Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika "Menerjang Badai" (Bagian 5) : Di Ujung Badai, Pasti Ada Pelangi...

19 Januari 2017   11:25 Diperbarui: 19 Januari 2017   11:49 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

Perjalanan kami masih panjang menuju Tanah Air. Kami masih menunggu beberapa jam lagi, sampai pesawat kami menerbangkan kami ke Osaka. Jika tidak delay lagi, kami akan terbang sekitar jam 11 pagi. Dan saat itu, kami hanya bisa menunggu dan istirahat di SFO Airport di San Francisco.

Suasana di luar, hujan deras. Aku tahu, karena kami sempat didorong oleh petugas bandara keluar untuk menunggu shuttle bus yang akan membawa kami ke hotel. Hujan cukup deras dengan angin yang cukup kencang. Dingin! Benar2 dingin! Dan ketika aku melihat thermometer besar yang terpampang di dinding luar, saat itu jarum menunjukkan angka sekitar 17 derajat Fahrenheit, yang artinya, belasan strip minus (-) dibawah 0 derajat Celcius! Astaga.

Kami terus membungkus tubuh kami rapat2. Baju kami 4 lapis, dan yang terluar adalah overcoat tebal, dengan lilitas syal tebal.  Jika tangan kami sempat keluar dari saku, sepertinya jari2 kami akan beku. Kami jarang memakai sarung tangan, karena tangan kami susah menggerakkan barang2, membawa tas atau berkegiatan karena sarung tangan cukup tebal.

Ketika aku memutuskan untuk tidak jadi ke hotel yang menampung kami selama delay ini dengan mengendarai shuttle bus gratis, aku benar2 bersyukur karena setelah kami masuk ke dalam airport lagi, suara angin semakin keras, pohon2 meliuk2 dan butiran2 salju yang sempat turun pun berputar2 disepanjang jalan pintu masuk airport, di sekitar jam 4 dini hari saat itu.

***

Mama ku dan Michelle sempat tertidur, tetapi tidak denganku. Trauma itu melukai hatiku, ketakutan2 dalam pesawat melewati badai itu, membuat aku harus terus berjaga2. Otakku berusaha untuk santai, tetapi jauh dari dalam lubuk hatiku, trauma it uterus menggangguku, walau aku terus berdoa untuk tenang. Sehingga aku justru memutuskan untuk ‘berjalan’ (ddi atas kursi roda) sendirian menyusuri airport itu.

Sampai sekitar jam 6 pagi, kami membersihkan diri, sikat gii, cuci muka dengan air hangat, begitu juga mama dan anakku, di toilet umum yang bersih dan nyaman. Setelah itu, kami berusaha bertanya tempat menunggu pesawat kami, setelah kami masuk ke area pemeriksaan.

Dan kami siap untuk makan pagi, tetap harus sabar sampai jam 11 siang itu untuk terbang ke Osaka.

***

Aku berkeliling airport, sempat menjepret titik2 cantik untuk bahan survey ku dalam arsitektur. Aku sering duduk di depan kaca lebar, melihat kegiatan pekerja2 bandara dan lalu lalang pesawat2 yang terbang dan mendarat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun