Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika "Menerjang Badai" (Bagian 3) : Pesawat Terus Terhempas dalam Badai!

18 Januari 2017   15:21 Diperbarui: 18 Januari 2017   17:23 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                                                   Dokumen : BBC.com

Akhirnya, pengumuman kapten pilot pesawat yang akan menerbangkan kami, terjadi sudah. Kami terbang sekitar jam 10 malam. Dengan lama penerbangan ke San Francisco sekitar 4,5 jam, diharapkan badai segera sirna.

Penerbangan kami tenang 2,5 jam pertama. Karena dari Dallas cuaca cukup bersahabat. Hanya mendung saja, dan ketika kami memasuki badan pesawat, suhu udara masih minus dan hujan rintik kecil. Suasanya emang agak berkabut, tetapi sepertinya tidak dirasakan ‘berbahaya’ untuk sebuah penerbangan.

Kami tidak diberikan makan malam, entah karena apa. Hanya snack ringan dan minum saja. Tetapi kami pun memang sudah terlalu cape menunggu delay selama 7 jam lebih, dan sudah makan di bandara. Sehingga, setelah pesawat berada di udara, sebagian besar dari kami pun tidur. Tak terkecuali, mama dan anakku. Mereka tidur pulas di sisi kanan dan kiriku.

Tetapi tidak denganku …..

Mungkin karena aku terlalu tegang dan stress sejak pertama kali tahu tentang badai besar, the heavy storm, yang melanda San Francisco, dan aku tidak lepas dari update suasana disana lewat televisi serta pantauan adikku di rumahnya di Dallas, sehingga aku semakin tidak bisa tidur.

Syaraf2ku tegang. Walau aku semakin menipis kekawatiranku, tetapi sungguh aku tetap tidak bisa tidur. Apalagi sejak di bandara DFW (Dallas Fort Worth), Dennis, anakku yang kutinggal di Jakarta karena dia sedang sibuk dengan tugas3nya serta ujian2nya selalu memantau kami. Terdengar jika kami menelponnya atau bahasanya lewat WA, dia sangat kawatir dengan keberadaan kami.

Adikku di Dallas pun terus memantau keberadaan kami. Dan karena penerbangan kami delay lama, semua dari kami pun tidak bisa berbuat apa2 jika harus mencari tiket penerbangan2 kami selanjutnya menuju ke Jakarta.

Dengan suasa seperti itu, praktis pikiranku terus melayang2. Layar TV kecil ada di tiap kami duduk. Dan karena tidak bisa tidur, aku pun justru mencari hiburan dengan film. Supaya tidak terlalu tegang, begitu lah kira2 pemikiranku.

Pesawat mulai bergoncang sekitar 2,5 jam berikutnya. Aku berada di tengah2 badan pesawat, jadi aku tidak bisa melihat apa yang terjadi diluar sana. Tetapi justru itu yang terbaik, sepertinya. Karena semakin lama, goncangannya semakin kesar, sampai berkali2 kapten pilot pesawat yang kami tumpangi ini selalu memberikan pengumuman.

Dia selalu menyarankan agar tidak berjalan2 didalam, termasuk tidak terlalu sering ke toilet. Tanda pemasangang sabuk pesawat selalu menyala dan lama kelamaan, suasana pengumuman yang terus menerus menjadi ‘heboh’.

Jika penumpang yang tertidur karena kecapean, seperti mamaku dan anakku sih, mereka nyaman2 saja dan tidak tahu betapa suasana semakin genting. Pesawat mulai bergoyang, naik turus sampai, sungguh, aku sudah pasrah jika pesawat itu jatih terhempas badai …..

Ya ….. sepertinya pesawat sudah masuk ke dalam pusaran angin kencang dan hujan lebat! Pesawat sudah berada di perut badai! Mungkin bukan perutnya. Mungkin baru ‘menuju perut’nya. Karena kupikir, pesawat akan berusaha untuk tidak masuk ke perut badai.

Ah … entahlah … aku hanya membayangkan saja, karena aku harus mengenyahkan bayangan2 mengerikan yang semakin menumpuk di kepalaku!

Oleng nya pesawatku membuat beberapa penumpang terbangun. Ada beberapa penumpang membawa anak2, yang terbangun dan menjerit. Sehingga semakin gaduhlah suasana tengah malam disana. Tetapi Puji Tuhan … mamaku dan anakku tetap tidur pulas. Aku tersenyum dan berpikir, jika pesawat benar2 jatuh, orang2 yang kucintai akan tetap tertidur sampai di sisi Bapa, wedangkan aku yang akan menyaksikan suasana mengerikan, sesuai dengan bayangan2 ketakutanku …..

Berkali2 pesawat anjlok, terhempas angin kencang. Pengumuman2 dari kapten pilot juga terus menerus terdengar sampai aku tidak mampu mengartikannya lagi, karena suaranya semakin cepat. Mungkin, dia menerangkan dengan jelas tentang keadaan ini, untuk menenangkan penumpang. Tetapi ketika aku semakin tidak mengerti arti pengumumannya, aku semakin percaya bahwa Rencana Tuhan sedang terjadi ……

Ya ….. inilah Rencana Tuhan ini. Jika DIA berkehendak pesawat jatuh terhempas badai di sekitar San Francisco, terhempaslah! Danitulah yang terbaik untuk kita semua …..

Doaku adalah yang terbaik. Pasrah. Berserah. Tidak ada yang bisa kita perbuat. Kapten pilot pesawat pun memang terus berusaha mengendalikan pesawat ini. Tetapi, jika Tuhan berkehendak, siapa yang dapat melawan?

Pesawat terus oleng. Terhempas kesana kemari. Beberapa kali anjlok, seakan kekuatan besar sekali muncul dari atas pesawat …..

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tetapi di benakku, diluar sana, awan hitam karena malam, penuh dengan uap air yang memberatkan awan itu, membuat pesawat terus terhempas karena angin yang kencang. Juga kemudian hujan lebat, pasti membuat hempasan2 lebih menggila!

Aku juga tidak tahu tentang badai. Tetapi yang aku dengar, angin La Nina (?) itu terus bergeser dari waktu ke waktu, menghempaskan semuanya di semua negeri …… dan saat itu angin dasyat itu sedang berada di sekeliling hidupku, berada di dekat2 pesawat yang menerbangkanku ……

Lampu interior pesawat juga mati nyala terus menerus. Entah apa maksudnya. Anak2 yang menangis semakin sayup terdengar. Pasti mereka sudah capai. Kegelisahan melanda, bagi yang tidak tidur. Tetapi tidak bagi yang tertidur, termasuk mamaku dan anakku … Puji Tuhan …..

Doaku tidak berhenti. Yang terbaik untukku. Aku pun meminta supaya aku bisa tertidur pulas. Jika aku tertidur, dan jika pesawat kami jatuh, aku dan mamaku serta anakku akan bersama tertidur dengan nyaman, sampai ke Rumah Bapa ….. itu doaku ….. Tidak harus  melihat kengerian2 yang (akan) berada disekelilingku, ketika aku terlempar keluar dari pesawat …..

Sampai pada akhirnya, tiba2 hempasan2 itu berhenti! Pesawat kami tenang kembali. Mungkin sudah capai. Badaipun sudah capai …..

Sekitar 2 jam kami terhempas badai. Dengan suara2 mesin pesawat yang menggerung2, serta pengumuman2 yang tidak henti2, dan suara2 penumpang yang gelisah, juga tangisan2 anak2 yang ketakutan. ‘Aura kematian’ sangat terasa di atas sana …..

Pesawat mulai menukik turun, sepertinya mulai meninggalkan pusaran2 angin dan hujan lebat. Tetapi angin yang berada pada kisi2 badai pun tetap membuat pesawat terhempas2 lagi, walau tidak sebesar sebelumnya. Dan pesawat kami semakin ,enuruni langit, menuju bumi …..

Kedinginan, ketakutan serta kegelisahan yang awalnya melandaku, semakin tidak berarti apa2, ketika justru aku berada di bawah hempasan2 pesawat. Gonjang ganjing serta anjloknya berkali2 pesawat itu, justru membuat aku semakin percaya, bahwa KUASA TUHAN lah YANG AKAN TERJADI!

Jika KUASA TUHAN TERJADI, SIAPA YANG DAPAT MELAWAN???

Dan itu membuat aku semakin tegar, walau ‘aura kematian’ itu masih berlanjut. Karena pesawat pun tidak bisa atau belum bisa mendarat. Traffic penerbangan memang menjadi sangat kacau. Berkali2 pesawatku harus berptar lagi, karena angin dan hujan yang masih kencang, dan tidak bisa mendarat karena beberapa pesawat di depan kami harus lebih dahulu mendarat.

Sehingga, ‘badai’ itu belum berlalu. Karena terus menerus berputar2 lagi sebelum mendarat, pesawat tetap merasakan  sedikit hempasan2 lagi. Aku hanya takut bahan bakar pesawat habis karena berputar2, yang pastinya semakin habis.

Badai memang ‘jahat’. Memporak-porandakan semuanya. Secara fisik, jelas terlihat. Pohon2 tumbang. Mobil2 terhempas bahkan rumah2pun ikut terlempar. Banjir melanda karena sungai bergolak, bahkan air lautpun menghempat mobil2 disepanjang Golden Gate. Jembatan tersohor di dunia itu memang sering dilanda badai.

Pantai2 San Francisco, mengikis derita. Itu secara fisik. Secara psikis, pasti meninggalkan kesedihan bahkan ‘kemarahan’. Mereka kehilangan tempat tinggal, mobil atau harta bendanya. Keterpurukkan akibat badai, sering membuat negara2 yang sering dilanda badai, mempunyai kelompok2 pendukungan, membantu mengatasi pemulihan psikis.

Belum lgi trauma2 yang pasti akan terus dirasakan ….

Aku pun demikian ….. Sebuah trauma baru yang akan membekas, membuat luka baru di hatiku …..

Dihempas badai, dalam pesawat, ribuan kaki diatas awan hujan dan petir yang terus menyambar …..

Bersambung …..

Sebelumnya :

Ketika “Menerjang Badai”(Bagian 2) : Mungkinkah Penerbangan Ditunda, Karena Badai Menggila?

Ketika “Menerjang Badai” (Bagian 1) : San Francisco Diramalkan Akan Terjadi Badai Besar!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun