Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Dari Padang Gurun Berumput sampai Hutan Cemara 'Ponderosa Pine'

24 Januari 2017   15:15 Diperbarui: 25 Januari 2017   11:05 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musim dingin yang cantik ….. dedaunan berguguran, menyisakan ranting-ranting mungil cantik …..

Dari “Meteor Crater”, perjalanan kami menuju Los Angeles, melewati kota kecil bernama Flagstaff, yang juga merupakan bagian kecil dalam “Route 66”. Kami memang hanya sekedar melewatinya, tidak mampir sama sekali. 

Tetapi aku hanya ingin bercerita, bahwa selama dari Dallas (negara bagian Texas) ke Los Angeles (California), melewati 5 negara bagian yang 3 di antaranya adalah padang pasir berumput (Texas, New Mexico, Arizona). Dan ketika kami mendekati Flagstaff di ujung negara bagian Arizona, pemandangan di luar mobil, jauh berbeda.

Jika dari Texas lewat New Mexico sampai Arizona, pemandangannya memang hanya gurun dan tandus, dengan sedikit pepohonan, ketika memasuki Flagstaff, mata kami menjadi segar karena pohon-pohon cemara menjulang tinggi, terus dengan ujungnya adalah pegunungan berselimut salju. 

Rocky Mountain benar-benar bisa menjadi sebuah pegunungan ‘dualisme’. Di sisi arah selatan, awal pegunungan ini, merupkan gundukan bebatuan merah, seperti tanah liat yang tandus. Sepertinya tidak ada kehidupan di sana, kecuali rerumputan gurun dan beberapa jenis pepohonan gurun dan pastinya, lumut gurun yang menjadi media untuk pohon-pohonan bertumbuh.

Tidak ada binatang, apalagi rumah. Binatang-binatang gurun pasti ada. Luar atau tikus padang pasir, memang habitatnya. Dan kata adikkku, binatang gurun cukup buas. Selain ular berbisa, adalah coyote, sejenis serigala dengan tubuh lebih kecil.

Coyote yang hidup di gurun ini merupakan predator. Memangsa ayam, tikus padang pasir atau kelinci. Tetapi tidak sedikit coyote masuk ke desa-desa sekitar gurun untuk mencari makanannya.

Sejauh mata memandang, gurun pasir berumut pun di mana-mana. Sampai gundukan bebatuan merah, ujung selatan Rocky Mountain, itu mulai terlihat.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Dari  Meteor Crater menuju ke Flagstaff. Dari ‘sejauh mata memandang hanya padang pasir berumput’, menjadi pepohonan cemara Ponderosa Pine.

Memasuki kota kecil Flagstaff, gundukan bebatuan merah itu menjadi hijau. Lumut-lumut bersemi dan menyuburkan pepohonan. Cemara-cemara tinggi dan cantik, meliuk-liukkan tubuhnya ditiup angin. Latar belakang Rocky Mountain memang terasa menyejukan.

Aku selalu teringat lagu “Naik-Naik Ke Puncak Gunung”. Rocky Mountain itu, meyuburkan ingatanku. Kenangan terindah, ketika sejak kecil orang tuaku sering mengajak kami berwisata. Ke Puncak, naik gunung lewat perkebunan teh, sambil melukis jika lelah.

Pepohonan cemara pun meliuk-lukkan tubuhnya, diterpa angin sepoi. Dan puncak memang salah satu kenangan terindah bagiku, ditemani adik-adikku dan kedua orang tuaku. Tetapi sayang sekali, puncak yang sekarang penuh dengan kemacetan dan bertabur bangunan yang tidak semestinya berada di sana. Pohon cemara pun semakin habis, digantikan oleh warung-warung berjajar di sepanjang jalan.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Pepohonan cemara Ponderosa Pine, yang banyak terdapat di seputar Flagstaff dan beberapa pepohonan yang lain. Dan di musim dingin ini, biasanya dedaunan rontok, meninggalkan ranting cantik berwarna kekuningan.

Perjalanan menuju Flagstaff benar-benar menyuburkan ingatanku. Tak terasa aku berdendang sendirian, sambil tak henti-hentinya tangan kiriku memotret pemandangan alam yang cantik ini.

Aku ingin membuka jendela mobil kami. Teringat, dulu papa almarhum sering meminta kami membuka jendela mobil kami, ketika perjalanan ke puncak. Katanya, udaranya sejuk dan AC pun dimatikan. Memang, dulu udara di Puncak masih sejuk. Kami melambaikan tangan sambil berdendang.

Tetapi tidak di perjalanan kami sekarang ini. Ketika aku mencoba membuka jendela, brrrrrrr …… angin dingin menerpa wajahku, dan terkeget aku langsung menutup jendela mobil kami. Hihihi ….. salah sendiri! Walau kelihatannya cuaca bagus dengan langit biru cerah dan matahari bersinar ceria, tetapi temperatur masih tetap di bawah 0 derajat!

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Daerah Flastaff memang terlihat lebih subur, sehingga penduduk pun terlihat lebih banyak. Dengan kantong-kantong bisnis yang lebih beragam. Di foto kanan atas, terlihat papan petunjuk “Route 66”, yang memang selalu terlihat di sepanjang perjalanan kami saat itu.

Selain cemara tetap ada beberapa jenis pepohonan, entah apa namanya. Tetapi sebagian besar pepohonan tersebut, gundul, meninggalkan ranting-ranting yang sangat cantik, ternyata! Dan itu banyak terdapat di sepanjang perjalanan kami, menuju Flagstaff, bahkan sampai ke Los Angeles.

***

Kota Flagstaff, pertama aku dengar justru membuat aku sedikit berpikir. Mengapa namanya Flagstaff, ya? Seakan-akan ini adalah sebuah kota yang dihuni oleh pegawai pemerintahan yang sangat resmi. Ada kata ‘flag (bendera)’, dan ada kata ‘staff’. Hihihi … mungkin otakku saja yang error.

Tetapi nama kota ini sangat gampang untuk diingat, dengan keingintahuan yang besar. Sehingga aku pun googling, untuk menulis artikel ini.

Tuh kan …..

Ternyata kota Flagstaff memang dinamai ‘tiang bendera’, dari pohon pinus, dibangun oleh pihak kepanduan dari Boston, untuk memperingati Hari Kemerdekaan Amerika Serikat tanggal 4 Juli tahun 1876 (kota ini berdiri).

Flagstaff sendiri terletak di barat daya Rocky mountain, di dataran tinggi Colorado. Sepanjang highway dari dan ke Flagstaff, tumbuh pohon-pohon cemara, berjenis Ponderosa Pine.

Kota ini, tempat orang-orang bekerja dalam industri kayu dan peternakan. Juga pariwisatanya, karena berdekatan dengan Grand Canyon National Park, Oak Creek Canyon, Arizona Snowbowl, Meteor Crater dan termasuk dalam barisan Route 66 yang bersejarah.

***

Perjalanan dari Dallas ke Los Angeles, sebenarnya cukup memembosankan jika kita tidak bisa ‘menangkap’ maknanya. Kejelian mata dan pikiran, pun bisa membawa kita terinspirasi untuk mencari tahu tentang apa yang ada di sekeliling kita.

Memang tidak semua orang mengerti dan mau tahu tentang apa yang terjadi di sekeliling kita. Tidak semua orang juga yang mau lebih belajar tentang apa yang terjadi. Juga tidak semua orang tertarik tentang hal-hal baru, yang kita belum pernah tahu.

Pada kenyataannya, pemandangan antara Dallas ke Los Angeles, memang cukup membosankan karena sejauh mata memandang adalah hanya padang pasir berumput saja, berjam-jam. Bahkan selama 40 jam (2 hari semalam), pun hanya terakhir saja kita bisa memandang pepohonan cemara, itupun hanya sebentar saja, setelah kita memasuki Flagstaff.

Akhirnya, masing-masing dari kita saja, yang bisa memaknai sebuah perjalanan. Bagaimana kita bisa belajar tentang hal-hal yang baru. Dan bagaimana kita mampu untuk meng-eksplore bumi kita, di manapun, akan kebesaran Tuhan.

By Christie Damayanti

Sebelumnya :

‘Kawah Meteroit’ di Tengah Bebatuan Merah Rocky Mountain

“Route 66” : Cikal Bakal Jalan Raya Amerika dari Chicago ke Santa Monica

Geometris Tenun Indian (Navajo) dan Tenun Indonesia (Timur)

‘Dunia Terasing’ Suku Navajo, di Negera Super Modern

Suku Indian ‘Navajo’ : Cerita Dibalik Negeri Impian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun