Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Trinitas dei Monti, Gereja Akhir Renaissance yang "Tidak Ramah" Bagi Umat Berkebutuhan Khusus

16 November 2016   12:30 Diperbarui: 16 November 2016   13:16 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Trinita dei Monti, dimusim panas, tanpa bunga2 merah dan wisatawan asing menyerbu gereja ini, menaikki ratusan anak tangga. Konsep Renaissance sangat kuta, dengan detail arsitektural tidak terlalu banyak, membuat gereja ini tidak disebut sebagai basilica.

Dan disekeliling gereja ini, terdapat beberapa chapel (gereja kecil, yang biasanya hanya untuk berdoa, bukan untuk berkumpul umat, karena hanya untuk beberapa belas orang saja). Seperti Chapel Our Lady of Sorrows, Chapel of Immaculate, Chapel of St Joseph, Chapel of Mary Magdalen, Chapel of Sacred Heart, Chapel Queen of Heaven dan Chapel St Magdalen Shopie, serta beberapa chapel2 yang lebih kecil disekelilingnya.

Aku cuma sedikit berpikir, mengapa begitu banyak chapel di sekeliling gereja ini, seentara biasanya chapel sendiri aka nada di tempat2 yang belum ada gereja atau susah terjangkau oleh orang2 yang bisa membangun gereja. Chapel aka nada, awalnya hanya untuk berdoa, tetapi chapel sendiri akan bertumbuh sebagai gereja jika umat terus bertambah, dan bersama chapel akan diperbesar sebagai gereja.

Jadi,mengapa belasan chapel bahkan puluhan dengan chapel2 yang lebih kecil, berada di sekitar Gereja Trinita dei Monti ini, sedangkan tidak susah koq jika umat datang langkung ke gereja ini?

Analisaku sebenarnya sederhana. Mungkin juga analisaku salah. Tetapi mungkin bisa sedikit dibenarkan, ketika sebuah gereja besar terletak di atas bukit, dimana untuk ke gereja tersebut harus menaiki ratusan anak tangga, dimana umat pun bukan semua adalah orang2 muda dan sehat.

Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwa yang berdoa dan bergereja di banyak negara sebagian besar merupakan orang2 lansia. Dimana,lansia itu termasuk orang2 yang berkebutuhan khusus.Banyak juga keluarga2 muda dengan anak2 kecil, dimanaanak2 kecilpun termasuk “berkebutuhan khusus”, karena belum mampu untuk banyak hal.Juga dengan umat yang berkursi roda, penyandang tuna netra atau tuna2 yang lain, yang tidak mampu untuk banyak hal.

Bagaimana mereka mampu menaiki ratusan anak tangga untuk masuk ke gereja?

Sehingga, bagi umat yang tidak mampu menaiki ratusan anak tangga ke gereja Trinita dei Monti ini, dimana adalah sebagian merupakan umat lansia atau disabled, mereka akan memilih beribadah atau berdoa di chapel2 di sekelingnya, yang tidak perlu menaiki ratusan anak tangga.

Chapel St Joseph, salah satu chapel kecil untuk berdoa umat, tanpa harus naik ratusan anak tangga …..
Chapel St Joseph, salah satu chapel kecil untuk berdoa umat, tanpa harus naik ratusan anak tangga …..
Chapel2 itu sendiri ‘mengerumuni‘ Gereja Trinita dei Monti, berada di ujung terbawah bukit tempat gereja ini berada. Chapel2 kecil dan cantik, bukan berbentuk seperti chapel pada umumnya yang bediri sendiri, tetapi berapa dalam 1 bangunan besar di ujung terbawah dari Gereja Trinita dei Monti.

Dan belasan chapel di sekeliling (atau tepatnya, berada di ujung terbawah gereja), menjadi bagian dari tempat berdoa umat2 yang tinggal di sekitar ini, dan yang tidak mampu  menaiki ratusan anak tangga …..

Gereja Trinita dei Monti….. sebuah gereja yang akhirnya ternyata tidak mampu sebagai tempat ibadah bagi umat yang berkebutuhan khusus ……

Sebelumnya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun