahun lalu, sebagai seorang Christie yang bekerja di langan sebagai arsitek. Namun, aku tetap mampu berkarya, dengan cara yang berbeda.

Konsep pengembangan diri bagi kaum disabilitas itu juga dibutuhkan bagi calon perusahaan yang akan menampung mereka. Karena, ketika aku, yang notebene adalah bagian dari disabilitas Indonesia, mendapatkan akses yang luar biasa untuk mengembangkan diri di perusahaan tempat aku bekerja ini, menjadikan aku terus berkarya dan berkembang. Dan itu memberikan rasa percaya diri yang sangat besar, sehingga aku mampu berprestasi, justru bukan hanya di tempat aku bekerja, tetapi berprestasi ‘diluar’, secara nasional, bahkan di tingkat internasional.

 ***

Ketika kaum disabilitas yang memang mampu bekerja dengagn segala keterbatasannya, tentu perusahaan tempat mereka bekerja, harus mempunyai fasilitas2 baik dan aomodasi yang layak. Artinya, perusahaan harus memodifikasi dan penyesuaian yang diperlukan dan cocok dengan tidak memberikan beban tambahan yang tidak proposional / tida semestinya.

Misalnya,

Jika mereka menempatkan karyawan atau pegawai disabled kursi roda di lantai atas, tentu perusahaan memberikan fasilitas lift atau ramp khusus memutar dari lantai dasar. Atau pegawai disabled tersebut, ditempatkan dilantai dasar, jika tidak mempnyai fasilitas lift atau ramp mellingkar.

Jika disabled netra misalnya, dipekerjakan sebagai operator untuk angkat telpon, perusahaan harus bisa memfasilitasi bukan hanya telpon yang akan dipakai untuk bekerja saja, tetapi juga fasilitas2 yang harus “bersuara” atau dengan huruf Braille, untuk dapat disabled netra bisa mengaksesnya.

Sehingga, kesemuanya menjadikan saling membutuhkan, sebagai ‘simbiosis mutualisma’. Perusahaan mendapatkan keuntungan dengan operator, dan disabled netra juga mampu mandiri dengan akses dan fasilitas2nya.

Tapi, sebenarnya seberapa banyak kah manfaat bagi perusahaan yang mempekerjakan kaum disabilitas?

Bicara dulu tentang aku, sebagai bagian dari penyandang disabilitas, yang bekerja di sebuah perusahaan, yang peduli untuk kesejahteraan pegawai2nya.

Aku sendiri setelah menjadi disabled, merasa harus bekerja 2x lebih keras, disbanding dengan aku sebelum cacat. Karena, ketika aku harus bekerja di perusahaan besar, walau fasilitas2 dan akses2nya sangat nyaman, bukan bebarati tidak ada hambatan.

Karena aku adalah insane pasca stroke, aku akan sangat bermasalah jika berada di keramaian. Bukan karena tidak percaya diri, tetapi karena kadang kala, otakku yang memang sudah cacat ini, tidak mampu mengontrok gerak tubuhku, khususnya sebelah kanan yang lumpuh. Sehingga, tiba2 saja kaki kananku tidak bisa diajak kerjasama, dan kaki kananku benar2 tidak mampu bergerak …..

Jafi, aku harus menumbuhkan “kerja kerasku”, bukan tentang pekerjaanku tetapi justru untuk kotrol diri di lingkungan pekerjaan. Dan iitu benar2 membuat terkurasnya energiku. Sehingga, memang benar bahwa kaum disabled akan memerlukan tenaga minimal 2x lipat dibanding pegawai pada umumnya.

Belum lagi, pemikiran2 negatif ku sebagai insane pasca stroke dan bagian dari penyandang disabilitas Indonesia. Sangat wajar jika aku takut suatu saat aku diberhentikan, dan susah kembali mendapat pekerjaan lagi. Sehingga, aku harus bekerja lebih giat supaya karya ku semakin bisa dipakai oleh perusaaan tempat aku bekerja.

Aku berusaha melecut tubuhku untuk bisa menjadi pegawai yang bisa diandalkan, walau tetap terbatas. Sehingga, berusaha mengeksplore karyaku semakin terfokus untuk tujuan yang lebih baik.

Jadi, apa yang menjadi manfaat mempekerjakan kaum disabilitas?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun