By Christie Damayanti
[caption id="attachment_177812" align="aligncenter" width="591" caption="justoemar.wordpress.com"][/caption]
Siapa yang ga tahu '7-11 ( seven-eleven )?'. Jangankan orang muda, asisten2 rumah yang note bene mungkin tidak pernah melihat saja juga tahu koq, karena 'junjungan' atau anak2 majikan mereka sering bercerita tentang itu, seperti anak2ku, anak2 ABG. Bahkan, hanya membeli minum saja, anakku bela2in kesana karena katanya mereka 'anak gaul'.
Ketika aku pertama kali melihat 7-Eleven adalah di Amerika, sebuah koto kelontong yang kepemilikannya sekarang dipegang oleh Seven & Holding Co, sebuah perusahaan Jepang. Kami sedang mengisi bensin ( adikku tinggal disana ), 7-Eleven adalah minimarket pendamping pompa bensin. Mini market ini hanya kecil dan sampai sekarang tetap seperti itu, tidak mempunyai meja kursi dan payung2 ala cafe seperti di Jakarta. Memang benar, di Amerika 7-Eleven mempunyai pojok kopi, dimana disana pendamping pompa bensin pasti buka 24 jam sehingga mereka menyediakan air panas dan menyediakan kopi atau the untuk orang2 dari / ke luar kota. Dan 7-Eleven disana benar2 merupakan tempat membeli kudapan2 iseng untk teman menyetir mobil sepanjang hari.
Di Amerika, 7-Eleven tidak selalu pendamping pompa bensin, tetapi tetap merupakan minimarket yang berdiri sendiri dan tidak membuat konsep cafe2 terbuka seperti di Jakarta. Pengunjungnya lumayan banyak, secara disana memang tidak banyak yang membuka 'toko kelontong', tidak seperti di Jakarta, yang mungkin setiap 100 meter terdapat mini market seperti ini .....
7-Eleven didirikan sejak tahun 1927 di Dallas, Texas. Dan sejak tahun 2004, 7-Eleven sudah menyebar di 18 negara, termasuk Indonesia, sebuah negara yang sekarang sedang 'eforia globalisasi, termasuk anak2 mudanya. Fenomena 7-Eleven merupakan fenomena 'anak gaul' .....
7-Eleven di Amerika. Di suburb, 7-Eleven khas seperti ini, bangunan khusus dan tunggal ( foto-1 ). Di downtown, lebih seperti yang foto-2, beberapa toko yang saling bersebelahan.
Bagaimana dengan 7-Eleven di Indonesia? Konsep 7-Eleven yang diusung disini bukan seperti di Amerika. Mereka mulai buka di Jakarta, kalau tidak salah aku masih duduk di bangku SMP, di jalan Woltermonginsidi, di pojok jalan Ciranjang. Dan setelah itu, 7-Eleven tidak berkembang di Jakarta. Baru sekirtar 1-2 tahunan ini, 7-Eleven mulai di 'upgrade', bukan sebagai sekedar mini market saja, tetapi midi bahkan maxi market dengan cafe yang menyediakan snack dan makanan pagi yang duigemari oleh anak2 muda, termasuk anak2ku.
Jujur, aku bingung, mengapa mereka suka kesana? Padahal, jika diamati, apa yang luar biasa? Makanannya standard, hanya roti atau kue atau kadang2 nasi goreng dan minuman gaul seperti 'chocolate', capucinno atau mocca. Minumannyapun walau memang gaul, tidak ada merek tertentu, kecuali minuman khas 7-Eleven, Slurpee ( minuman es dengan rasa buah ). Dan yang jelas sedikit mahal. Tetapi justru anak muda itu sangat menggemari 7-Eleven. Mengapa?
Aku melihatnya bukan dari segi makanannya, bukan dari segi harganya, tetapi dari segi 'gaul'nya. Bahwa anak2 ABG merasa gaul, jika bersama2 dengan teman2nya, sahabat2nya bahkan pacarnya, jika 'ngafe' ke 7-Eleven. Seperti anak2ku. Hanya sekedar ingin minum Slurpee, dia minta diantar supir menjemput teman2nya ke 7-Eleven, walaupun dekat rumah kami ada Dunkin Donut yang menurutku lebih enak tempatnya. Â Juga Dunkin Donut tidak membuat konsep cafe di ruang terbuka, sehingga lebih 'bersih'. Dia katakan, dengan sahabat2nya, hanya membeli minum dan kripik kentang ( itupun kadang2 sering di minum bersama, 1 gelas untuk 2 atau 3 orang ), tetapi duduk di pelataran depan dibawah payung, mereka merasakan 'gaul', walau sebenarnya cafe terbuka seperti itu tidaklah cocok jika ada di pelataran yang sempit, karena bukan hanya debu, tetapi juga mobil2 kelur masuk dan sangat tidak nyaman.
Di Jakarta, 7-Eleven 'mengumbar' café terbuka. Coba perhatikan, payung2 café ini, bersebelahan dengan mobil2 / motor2  dan debu2 berterbangan kemana2 ..... sangat tidak nyaman .....
7-Eleven memang lebih 'cantik' dibanding mini market2 yang lain. Arsitektur dan grafisnya, minimalis dan berkesan 'bersih' karena lampu2 outihnya yang terang. Dan yang paling penting adalah buka 24 jam. Di Jakarta pun, jika aku masih 'berkeliaran' diatas jam 12 malam, tempat itu tetap terang walaupun hanya 1 - 2 orang yang datang, seperti juga di Amerika. Satu lagi tentang pelayanannya, 7-11 tidak pernah 'mengusir' pelanggannya, walau mereka hanya membeli sesuatu yang murah harganya, tetapi mereka duduk berjam-jam dengan teman2nya .....
Fenomena seperti ini, mengundang mini market2 yang lain untuk membuat cafe2 terbuka, katakanlah Circle K. Beberapa Circle K yang juga dari Amerika, mencoba peruntungan seperti ini, walaupun belum semuanya. Di daerah Pejaten, Circle K juga laris manis, mengikuti 7-Eleven.
Buat aku, walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip 'remaja hemat', aku tetap merestui anak2ku untuk bergerombol bersama teman2nya ke 7-Eleven, dibandingkan mereka berduyun2 tidak jelas juntrungannya. Anak2ku sering minta ijin kesana dan aku mempercayainya, apalagi mereka mengajak supir. Jika mereka minta ijin ke suatu tempat, katakanlah mall atau yang lain, yang supir itu tidak melihat dengan mata kepala sendiri, jujur, aku sedikit takut dengan banyak penculikan yang marak akhir2 ini. Jangankan anak2 SMP / SMA, mahasiswapun ada yang diculik .....
Jadi, bagaimana? Semua terserah kita masing2. Tinggal menyikapinya saja, untuk mengontrol anak2 kita. Apapun yang anak2 kita ingin lakukan, tetap terbuka, sehingga mereka bisa menjadikan kita, orang tunya, sebagai sahabat mereka .....
Selamat ber'gaul', sahabat2 muda .....
Salamku .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H