Sebagai arsitek dan urban planner, secara pribadi aku sering men-survey banyak rusun dan apartemen berunit type kecil. Tempat-tempat itu terasa tidak terlalu nyaman bagi kehidupan keluarga. Bukan hanya fisiknya saja, tempat itu sangat ’suram dan mengerikan’ ketika kita berada disana tanpa mengenal daerah dan warga disana.
Suram maksudnya, benar-benar suram secara secara harafiah. Sepertinya, si pengembang dan manajemen sudah ‘lepas tangan’ tanpa aturan dan tanpa maintenance secara fisik sama sekali. Bangunan itu tidak pernah di pelihara (?), cat sudah mengelupas, banyak pintu tidak pernah di servis mejadi selalu berbunyi, lampu suram yang sebenarnya ditanggung oleh manajemen, serta lingkungannya yang tidak nyaman, walau hanya untuk melintas saja.
Belum lagi ketika aku mewawancarai beberapa orang yang tinggal di daerah itu, ternyata banyak warga di lokasi ini sangat rentan dengan prostitusi atau pun perjudian. Tidak menyolok tetapi sangat intensif dan terus berjalan sejak dulu, bahkan sampai sekarang.
Jika dilihat dari lokasi dan ‘kekumuhan’nya, sangat tidak mungkin akan ada yang mempunyai mobil mewah. Tetapi kenyataannya, banyak sekali mobil mewah Eropa tahun terbaru berada di pekarangan rusun dan apartemen berunit kecil.
Bukan aku membedakan, tetapi sangat logis ketika kita melihat sebuah lokasi kumuh tetapi bisa mempunyai mobil-mobil mewah terbaru. Bukan pula berprasangka buruk, tetapi pasti banyak warga yang bertanya-tanya seperti pertanyaanku di atas.
Konsep urban yang bekerja di Jakarta, merupakan fenomena masa kini. Dengan kekerasan hidup kota metropolitan, sangat dimengerti jika masing-masing warga bekerja keras demi uang, walau tidak banyak yang bisa mencari uang dengan lebih baik, di lokasi yang seperti itu. Memang tidak bisa disama-ratakan satu dengan yang lain, dan kita tidak boleh berprasangka negatif.
Konsep rusun dengan hunian kecil pun, dimanfaatkan oleh sekelompok warga yang mempunyai uang berlebih untuk membeli beberapa unit, bahkan membeli unit di 1 lantai. Untuk apa? Bisa untuk investasi, untuk disewakan atau dijual lagi beberapa saat kemudian sebagai ‘2nd layer’ dan harganya pasti menanjak dengan drastis.
Ada pula warga membeli unit banyak untuk disewakan khusus mahasiswa jika rusun atau apartemen itu berada di daerah kampus. Dan ternyata, cukup menyenangkan jika teman satu kampus, bahkan satu kelas, tinggal di tempat / kost yang sama.
Tetapi ternyata ada juga warga masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Banyak warga masyarakat yang ternyata ‘penduduk gelap’.
Maksudnya, ketika survey-ku menanyakan tentang bukti diri berupa KTP ( jika aku survey untuk keperluan sesuatu, aku selalu menanyakan jati diri untuk terhindar dari ‘fitnah’, secara dari dulu aku adalah seorang perempuan yang kata banyak orang, lebih mirip menjadi seorang perempuan kuliahan dan bisa ter’fitnah’ jika aku berada dalam sebuah lingkungan yang tidak dikenal ) untuk bisa share.
Jika aku tidak menanyakan KTP, mereka atau orang tersebut akan gampang mengatakan apapun tanpa pertanggungjawaban, bukan? Dan itu yang menghasilkan PENDUDUK GELAP …..