TIDAK ADA PELUANG untuk kesempatan yang lebih baik!
Jika A punya ide A’, dan B punyai ide B’, atau C puny aide C’, tentu mereka bisa bersaing secara sehat untuk menghasilkan yang terbaik. Bahkan antara A, B dan C bisa berkolabosi untuk menghasilkan suatu kreatifitas yang sungguh yang terbaik.
Tetapi jika A, B dan C masing2 mempunyai ide hanya A’, bagaimana mau bersaing?
Apa peluangnya?
Bagaimana kesempatannya?
Sama sekali tidak ada!
Konsep keanekaragaman inilah yang harusnya membuahi kenyataan yang ada. Bagaimana mereka ingin memilih gubernur A karena pemikirannya atau agamanya atau kehidupannya atau dari suku yang sama, padahal yang berseberangan itu justru mempunyai pilihan2 yang lebih baik daripada yang pendahulunya.
Ide dan kreatifitas itu tidak bisa disejajarkan antara warga kota. Seperti di link diatas yang aku tuliskan tentang “mencari peluang” dalam menumbuhkan identitas kota, keanekaragaman justru dipilih menjadi sebuah cirikhas kota. Sebuah keanekaragaman budaya Indonesia, sebuah keanekaragaman agama serta suku bangsa nasional, membuat Indonesia “muncul” di dunia.
Termasuk warga kota yang beranekaragam dari status social, kehidupan di pemukiman bahkan kenyataan hidup, membuat keanekaragaman itu semakin nyata dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia!
Jusru pemerintah kota akan terus tertantang untuk bisa membangun dan membawa Jakarta lebih baik. Dan kenekaragaman inilah yang merupakan identitas bangsa …..
Kenyataan yang sangat membuat miris adalah ketika keanekaragaman itu membuahkan sebuah master-plan, yang justru melenyapkan sejarah dan menggusurkan kehidupan tradisional. Kampung Betawi di daerah Condet, tergusur dengan kemodernan. Pecinan di daerah Glodog pun, tergusur menjadi sebuah kemodernan yang sungguh membosankan.