Di kolom nama, beliau hanya menuliskan "TD" tetapi jelas berkata, namanya adalah Teddy. Dan ketika di kolom nomor telpon, beliau menelpon dari telpon jadulnya, jenis Nokia mininya, ke seseorang untuk mrmbantunya menuliskan nomor teleponnya, karena beliau lupa nomor teleponnya sendiri, tetapi beliau bisa mengingat seseorang yang diteleponnya (beliau tidak mencari nama dan nomor telepon seseorang yang diteleponnya lho, tetapi beliau memencet di hpnya langsung ke nomornya).
Tangannya bergetar ketika kakek Teddy menuliskan nama TD dengan nomor telponnya, dengan susah payah
Hatiku trenyuh mengamatinya. Walau mataku sedikit berkaca, karena teringat papa (ketika terakhir apa dipanggil Tuhan, aku melihat papa menulis dengan perlahan dan sering berhenti), wajahku tetap tersenyum dan semakin tertawa lebar ketika si kakek tertawa, entah karena apa.
Setelah itu, barulah si kakek terus menghujaniku banyak pertanyaan dengan suara yang keras tetapi tidak jelas. Sebisa-bisanya aku menajamkan telingaku dan menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Cuma seputar cerita pameranku dan tema-tema filateli apa saja yang aku suka. Sampai ketika beliau membuka tasnya, yang dikempitnya terus dengan hati-hati dan bangga. Aku menantikan apa yang terjadi selanjutnya.
Tasnya bukan tas yang bagus dan baru. Tasnya adalah tas kecil dan sederhana, tetapi dikedua sisi nya terdapat kata2 :
“JUAL BELI PRANGKO KOLEKSI” dan foto bermacam2 prangko
Waaaaaaaa... Aku bertambah terbelalak lagi sewaktu beliau mengeluarkan barang-barangnya. Setumpuk kartupos dan surat-surat dengan kertas-kertas yang menguning. Surat-surat dan kartupos itu aku lihat berderet kata-kata berbahasa Belanda dan Bahasa Indonesia ejaan lama dengan prangko-prangko jaman itu. Dan tahunnya beberapa terbaca masih di jaman kolonial Belanda! Untukku itu adalah setumpuk "surat-surat berharga". Walau aku tidak tahu benar-benar berharga dari segi ekonomi tetapi pastinya sangat berharga di hidup si kakek, dan berharga di hatiku.
Beliau memang banyak bercerita tentang surat-surat itu serta kehidupannya, tetapi sayangnya aku tidak terlalu menangkap kata-katanya. Dan mungkin selama 1 jam, kami berdiskusi dengan saling keterbatasan. Aku bertanya-tanya juga dengan kata-kata yang mungkin beliau tidak terlalu mendengar (karena memang beliau selalu mengatakan "tidak mendengar" seraya menempelkan telapak tangan kananya di telinga kanannya), dan aku pun sering tidak mendengar dan kurang mengerti pertanyaan dan pernyataan si kakek itu.
Dan ternyata dari kesimpulanku tentang kakek Teddy, beliau sejak dulu memang kolektor benda-benda filateli. Beliau sendiri tidak mau disebut sebagai filatelis, tetapi kolektor. Sebuah perbedaan yang sebenarnya tidak terlalu berbeda.