Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekali Lagi, “Mereka Ada” : Catatan dari Rawinala

29 Februari 2016   12:46 Diperbarui: 29 Februari 2016   12:52 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambil mengobrol, aku digandeng Ibu Tini, salah satu pengurus, untuk berkeliling sekolah. Bu Tini banyak bercerita. Beliau mengenal semua anak2 itu, termasuk tentang keterbatasannya.

Pertama kami masuk ke 1 ruang kelas, dimana 4 orang anak ini mampu untuk belajar secara akademis. Umurnya antara 10 tahun – 12 tahun. Mereka cukup pintar sesuai dengan kemampuannya, bahkan ketika gurunya membuat soal tentang aljabar sederhana dengan sudut2nya, seorang anak, namanya Angga, mampu menjawabnya. Mereka 3 orang sangat ‘low vision’, mendekati tuna netra. Jadi ketika kami masuk di kelasnya, mereka terlihat menempelkan kepalanya di meja, sambil tangan mereka menulis. Kupikir awalnya, mereka cape, tidur atau ngambeg.

 

Anak low vasion, tetapi ereka cerdas. Bisa beljar secara akademis, walau memang tetap terbatas. Belajar matematika, dan mendengarkan cerita. Mereka bisa menjawab pertanyaan2 gurunya. Bersama Ibu Tini.

Tetapi belum aku bertanya kepada gurunya, beliau justru langsung bercerita bahwa mereka low vision, sehingga mereka menempelkan kepalanya (pipi menyentuh meja), karena merea hanya bisa melihat dengan lemah, di ujung matanya ….. hanya dengan sinar matanya yang redup, mereka bisa memanfaatkannya untuk melihat dan belajar ….. dan merek bersyukur sekali dengan itu ……

Anak yang 1 lagi, adalah full tuna netra, jadi dia dibimbing oleh gurunya untuk belajar dengan Huruf Braille. Kelas ini sangat aktif. Suara2 khas mereka, bercanda dan tertawa sambil belajar. Dan guru mereka sangat terlihat luar biasa.


Anak tuna netra, belajar akademis dengan membaca Huruf Braille. Bersama Pendeta Mazmur

Aku berjalan ke 4 orang anak ini. Menyapa mereka satu demi satu. Karena memang mereka low vision, mereka tidak mampu mengenali aku. Tetapi dengan sinar matanya yang redup, mereka bukan hanya menyapa aku secara fisiknya, melainkan juga menyapa dengan hatinya ….. dan aku merasakan getar hati yang mendambakan perhatian …..

Angga, adalah yang paling aktif. Dia banyak bertanya, tante namanya siapa? Rumanya dimana? Tante sudah makan atau belum? Dan pertanyaan2 sederhana keluar dari mulut nya sambil terus tertawa. Aku meladeninya dengan sabar. Seperti aku meladeni anak2 dibawah 12 tahun. Ya, karena terlihat mereka memang harus terus dibimbing karena mereka mengalami tuna ganda ……

Ya Tuhan …..

Betapa beratnya orang tua mereka. MEREKA ini sih tidak mengerti. Yang jelas karena MEREKA dikaruniakan ketidakmampuan dalam hidup, mereka terus merasakan kebhagiaan. Ya ….. orang2 yang tidak mengerti, maka mereka tidak mempunyai masalah. Jika mereka tidak mempunyai masalah karena tidak mengerti, hasilnya MEREKA akan terus berbahagia!

Tetapi orang tuanya yang mengerti, akan berat untuk menerima hal ini. Jadi, saat itu aku berpikir jika aku mengalamiya, sebagai orang tua dengagn anak2 yang luar biasa seperti ini, harus berusaha untuk tegar dan kuat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun