Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pembangunan Berkelanjutan di Jakarta, Mampukah Terlaksana?

7 Desember 2016   12:34 Diperbarui: 7 Desember 2016   12:52 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

“Pembangunan yang berkelanjutan kah, kota Jakarta?”

Ini adalah pertanyaan yang mendasar bagi Jakarta. Karena, seperti yang aku sering katakan di artikel-artikelku tentang Jakarta, bahwa kota tercinta kita ini akan terus ‘tenggelam’, jika kita tidak mau peduli dalam pembangunan secara fisik bangunan, atau termasuk secara sosial dalam masyarakat kota.

Mungkin sejak sekitar 10 tahun belakangan ini, para arsitek perkotaan sudah sadar dalam membangun kota yang berwawasan lingkungan. Konsep ideal bagi arsitek, pasti akan membuat Jakarta lebih baik.

Konsep IDEAL, lho!

Tetapi dalam kenyataannya, konsep ideal itu hanya berada dalam dunia perkuliahan. Dulu, kami mahasiswa arsitektur, harus mendesain konsep-konsep yang sungguh ideal untuk bangunan-bangunan bahkan perkotaan. Nilai-nilai tugas dan ujian akan mendapat bagus, jika konsep ideal itu di lakukan, selain tentunya konsep ideal itu berkesinambungan dengan desain-desain artistik dan ciamik!

Begitu juga ketika aku mengajar sebagai dosen di universitas atau kuliah-kuliah umum di beberapa universitas. Sebagai arsitek, sku mengajarkan sebuah idealisme yang tinggi untuk membangun sebuah tatanan desain bagi pribadi, perkotaan bahkan bagi dunia.

Tetapi, bagaimana hasilnya?

Ketika aku sebagai mahasiswa arsitektur yang lulus dengan nilai cukup tinggi dan dari awal selalu bekerja di perusahaan besar sebagai arsitek, kadang kala membuat aku tidak mampu untuk menjalankan idealismeku dalam mendesain. Begitu juga ketika mahasiswa-mahasiswaku lulus dengan hasil yang membanggakan pun, ternyata belum mampu untuk bisa menjalankannya, walau aku berusaha untuk terus mengingatkannya.

Karena yang terjadi adalah bahwa semuanya menjadi ‘bisnis’. Membangun, memang untuk penghidupan. Membangun rumah adalah untuk tempat tinggal. Membangun seolah adalah untuk tempat transfer ilmu. Atau membangun rumah sakit adalah untuk mengobati masyarakat.

Tetapi membangun pun sangat kental berhubungan dengan bisnis. Membeli rumah adalah lewat pengemvangun atatu secara pribadi lewat desain eorang arsitek yang dibangun oleh jasa konstruksi. Ini jelas ada bisnis didalamnya. Masing-masing mencari keuntungan. Bagi arsitek dan pemborong, tentu membutuhkan uang sebesar-besarnya. Dan bagi pembeli, tentu membutuhkan rumah yang senyaman-nyamannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun