Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pembangunan Kota yang “Brutal”

19 Mei 2016   12:03 Diperbarui: 19 Mei 2016   12:05 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti


www.k001s.overblog.com

Kota Jakarta akan seperti kabel yang semrawut, jika tidak dibenahi …..

Kedigjayaan Jakarta memang luar biasa! Fenomena2 baru bermunculan di kota ini, yang awalnya dari kedigjayaannya.

Sebagai ibukota negara, dan sebagai kota yang semakin ‘metropolitan’ secara dunia, Jakarta merupakan magnet bagi warga luar kota. Merea merasa bahwa hidup di Jakarta itu sangat nyaman, enak dan banyak uang! Sehingga, mereka berbondong2 pergi ke Jakarta, walau mereka tidak tahu mau jadi apa disana. Mereka adalah orang2 tanpa skill dan datang ke Jakarta untuk mendapatkan sesuap nasi, yang “katanya” tidak ada di kampung halaman …..

Bukannya pemerintah ‘menyetop’ arus ini, dengan membangun pedesaan, supaya mereka betah disana dan bersama membangun kampong halamannya, malah berlomba dengan pengembang2 untuk memberikan ‘angin-surga2’ lewat pembangunan2 yang super modern!

Lalu, bagaimana dengan hasilnya?

Pemerintah dan pengembang berlomba untuk membangun Jakarta, dengan cara yang tidak manusiawi, bahkan sejak tahun lalu, di era Jokowi dan era Ahok ini pemerintah kota sudah semakin sadar dengan ‘kejenuhan pasar’ perkotaan. Mereka sudah melarang dengan tidak diperbolehkannya dibangun mall2 di Jakarta, karena pada kenyataannya Jakarta semakin seperti kota2 belanja dunia, Singapore, Hongkong bahkan Paris …..

Coba lihat tulisanku tentang iniMemangnya Jakarta Mau Diubah Menjadi ‘Kota Shopping?’

Itu tentang mall. Bagaimana dengan bangunan2 bertingkat tinggi? Perkantoran? Apartemen? Hotel? Hutan belantara beton ini, terus memuculkan sinisme bahkan secara kasar tentang kecemburuan social, semakin mencuat.

Apartemen2 mewah bertebaran di Jakarta, kantor2 mewah pun sama. Sementara, penduduk Jakarta adalah mayoritas di bawah strata social menengah kebawah. Mereka banyak tinggal di pinggiran kota dan bekerja di ruko2 kecil, sementara bangunan2 mewah Jakarta di huni oleh sebagian kecil penduduk Jakarta yang berstrata social tinggi dan espatriat2 asing.

Identitas Jakarta sebagai kota metropolitan, mungkin tidak bermasalah secara internasional. Tetapi identitas Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia, justru patut dipertanyakan ……

Bukan. Bukan aku menolak kemodrenan itu. Tetapi sungguh, aku hanya banyak berpikir tentang kebrutalan pembangunan yang ada di Jakarta! Sungguh, ya ….. BRUTAL,mungkin kata2 yang cocok tentang membangun Jakarta!

Pembangunan Jakarta itu sah-sah saja. Apalagi Indonesia memang sebuah negara yang sedang membangun. Tetapi  pembangunan yang bagaimana? Pembangunan yang seperti apa?

Tentunya pembangunan2 yang sesuai dengan lingkungan. Kriteria2 membangun Jakarta itu harus berdasarkan banyak hal, terutama lingkungan dan penduduknya. Sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai untuk kenyamanan dan kesehatan warga kota!

Coba bayangkan, untuk apa kita hidup di Jakarta dengan kemewaan dan kemodernan kota metropolitannya, tetapi kenyamanan dan keamanan serta kesehatan kita tidak terjaga?

Kemacetan adalah salah satu pencetus stress. Polusi adalah salah satu puncak ketidaksehatnya warga kota. Banjir pun merupakan salah satu ketidaknyamanan kita, dan berita2 kejahatan yang semakin brutal adalah salah satu tekanan batin serta ketidakamanan warga kota ……

Mengapa arus urbanisasi ke Jakaarta tetap tidak terbendung?

Dan mengapa sepertinya pemerintah kota bahkan pemerintah pusat, seakan menyepelekan tentang urbanisasi?

Tidak adakah kepedulian kita semua, untuk “jangan lagi member janji2 surga” dengan pembangunan yang semakin brutal?

‘Kebrutalan’ pembangunan Jakarta, semakin memicu arus urbanisasi, tentu.  Awalnya, mereka datang ke Jakarta dengan menumpang di rumah saudara. Berlanjut mereka mendatangkan keluarganya, pastinya harus mencari rumah sendiri. Jika mereka mampu untuk bekerja layak, mungkin mereka bisa mengontrak rumah atau apartemen, bahkan mampu membeli / mencicil rumah atau apartemen. Tetapi yang sama sekali yang tidak mampu?

Mereka akan menyusuri jalan atau sungai atau pinggir rel kereta, atau dibawah kolong jembatan, untuk membangun rumah mereka! Mulai terbentuklah daerah2 slum. Semakin lama semakin penuh, dan pemerintah kota semakin bingung untuk mengusirnya …..

Di era sekarang memang ban yak penggusuran2 daerah2 slum tersebut. Dan pemerintah kota sekarang pun mulai memikirkan tentang kenyamanan2 penduduk kota. Tetapi menurutku sendiri, jika kran arus urbanisasi ini tidak dibendung, berapa lama pemerintah kota mampu membangun rumah2 murah dan rusunawa2 untuk mereka?

Berapa lama ‘tingkat kejenuhan’ kota mampu menampung mereka?

Dan berapa banyak rumah2 murah dan rusunawa2 di Jakarta mampu menampung mereka, dan tanah Jakarta mampu mendukungnya?

Lalu, bagaimana dengan ‘hutan belantara beton’ Jakarta? Penambahan pembangunan Jakarta itu sekarang tidak sebanding dengan program kenyamanan warga kota. Belantara beton menumbuhkan daya dukung kota semakin turun, dan semakin tidak adanya RTH (ruang terbuka hijau) serta tanah untuk penyerapan, sehingga kesehatan kota semakin terancam!

Banjir dengan ‘turunannya’, penyakit dan kehilangan materi. Polusi dengan berkurangnya penghijauan untuk paru2 kota. Apakah kita belum menyadari ini?

Sekali lagi, pembangunan kota sangat tidak salah. Sesuai dengan program ‘Jakarta membangun’. Tetapi sepertinya pembangunan tidak harus SEGERA dan tidak harus BRUTAL.

*Memangnya, membangun gedung2 tinggi benar2 dibutuhkan segera? Apartemen2 mewah, segerahkah harus ada? Karena pada kenyataannya, yang membeli atau menyewa bangunan2 atau unit2 tersebut hanya orang2 tertentu dan orang2 yang sama saja! Bahkan semakin kesini, semakin nyata adanya tentangKEJENUHAN PASAR …..

Pembangunan fisik kota pun, harus diselingi dengan PEMBANGUNAN MENTAL warga kota, untuk membuat berimbang antara kebutuhan fisik, kebutuhan mental, serta kebutuhan lingkungan …..

***

Banyak TV menayangankan suasana yang kacau ketika petugas mengusir pedagang asongan yang menjajakan dagangannya di gerbong2 kereta. Mereka saling berteriak. Petugas berusaha untuk menjelaskan tidak bolehnya mereka menawarkan dagangannya di stasiun dan di gerbong kereta. Tetapi apa yang mereka jawab?

"Kami ini butuh hidup! Kami mencari makan! Kami juga warga negara yang boleh berdagang untuk hidup! Kenapa kami di usir karena berdagang untuk hidup kami?"

Bapak2 tua itu berapi2 berkali2 berteriak seperti itu. Tetapi petugas itupun juga hanya menjalankan tugasnya untuk menertibkan PKL dan pedagang asongan.

Sekarang, siapa yang salah? Siapa yang harus mengalah?

Semuanya benar, dan semuanya juga salah! Pemerintah sudah salah sejak dulu dengan banyak hal :

  • Arus urbanisasi yang tidak ditertibkan
  • Ketidak-pedulian dengan lingkungan, fisik, manajemen dan sosial masyarakan perkotaan, dengan tidak adanya punishmen dari peraturan2 yang silanggarnya
  • Tidak bertanggung jawab nya pemerintah dengan edukasi masyarakat tentang peraturan, kepedulian lingkungan bahkan anak2 tidak diajarkan sejak dini tentang pendidikan bermasyarakat, bertoleran dengan sesama atau tentang agama
  • Dan sebagainya

Masyarakat pun juga sangat bersalah dengan :

  • Tidak mencoba merubah mindset pemikirannya sebagai warga masyarakat yang harus bertoleran dan bergotong royong
  • Tidak mau mengubah untuk 'mencari keuntungan diri sendiri'
  • Dan karena warga dewasa memang 'belum mengerti' untuk nomor 1 dan 2, pastilah mereka tidak mengajarkan anak2 mereka untuk melakukan yang baik

Semuanya saling menyalahkan, semuanya saling mencari pembenaran diri sendiri .....

*Eh …. Btw, adakah peraturan untuk mengantisipasi dan membatasi arus urbanisasi ke perkotaan, khususnya kota Jakarta?

Sebelumnya :

Fenomena Kaum Urban dan ‘Penduduk Gelap’

Apa yang Tersisa dari ‘Landmark Jakarta?’

Mengeksplor Jakarta lewat ‘Misteri-Misteri’ di Dalamnya

“Pengebirian” Fasilitas Perkotaan, Menghasilkan Kota yang ‘Hilang Kendali’

Reformasi Jakarta? Mulailah dengan “Reformasi Mental Warga”

Keanekaragaman Jangan Sekali-Sekali Diseragamkan!

‘Peluang’ Jakarta Itu Ada dimana?

‘Pukulan’ bagi Pemukiman Jakarta

Reformasi ‘Identitas Kota’ untuk Jakarta

Siapa yang Memanipulasi Jakarta?

Sindrom ‘Mimpi untuk Jakarta’ : Metropolitan dan Kemewahan atau Kesejahteraan?

Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun