Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jakarta yang “Over Weight”

25 Mei 2016   16:49 Diperbarui: 25 Mei 2016   16:52 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

Sangat dasyat keyataan dan keterkaitan antara politik perkotaan dan kesalahan manajemennya. Kebijakkan2 pemerintah atas ibukota Jakarta, yang menyebabkan meningkatnya kriminalits, kerusuhan kemacetan, kemiskinan serta pastinya kesengsaraan warga kota.

Ditambah lagi kesalahan manajemen perkotaan bahkan manajemen negara, ketika arus urbanisasi membengkak sampai sekarang, bahkan semakin besar lagi, padahal arus transmigrasi yang sebenarnya sudah cukup baik di tahun2 yang lalu, semaikn berkurang.

Ada apa sebenarnya?

Kita semua, pemerintah terdahulu (bukan yang sekarang, karena permasalahan ini tidak hanya 1 atau 2 tahun saja, tetapi sudah menumpuk dan mendarah daging) tidak sungguh2 menata kota dengan sistimatik dan tidak mempunyai visi jangkan panjang dan jangka pangjang sekali. Mengapa aku bisa berkata demikian?

Begini :

Aku adalah arsitek dan urban planner dan aku senang mengamati tentang Jakarta. Yang aku tahu dan yang aku amati adalah, pemerinta tidak pernah memakai solusi yang komprehensif. Bahkan untuk desain kota pun terlihat tidak komprehensif. Sehingga, akan terjadi tarik ulur atau bongkar pasang fasilitas2 atau elemen2 perkotaan.

Misalnya tentang penggalian. Bisa dibaca di tulisanku Gali Sana Gali Sini … Memang Mereka Tikus?

Ketika pemerintah mengerjakan gorong2 atau memperbaiki sesuai di bawah tanah, tentu mereka harus menggalinya dan setelah itu menimbunnya lagi. Tetapi yang ada sering terjadi adalah seteah mereka menimbunnya lagi, tidak berapa lama mereka menggalinya lagi! Entah orang2 atau institusi yang sama, atau orang atau institusi yang berbeda. Pokoknya di titik yang baru ditimbunnya, laludigali lagi!

Adalah ketika di sebuah jalan lingkungan, Jalan Saharjo, di pembatas jalan ada bukaan untuk berputar balik. Entah mengapa bukaan ini ditutup tetapi dipindah (dibuka) putaran sekitar beberapa meter di depnnya. Alasannya sih, untuk memnunda kemacetan, karena bukaan sebelumnya itu memang sangat sempit (berada di ‘bottle-neck’ karena dekat dengan pertigaan).

Tetapi aku geleng2 kepala, karena kuberpikir apakah si perencana jalan itu tidak memikirkan dampak ketika memberikan bukan pertama? Mengapa harus ditutup dan membuka bukaan kedua?

Atau ketika sebuah institusi menggali dan memperbaiki sesuatu di bawah tanah, mengapa tidak berkoordinasi denga n institusi yang lain supaya penggalian itu bisa bersama dengan waktu yang pastinya lebih cepat! Dibanding dengan 2 kali penggalian!

Jadi, sebenarnya apa ang terjadi??

Hanya sebuah kesalahan manajemen kan? Atau ketidak-komprehensif kah? Atau apa?

Yang jelas, tentang penataan jangkan panjang perkotaan, bahkan untuk masa depan negara, generasi bangsa. Karena ketika Kota Metropolitan Jakarta salah manajemen, Jakarta akan berubah menjadi Kota Miseropolis, sebuah kota yang menyimpan kesengsaraan!

Sampai sekarang pun, sebenarnya Jakarta sangat rentan menjadi Kota Miseropolis, karena pemerintah hanya berkutat dengan pembangunan2 yang memanjakan. Tidak salah, ketika pemerintah membangun banyak rusunawa atau membangun jalan layang, bahkan membangun fasilitas2 perkotaan.

Tetapi untuk membangun semuanya itu, haruslah mempunyai visi dan misi tertentu, ditambah alur yang komprehensif, untuk menghasilkan manajemen perkotaan yang tangguh sampai jangka panjang (sekali).

Memang tidak mudah sama sekali, karena otak manusi sangat terbatas. Tetapi jika kita peduli dengan masa depan bangsa, paling tidak kita bertahap mempunyai bekal pengertian, apa yang akan terjadi kelak. Bagaimana dampak2nya?

Pemerintah yang peduli, nantinya mulai memikirkan sistim dan dampak2nya, dan jika diteruskan oleh pemerintah selanjutnya yang peduli, akan terbentuk rangkaian visi dan misi jangka panjang.

Tetapi jika Kota Miseropolis Jakarta, kota yang menympan kesengsaraan warganya, bagaimana dengan kota2 kecil dan kota2 penunjang?? Bagaimana dengan desa2??

Pertambahan beban Jakarta dari kesalahan manajemen sehingga menjadikan kesengsaraan warganya,  pelan2 akan ‘over weight’. Pertambahan beban fisik Jakarta pun menjadikan beban kesengsaraan kota semakin besar. Beban fisik Jakarta yang terus membangun tanpa peduli dengan turunnya permukaan tanah perkotaan, semain menambah beban menuju Kota Miseropolis Jakarta!

Tentang pertambahan beban Jakarta bisa dibaca di tulisnku Semakin Bertambah Saja ‘Beban Jakarta’.

Tingkat urbanisasi dari desa ke Jakarta semakin cepat. Menurutku sendiri, mereka semakin bersemangat untuk pindah dan hijrah ke Jakarta karena”magnet” Jakarta yang hedonis. “Kemewahan dan kemodernan” Jakarta memang merupakan daya tarik bagi masyarakat pedesaan atau dari kota2 kecil. Mereka berbondong2 ke Jakaarta sampai Jakarta kelebihan beban. Overweight!

Mereka di Jakarta tanpa pengalaman. Tanpa skill. Dan tidak siap dengan segalanya yang berbau “kemewahan”, sehingga mereka terjerumus menjadi gelandangan, kupu2 malam, anak2 jalanan, pengemis, pedagang liar bahkan penjahat! Overweight!

Ditambah over weight dari beban2 pembangunan Jakarta sendiri, semakin membuat Jakarta lumpuh dan jenuh! Lalu kota tidak mampu menahan beban yang berlebihan, sehingga fasilitas2 perkotaan menjadi tempat tinggal mereka. Fisik kota semakin diubah kaum urban ini, menjadi gelembung2 ‘slum’, sehingga Jakarta jika dilihat dari atas akan seperti titik2 balon udara, dan balon udara ini adalah gelembung2 ‘slum’, tempat tinggal kaum urban yang tidak bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak!

Arus urbanisasi memang tidak bisa ditangkal. Tidak mungkin pemerintah membatasi jika mereka ingin pindah. Yang ada yaitu, menghimbau mereka untuk tetap tinggal di tempatnya.

Bagaimana bisa?

Bisa saja. Salah satunya membangun pedesaan atau membangun kota2 kecil disektar Jakarta, serentak sebagai kota2 penunjang, dengan fasilitas2 yang membadai. Dengan fasilitas2 yang baik, diharapkan yang bertempat tinggal di kota2 kecil itu bahkan di pedesaan, idak pindah ke Jakarta.

Dan di Jakarta sendiri, pemerintah harus aware tentang ketimpangan kota dengan sekelilingnya. Sekali lagi,kepedulia warga kota memang harus dipertajam, sehingga kaum hedonis sedikit mengurangi “konsumtif” nya, untuk menjaga ketimpangan.

“Konsumtif” itu bukan hanya mengumbar pembelian2 benda2 mewah saja, tetapi konsumtif itu termasuk keserakahan membangun perkotaan, membangun mall2 mewah. Membangun banyak apartemen yang hanya bisa dihuni oleh kaum yang berdompet tebal. Konsumtif itu juga termasuk ‘keserakahan’ untuk mengumbar teknologi lewat media-sosial2, sehingga masyarakat kota kecil atau pedesaan menjadi terus tergiur untuk ke Jakarta …..

Kebijakkan2 sosial ini membutuhkan kesabaran. Dan pemerintah benar2 diuji untuk sebuah konsep cantik supaya Jakarta benar2 menjadi Kota Metropolitan dunia yang beridentitas, bukan kota miseropolis yang menyimpan kesengsaran warganya …..

Sebelumnya :

Bertambah atau Berkurang’kah Luas Jalanan Jakarta?

Antara Kebutuhan dan Keinginan, Antara Kenyataan dan Mimpi [Kaum Hedonis]

‘Turunan’ dan Pasca Konsep MRT

“Pembodohan Diri” Lewat Polusi

Pembangunan Kota yang “Brutal” …..

Fenomena Kaum Urban dan ‘Penduduk Gelap’

Apa yang Tersisa dari ‘Landmark Jakarta?’

Mengeksplor Jakarta lewat ‘Misteri-Misteri’ di Dalamnya

“Pengebirian” Fasilitas Perkotaan, Menghasilkan Kota yang ‘Hilang Kendali’

Reformasi Jakarta? Mulailah dengan “Reformasi Mental Warga”

Keanekaragaman Jangan Sekali-Sekali Diseragamkan!

‘Peluang’ Jakarta Itu Ada dimana?

‘Pukulan’ bagi Pemukiman Jakarta

Reformasi ‘Identitas Kota’ untuk Jakarta

Siapa yang Memanipulasi Jakarta?

Sindrom ‘Mimpi untuk Jakarta’ : Metropolitan dan Kemewahan atau Kesejahteraan?

Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun