Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

“Tumbal” Kedigjayaan Ibukota

6 Juni 2016   15:42 Diperbarui: 6 Juni 2016   18:03 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christi Damayanti

                                                                                                               

Bagaimana dengan polusi untuk membangun ‘hutan beton’ di tengah kota?

Bagaimana pabrik ditengah2 kota?

Tidak dipungkiri, pabrik betook meningkat drastis seiring dengan pembangunan. Tetapi jika membangun ditengah2 kota, bagaimana dengan pengecorannya? Apakah beton2 cair untuk membentuk beton2 pada tersebut harus selalu diangkut kedalam kota dengan truk2 molen yang terus berputar? Berapa banyak truk2 molen ini merambah kota dengan  debu2nya, dan seberapa macetnya keadaan ibukota dan membuat semakin macet, dengan adanya truk2 molen tersebut?

Mari kita berhitung :

Untuk 1 truk molen yang besar, bisa memuat maksimum 7 meter kubik, bisa untuk membuat beton antara 14 sampai 17 meter2 ( 17 meter kubik = 14 – 17,5 meter2 ).Jadi, bayangkan, berapa ratus ribu truk beton yang berkeliaran di jalanan Jakarta! Dan itu baru 1 gedung …..

Jadi, pemerintah pun mengerti, jika pabrik beton (batching plant) itu harusnya di tempat luas tidak banyak penduduk atau di zoning pabrik Jakarta, bayangkan Jakarta akan macet bukan hanya kendaraan pribai saja, tetapi truk2 molen. Lalu pemerinth membuat peraturan untuk mengijinkan batching plant di dalam kota, ASALKAN DI LOKASI PROYEK tersebut. Pun waktunya tertentu, sesuai dengan peraturan pemprov DKI Jakarta di web Jakarta.go.id.

Pada kenyataannya?

Di daerah Menteng Dalam dan Mentang pulo saja, yang selalu aku lewati untuk pergi ke kantor, ada 2 batching plant, yang kesemuanya tidak sesuai dengan peruntukkan :

  • Tidak berada pada lokasi proyek, malah berada tepat di daerah perumahan, sehingga penduduk diselilingnya sangat terganggu dengang polusi yang berkepanjangan.
  • Berada di jalanan umum, dan termasuk jalanan protocol, dimana jalanan protocol tidak seharusnya menampung batching plant.
  • Tidak tahu, dimana proyeknya, tetapi hampir setiap hari puluhan truk2 molen membawa ratusan kubik beton. Kalau begitu, si pemilik batching plant atau si pemilik proyek, sangat seenaknya saja membangun pabrik BUKAN DI ZONING INDUSTRI!

Lihat artikelku :

Hutan Beton vs Pencemaran Lingkungan [Jakarta]?

‘Batching Plant’, Pencemaran Lingkungan, Rusaknya Ekosistem untuk “Pengorbanan” Pembangunan Perkotaan?

Mungkin, tidak banyak atau bahkan tidak ada yang sadar tentang polusi jenis ini. Ketika penduduk perumahan Mentang Atas dan Menteng Pulo marah atas kesemena2an si pemilim bathing plant, siapa yang mau mendengar?

Sebuah mega proyek, pongah menantang penduduk perumahan, “Hai ….. lihatlah saya! Siapa kalian?” dan si peilik batching plant dengan seenaknya saja mengaduk pasir, batu dan semen untuk menjadi beton, dengan polusi kapur putih yang merusak paru2 …..

Perusahaan2 kapitalis membangun di lokasi2 yang menurut mereka strategis, lalu penduduk sebelumnya disingkirkannya. Membawa buruh2 kasar masuk di lingkungan lokasi strategis tersebut, dan “memindahkan” beberapa jenis kehidupan :

  • Ketika sedang membangun : kriminalitas meningkat karena pertambahan buruh2 yang menambah titik ekonomi rendah (PKL, rumah2 kost murah dan prostitusi terselubung).
  •  Setelah selesai membangun : kehidupan borjuis dan masyarakat baru yang kemungkinan besar sangat berbeda dengan penduduk asli di daerh itu.

Setelah itu, Jika proyek itu berhasil, akan ‘mengarahkan’ proyak2 yang lain, mengerubungi lokasi tersebut. Lalu berenteng proyek2 baru bermunculan untuk mengembangkan usaha mereka, dan lokasi tersebut menjamur bak cendawan dimusim hujan …..

***

‘Turunan’ sebuah permasalahan, harus dipikirkan sedalam2nya. Sama seperti ketika sebuah desa dibangun, sehingga sawah2 terpaksa dilindas oleh bulldozer dan dibangun rumah2 diatasnya dan desa tersebut semakin maju.

Ada sebagian merasa senang dan bangga, desa nya menjadi ssebuah kita yang semakin maju. Tetapi ada juga sebagian penduduknya merasa tidak suak dengan kemajuan desanya. Mereka justru lebih memilih bertani dan mandi di sungai2 jernih dengan mata airnya.

Tidak ada yang bisa disalahkan, karena pikiran manusia tidak ada yang sama. Tetapi ketika pemerintah bijaksana, ada beberapa titik lokasi dibangun dan semakin bertambah maju, tetapi ada juga beberapa titik, jangan terbangun menjadi lokasi yang borjuis dan arogan.

Seperti misalnya untuk daerah Jakarta Selatan yang notebene merupakan zoning untuk daerah penyerapan. Pasti berbeda perlakuannya dengan Jakarta Barat atau Jakarta Utara yang memang untuk daerah perdagangan dan menghadilkan rupiah.

Tidak juga seharusnya landmark2 Jakarta menjadi tersisih karena pembangunan yang semakin brutal. Perumahan2 dan pemukiman yang sedianya seuai dengan konsep kota Jakarta, disejajarkan oleh pabrik2 beton! Sebuah “penghinaan” yang luar biasa, yang pasti membuat penduduk sekitarnya protes membabi buta …..

Sebenarnya, dengagn Jakarta semakin (merasa) modern sebagai kota dunia, haruskah penduduknya justru semakin “terhina”, justru penghinaan itu merupakan awal dari ‘kedigjayaan’ Jakarta?

Atau warga kota yang “terhina” lewat simpul2  “penghinaan” permasalahan pembangunan, justru merupakanTUMBAL kedigjayaan pembangunan ibukota?

Entahlah ……

Sebelumnya :

Nasionalisme yang ‘Kebablasan’ atau Kemunafikan?

Mengumbar ‘Kemewahan’ Pasca Bencana (?)

Jakarta ‘Buta’ dengan Egoisme

‘Raksasa Jakarta’ itu Terus Bertmbuh

Ancaman ‘Raksasa Jakarta’

Bom Itu Tinggal Meledak Saja …..

Jakarta “Bunuh Diri?”

Pembodohan dalam “Cemetery View”

Sebuah “Mimpi Ilusi” untuk Jakarta

Jakarta yang “Over Weight”

Bertambah atau Berkurang’kah Luas Jalanan Jakarta?

Antara Kebutuhan dan Keinginan, Antara Kenyataan dan Mimpi [Kaum Hedonis]

‘Turunan’ dan Pasca Konsep MRT

“Pembodohan Diri” Lewat Polusi

Pembangunan Kota yang “Brutal” …..

Fenomena Kaum Urban dan ‘Penduduk Gelap’

Apa yang Tersisa dari ‘Landmark Jakarta?’

Mengeksplor Jakarta lewat ‘Misteri-Misteri’ di Dalamnya

“Pengebirian” Fasilitas Perkotaan, Menghasilkan Kota yang ‘Hilang Kendali’

Reformasi Jakarta? Mulailah dengan “Reformasi Mental Warga”

Keanekaragaman Jangan Sekali-Sekali Diseragamkan!

‘Peluang’ Jakarta Itu Ada dimana?

‘Pukulan’ bagi Pemukiman Jakarta

Reformasi ‘Identitas Kota’ untuk Jakarta

Siapa yang Memanipulasi Jakarta?

Sindrom ‘Mimpi untuk Jakarta’ : Metropolitan dan Kemewahan atau Kesejahteraan?

Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun