***
Meredam banjir Jakarta itu bukan hanya sekedar menampung air dengan volume besar. Normalisasi sungai memang sangat dibutuhkan. Gebrakan pak Ahok memang sangat membantu warga Jakarta dalam sebagian kecil meredam banjir. Normalisasi sungai adalah YANG TERLIHAT sebagai penampungan air yang bervolume besar sehingga tidak mampu untuk Jakarta menampungnya.
Lalu bagaimana upaya meredam banjir yang tidak kelihatan?
Dari semua warga kota yang mau Jakarta itu bebas banjir, pasti kita semua BISA tidak membuang sampah sembarangan. Kita semua BISA peduli dengan lingkungan. Tidak membangun dataran (tanah/kebun) di rumah kita untuk ruang tambahan dan kita BISA bersatu padu untuk mengembangkan HIJAU di lingkungan kita.
Itu sebagian yang warga Jakarta bisa lakukan, tanpa tunggu perintah pemda atau siapapun. Anak2 di didik dengan baik untuk peduli dan melestarikan lingkungan. Memang, ini akan memakan waktu yang cukup lama karena Jakarta sudah carut marut. Tetapi ini sangat dibutuhkan Jakartq terus menerus di masa2 yang akan datang.
Sekarang, ada beberapa bagian yang harus dilakukan oleh pemda. Salah satunya adalah lebih memonitor warga Jakarta yang mrmbangun rumah2 mereka, atau yang merenovasi rumah2 mereka.Â
Bagaimana?
Begini :
Pembangunan fisik kota (note : bangunan gedung dan rumah), selama ini sudah dikelola oleh beberapa dinas. Dari dinas tata kota dan dinas pengawasan & pembangunan kota (dulu DP2K) atau dinas pengawasan & penertiban bangunan (sekarang DP2B), sudah sedemikian rapinya untuk mengawasi dan mengontrol pembangun Jakarta. Tetapi sangat disayangkan. Bahwa dinas2 tersebut 'lupa' untuk terus mengawasinya dengan ketat. Bahkan peraturan2 yang ada banyak yang dilanggar karena 'lupa' dan warga Jakarta (terutama rumah2 pribadi yang hanya 1 runah kecil) yang sedang membangun.
Warga Jakarta yang membangun rumah2 probadi mereka, itulah yang luput dari pengawasan. Bukan hanya karena mereka timggal di pelosok perkampungan Jakarta sehingga pemda yang berkeliling kota alfa, tetapi justru mereka2 ini dengan sengaja tidak mengurus ijin bangunan mereka. Mengapa? Karena mereka merasa buang2 uang (karena sering mereka dibebankan membayar yang tidak masuk akal) dan merasa susah serta berbelit2 untuk mengurusnya.
Memang beruntung sejak kepemimpinan DKI Jakarta oleh pak Ahok, kepengurusan ijin bangunan sudah bisa dilakukan secara online tanpa biaya2 'siluman' seperti sebelum2nya. Tetapi rupanya memang beberapa warga Jakarta lah yang memang berkehendak untuk melanggar peraturan2 yang sudah ditetapkan untuk dijalankan oleh pemda DKI.
Kenyataan2 ini membuat aku sangat miris, ketika pemda berusaha untuk 'menyelamatkan' Jakarta dari carut marut kota serta untuk meredam banjir Jakarta. Tapi ada kah yang terpikir tentang mengapa bangunan bisa meredam banjir Jakarta?