Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sampah ‘Popok Bayi Sekali Pakai?’ Ah... Itu Gampang!

22 Februari 2016   16:56 Diperbarui: 26 Februari 2016   13:25 12127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="www.reusable-nappies-uk.blogspot.com"][/caption]Plastik adalah salah satu material yang ringan, mudah untuk dibentuk serta relative murah, untuk digunakan sebagai bahan peralatan rumah tangga dan kehidupan manusia. Sehingga mungkin sampai saat ini, plastic masih belum mempunyai ‘saingan’, yang lebih ramah llingkungan.

Dari sampah plastic yang sekarang ‘booming’ di media, karena pemerintah sudah ‘meminta’ konsumen membayar kantong plastic untuk membawa belanjaan dari toko2 keperluan rumah tangga, sekarang aku sedikit berpikir tentang bukan hanya kantong plastic yang punya masalah saja. Ternyata ‘turunan’ sampah2 plastik yang selalu akrab dengan kehidupan kita, tidak kalah berbahayanya!

Kaleng2 aluminium bekas tempat minuman kemasan, styroform adalah sampah2 yang tidak bisa terurai di dalam tanah dibawah 500 tahun! Bahkan popok bayi sekali pakai, pun merupakan sampah yang selain mengganggu kesehatan, sampah ini tidak akan terurai dibawah 100 tahun, di dalam tanah.

Hmmmmm …… lalu bagaimana cara sampah2 ini musnah? Karena sampah2 ‘turunan’ plastic sangat ‘dekat’ dengan kita.  

Jika tentang sampah aluminium dan sampah styroform yang sudah terkenal dengan ketidak-ramahannya dalam terurai didalam tanah, ternyata ada sampah yang sekarang ternnyata justru sudah ‘mengajari’ bayi untuk tidak ramah kepada lingkungan!

Katika jaman kita masih bayi, di sekitar tahun 1980an kebawah, mungkin kita tidak pernah tahu tentang popok bayi sekali pakai. Bahkan, kedua anak2ku yang lahir tahun 1969 dan 1990 lalu, pun aku tidak pernah memakaikan popok bayi sekali pakai, kecuali kami kluar kota. Itupun hanya sampai umur sekitar 3 tahun, karena aku mengajari mereka ‘toiletteries’ mulai umur 3 tahun.

Untukku sendiri, popok sekali pakai, waktu itu masih cukup mahal. Dan hasilnya pun tidak terlalu bagus. Artinya, kulit kedua anak2ku yang sedang memakai popok bayi sekali pakai itu, memerah dan gatal2. Sehingga, beruntunglah, aku hanya memakaikan mereka popok bayi sekali pakai sangat sebentar. Bahkan 1 pak besar bisa habis (berisi 20 buah) dalam waktu selama 1 tahun.

Tetapi dengan kesibukan yang semakin melanda dalam hidup, apalagi mama2 yang bekerja, dan produsen popok bayi sekali pakai semakin gencar memproduksi dengan teknologi yang lebih baru, dan harga yang semakin murah, membuat popok2 bayi sekarang bukan hanya dipakai bayi2 di perkotaan, melainkan juga popok2 bayi di pedesaan.

Dengan harga yang murah, serta distribusinya sudah sangat luas, membuat sampah popok bayi sekali pakai tersebar di setiap pelosok, tanpa terkendali.

Beberapa orang tua saja yangpeduli lingkungan, yang mau mengplikasikan konsep pembuangan sampah popok bayi sekali pakai ini. Yang lain, aku sungguh yakin, mereka akan membuang popok bayi sekali pakai ini di tempat2 sampah di rumah mereka yang biasa. Apalagi, tidak ada yang akan membersihkan popok bayi ssekali pakai ini dari ‘pup’ bayi2 mereka! Begitu, kan

Popok bayi itu bukan kloset.

Jika bayi kita memakai popok bayi sekali pakai setiap saat tanpa mau bersusah payah untuk memakaikan popok kain (jadul)nya, akan sangat bermasalah bagi si bayi itu sendiri dan lingkungan pada umumnya.

Jika bayi ‘pup’, ibu si bayi harus membersihkannya dulu sebelum popok bayi sekali pakai itu dan mencucinya serta membuang ‘pup’ nya di kloset. Baru lah di buang ke temat sampah. Itu pun si sampah popok ini, tidak mampu terurai dibawah 100 tahun. Jika ibu si bayi tidak mau membersihkannya, tambah 1 lagi permasalahan kesehatan di dunia ini. Bayangkan dengagn ribuan bahkan jutaan ibu si bayi yang tidak membersihkan ‘pup’ si bayi ……

Di luar negeri, ada beberapa jenis kloset berteknologi tinggi yang mampu untuk memproses popok atau pembalut. Itu pun belum semua negara mempunyainya. Jika kita ke neara tersebut, pastilah di toilet2 umum akan terdapat pengumuman nya. Jadi, tetap jangan berani2 megambil resiko.

Setelah ‘pup’ dibersihkan, sampah popok itu digulung dan perekatnya untuk merapihkan. Cukup bersih dan rapih. Tidak ada bau2 yang menyelinap karena sudah dibersihkan dan di gurung rapih. Kemudian barulah dibungkus lagi dengan kertas tissue toilet.

Untuk mengganti popok bayi sekali pakai ini, memang membutuhan tempat khusus, dimana didalam ruangan itu harus tersedia tempat sampah khusus, sesuai dengan kebutuhan. Jika dibuang di tempat sampah biasa, itulah yang akan bermasalah. Tempat2 sampah ini merupakan tempat sampah daur ulang. Ini demi kesehatan bersama.

Ini cerita di Indonesia :

Sekarang, bagaimana dengan ruang2 khusus untuk mengganti popok bayi tersebut?

Jangankan di pedesaan. Di Jakarta pun, velum semua mall yang menyediakan ruangan khusus untuk ibu dan anak. Baru mall2 besar dan baru saja yang menyediakan ruang tersebut. Itupun tidak ada di setiap lantai.

Mengapa pemilik bangunan tidak menyediakan ruang2 khusus tersebut? Karena ruangan2 tersebut akan memakai tempat yang cukup banyak (minimal 2mx 2m) dan cukup mahal (ada kloset khusus, meja khusus, bahkan tempat sampah khusus). Kadang2 diadakan tempat tidur bayi, serta peralatan menyusui untuk mereka.

Jadi? Bagaimana dengan kesiapan ibu2 muda dengan bayi2 mereka? Bagaimana dengan perlengkapan hidup bayi2 mereka? Apakah mereka ‘siap’ dengan semuanya?

TIDAK !!! Mereka tidak siap !!! KITA TIDAK atau BELUM SIAP !!!

Bayi2 jaman sekarang, sudah di didik hedonism. Baru lahir saja, kebutuhan hidup mereka sudah banyak sekali. Salah satunya dengan popok sekali pakai. Untuk dari bayi yang baru lahir sampai minimal 3 tahun, mereka membutuhkan popopok sekali pakai minimal 2 buah/per-hari. Hitung saja untuk 1 bulan, minimal 60 buah.

Untuk 1 tahun berarti minimal 720 buah. Untuk minimal 3 tahun (bahkan ada bayi yang masih memakainya sampai sekolah TK, 5 tahun) sekitar 2160 buah. Jika 5 tahun sekitar 3600 buah. Ini baru untuk 1 bayi sehat, Bukan bayi yang sering sakit dan diare.

Berapa bayi2 yang memakai popok sekali pakai? 1000 bayi? 1 juta bayi? Hitung saja sendiri, berapa besar sampah popok itu berada di bumi Indonesia ini …..

Belum lagi jika dihitung dari rupiahnya. Jika 1 popok dihitung 1500 rupiah saja, untuk 1 bayi  dalam 3 tahun, menghabiskan 3.240.000 rupiah HANYA UNTUK POPOK NYA! Bagaimana dengan bedaknya? Miyak telonnya? Makanan2nya? Atau mainan2nya? Bayi2 sekarang sudah di didik tidak ‘ramah’ dengan lingkungannya sendiri, bagaimana dengan si bayi dimasa dewasanya.

Bagaimana dengan popok kain yang jadul itu? Tentulah hampir semua ibu si bayi tersebut selalu mau mengganti popok2nya dan mencucinya setiap saat. Kecuali si bayi tersebut mempunyai alergi dengan popok sekali pakai, seperti kedua anak2ku. Kesibukan yang melanda memang membat kehidupan sekarang ini penuh dengan hedonism dan keegoisan.

Dan bagaimana dengan bumi ini? Berapa ratus-juta sampah popok bayi yang dibuang sembarangan? Dan berapa ton sampah popok bayi sekali pakai, ‘menekan’ Indonesia, khususnya di Jakarta? Ini baru popok bayi saja ya …..

Bagaimana penanggulangannya? Dengagn produksi popok bayi sekali pakai yang sekarang menyerbu pasar2 bayi Indonesia, seharusnyalah Indoneisa juga siap untuk menanganinya. Kesiapan Indonesia untuk ikut peduli terhadap lingkungan lewat popok bayi inilah yang akan bisa sedikit menghambat kerusakan bumi.

Mungkin sebagian besar dari ita sangat meremehkan hal ini. Ah … hanya sebuah popok bayi. Tetapi dengan bayi yang jutaan orang per-tahun, dengan ketidak-siapkan ibu2 muda untuk ‘care’ kepada bayi2 mereka, ternyata sebuah popok bayi mampu untuk ‘memberangus’ bumi ini …..

MARI SELAMATKAN BUMI  ……

Sebelumnya :

Bukan Hanya ‘Kantong Plastik’ yang Berbahaya …..

Bukan Hanya Kalijodo saja yang Membuat Permukaan Tanah Jakarta Turun, lho …..

Geger Kalijodo? Adalah untuk Penyelamatan Muka Tanah Jakarta

‘Batching Plant’, Pencemaran Lingkungan, Rusaknya Ekosistem untuk “Pengorbanan” Pembangunan Perkotaan ?

Hutan Beton vs Pencemaran Lingkungan [Jakarta]?

Kisah Pohon Kurma yang ‘Merana’ di Jakarta [Barisan Foto]

Percayakah Bahwa Suatu Saat, Manusia Menjadi ‘Santapan’ Hewan?

Ketika Pameranku Dihadiri oleh 2 Kementerian RI dan PT Pos Indonesia dan Diwartakan oleh DAAI TV

“HIJAU Jakartaku, HIJAU Indonesiaku, juga Bumiku dalam Filateli Kreatif”

Gerakan “Hijau” dari Seorang Ibu

‘Remeh Temeh’ tentang Kebutuhan Air

Bisakah Bumi Diperbaharui?

Permintaan Manusia untuk Kebutuhan Hewani? ‘Lebay’ dan Ga Masuk Akal!

Mengapa Nyamuk “Menyerang” Manusia?

Wisata Alam ‘Hutan Mangrove’, Pantai Indah Kapuk, Jakarta

Manusia, Hewan, Tumbuhan dan Gaya Hidup

Cicak Itu Makan Nasi? So What?

Mewujudkan ‘Ruang Hijau Pribadi’ Jakarta, Mungkinkah?

Pemanasan Global Bumi, Perubahan Pola Hidup dan Sisi Pantai, Penyakit, sampai RTH untuk Jakarta

'Urban Green Infra-Stucture' : Kepedulian Kita Tentang Lingkungan, Akan Memperlambat Kehancuran Dunia ..... 

Adakah yang Peduli, Jika Penurunan Muka Tanah Jakarta Setinggi 6,6 Meter Tahun 2030?

Menuju Jakarta 30% RTH [Dari yang Sekarang 11% Saja], Mungkinkah?

Boleh kan, Jika TPU Menjadi Program Rencana 30% RTH Jakarta?

Jakarta Bebas Banjir? Berusahalah Mengelola ‘Ruang Terbuka Hijau’

Taman Kota : Bagi Kesehatan Warga Dunia

Antara Bangunan Tanpa Ijin dan Banjir yang Meluas di Jakarta

‘Pantai Mutiara’ : Contoh untuk Jakarta Bercermin

‘Saluran Air Kota’ : Antara Fungsi dan Estetika

Akankah Banjir Menyadarkan Kita tentang Alam yang ‘Marah?’

Banjir di Jakarta, Penyebab Serta (Sedikit) Saran Mengatasinya

Pengendalian Banjir? Tidak Cukup Hanya Membuat Drainage Saja

Konsep 'Green Architecture' Menghadapi Krisis Lingkungan

Slogan ‘Jakarta Bebas Banjir’, Tetapi Tidak Peduli dengan Penyerapan

Puncak Terus Menjadi Obyek Bisnis, Lalu Bagaimana dengan Hutan Lindung dan Banjir Jakarta?

Pak Jokowi, Bagaimana dengan Peraturan Daerah Hulu sebagai ‘Kota Pendamping’ Jakarta?

Pak Jokowi, Jadi Tidak Membeli Villa Daerah Hulu untuk Dibongkar dan Ditanami Kembali sebagai Daerah Resapan untuk Jakarta?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun