Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Gunung dan Dataran Tinggi Dieng: Negeri Para Dewa

22 September 2011   07:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:44 9710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

Dieng adalah sebuah kawasan di daerah dataran tinggi di perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Desa Dieng terbagi menjadi Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng Kidul, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah Utara ibukota Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian mencapai  2.093 m di atas permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin.

[caption id="attachment_136608" align="aligncenter" width="562" caption="kampungtki.com"][/caption]

Dataran Dieng memiliki potensi wisata yang cukup tinggi. Banyak candi peninggalan Hindu di pegunungan Dieng ( Jawa Tengah ) sepertinya tidak banyak yang tahu. Dengan nama2 candi seperti nama2 kehidupan di pewayangan,  termasuk keberadaan Dewa2 di Swarga Loka di Puncak Mahameru di Jawa Timur ( lihat tulisanku Sebuah Sisi Lain dari Puncak Mahameru di Gunung Semeru ..... ) setidaknya ternyata kehidupan pewayangan di Tanah Jawa sangat kental merasuki hati dan jiwa masyarakat Jawa pada waktu itu. Sebenarnya, kehidupan pewayangan berasal dari India, dan masuk ke Indonesia setelah agama Hindu pertama ada di tanah Jawa.

Candi-candi di dataran Dieng dipercaya sebagai tanda awal peradaban Hindu di Pulau Jawa pada masa Sanjaya pada abad ke-8. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gugusan candi di Dieng yang  memuja Dewa Syiwa. Candi-candi tersebut antara lain: Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Gatot Kaca. Sedangkan untuk penamaan candi-candi itu sendiri dipercaya baru dimulai pada abad ke-19. Relief2 candi mengikuti kehidupan pewayangan, dibuat dari batuan Andesit.

Kompleks Candi Arjuna, yaitu Candi yang paling dekat dari antara kompleks candi yg lain di dataran tinggi Dieng.

Dieng terbentuk dari gunung api tua yang mengalami penurunan drastis ( dislokasi ), oleh patahan arah barat laut dan tenggara. Gunung api tua itu adalah Gunung Prau. Pada bagian yang ambles itu muncul gunung-gunung kecil yaitu: Gunung Alang, Gunung Nagasari, Gunung Panglimunan, Gunung Pangonan, Gunung Gajahmungkur dan Gunung Pakuwaja.

Mencari asal kata Dieng, ternyata berasal dari bahasa Sunda kuno yang berarti 'gunung' dan 'Hyang' yang artinya tempat bersemayam dewa dan dewi. Dan memang pantas, jika daerah pegunungan Dieng dijadian tempat bersemayam dewa dewi, dengan pemandangannya yang sangat indah. Belum lagi Danau 7 Warnanya, yang seakan2 'menarik' jiwa untuk masuk ke kehidupan Dieng ..... Dataran Dieng memang terkenal dengan sebutan 'kawah danau'. Danau2 ini sebenarnya seperti danau yang lain, tetapi karena ada di dataran tinggi, sering kali sinar matahari memancarkan sinarnya dan saling berpantulan membentuk prisma sehingga di waktu2 tertentu akan terlihat warna2 khusus .....

Sangat pantas ketika banyak orang berkata bahwa daerah ini salah satu negeri dewa-dewi di Tanah Jawa. Indah .....

Cerita tentang kawah Candradimuka juga merupakan kehidupan cerita pewayangan Jawa. Yaitu suatu tempat yang konon merupakan 'neraka' untuk menceritakan penggojlokkan untuk mereka bisa lebih 'sakti' di dunia pewayangan, seperti kisah Gatot Kaca. Dikisahkan, bahwa Gatot Kaca ( anak dari Bima dan Arimbi, salah satu Pandawa bersaudara ) sewaktu bayi, 'direbus' sehingga tulang2 dan otot2nya sekeras baja. Dan memang demikian, bahwaGatot Kaca meruakan tokoh yang sangat kuat mandraguna .....

Illustrasi Kawah Candradimuka, tempat penggojlokkan Gatot Kaca .....

Napak tilas anak-anak berambut gimbal

Aku menjalani napak tilas kehidupan pewayangan tanah Jawa, kegemaranku. Satu demi satu, aku merenungkan dan merasakan dan ternyata bulu kudukku sedikit meremang ..... Diceritakan juga, Arjuna, anak ke-3 Pandawa Lima, bertapa dihutan bertahun2 dimana dia tidak berinteraksi dengan saudara2nya. Dan berjalan2 di seputar candi itu, terdapat banyak hutan, walau tidak seberapa besar, tetapi aku tetap membayangan kehidupan Arjuna yang sedang bertapa untuk menambah kesaktiannya, konon pada waktu itu.

Anak2kecil penduduk Dieng, berlari2 dan bermain disekitar hunian. Dengan rambut gimbalnya yang khas, wajah polos anak2 itu terus membayang di mataku. Mereka sangat ceria meninggalkan bekas yang dalam di hatiku.

Tidak selalu anak Dieng lahir dengan rambut gimbal. Itulah sebabnya, jika ada anak terlahir dengan rambut gimbal, dipercaya sebagai titipan penguasan alam gaib. Rambut ini bisa dipotong jika ada permintaan dari si empunya rambut tetapi tidak bisa jika ada intervensi pihak lain, tergantung orang tuanya. Permintaan tersebut harus dipenuhi, tidak boleh kurang atau lebih. Kadang si anak bisa meminta apa saja, belum lagi pelaksanaan ruwatan gembel atau ritus pemotongan rambut gimbal yang membutuhkan biaya cukup besar. Konon katanya, apabila permintaan si anak tidak dikabulkan maka si anak akan kembali sakit dan rambut gimbalnya kembali tumbuh.

'Ruwatan' rambut gimbal yang memakan biaya besar karena membawa cerita dari alam gaib.

Gunung Dieng ternyata merupakan salah satu gunung yang masih aktif di tanah Jawa

Beberapa gunung api masih aktif dengan karakteristik yang khas. Magma yang timbul tidak terlalu kuat tidak seperti pada Gunung Merapi. Sedangkan letupan-letupan yang terjadi adalah karena tekanan air bawah tanah oleh magma yang menyebabkan munculnya beberapa gelembung-gelembung lumpur panas. Fenomena ini antara lain dapat dilihat pada Kawah Sikidang atau Kawah Candradimuka .

Kawah Sikidang dan Kawah Candradimuka yang sering terjadi aftifitas erupsi yang berbahaya bagi penduduk sekitar.

Tanggal 29 Mei 2011, status gunung Dieng dinaikkan menjadi 'siaga' karena adanya aktifitas erupsi di Kawah Sikidang. Erupsi bersifat 'freatic' yaitu lumpur, gas dan uap dan diantaranya gas beracun serta tidak tampak dan tidak berbau. ( Kompas.com ).

Kehidupan di dataran Dieng memang seperti kehidupan yang sangat magis. Para 'dewa dan dewi' yang 'mendiami' daerah ini memang menjadi fenomena sosiologis yang bisa membuat pedapatan daerah Wonosobo bertambah. Tetapi sangat disayangkan, fasilitas2 untuk wisata sangat terbatas.

Seandainya saja pemerintah dapat meningkatkan fasilitas2 itu, pastilah kehidupan para dewa dan dewi di dataran Dieng ini dapat dikenal dimana2 ......

Ya ..... Seandainya saja .......

Salamku ......

Sumber gambar : beberapa dari Google.

Profil | Tulisan Lainnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun