By Christie Damayanti
[caption id="attachment_152442" align="aligncenter" width="640" caption="Illustrasi dari Google"][/caption]
Berdebat dengan 'penguasa' diatas bisa membuat kita depresi, termasuk aku. Aku adalah hanya seorang arsitek biasa, yang mungkin tidak bisa apa2 dan bukan orang pintar. Aku hanya cuma bisa menulis, mengelarkan uneg2ku tentang Jakarta, apa yang aku lihat, apa yang aku dengar dan apa yang aku rasakan. Sama sekali bukan untuk memusuhi dan bukan untuk mengambil alih pemerintahan ( hihihi .... kalau ini sih lebay end sotoy ..... ).
Kembali dengan masalah rob di pantai utara Jakarta, Pantura, angaku sudah uraikan di tulisanku Berlomba dan 'Mendewakan' Proyek Atas Nama Penyelamatan Jakarta? Aaah ..... , pagi ini di koran Kompas cetak, Selasa 29 November 2011, sekali lagi 'meributkan' tentang rob yang ( salah satu ) menjadi kambing hitam banjir di Muara Angke dan real estate elite ini. Bahwa, katanya, rob kali ini yang paling lama .....
Seperti yg aku jelaskan bahwa bukan hanya rob yang MUNGKIN menyebabkan banjir itu, bisa saja karena 'site effect' reklamasi2 yang sudah ada ( lihat juga di tulisanku tentang Reklamasi oh Reklamasi ...... dan Bagaimana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2010-2030 Tentang Reklamasi? ). Tetapi, mengapa 'yang punya Jakarta' dan pemda yang katanya mempunyai orang2 pintar seputar Jakarta, tetap membutakan diri terhadap ancaman 'tenggelamnya' Jakarta ( baik tenggelam arti harafiah benar2 tenggelam, juga tenggelam dengan arti Jakarta tidak berdaya karena keegoisan warganya )?
Tahun 2050, mungkin Jakarta akan tenggelam, jika pemda tidak mau membuka mata tentang tata ruang kota Jakarta, khususnya tentang pertahanan pantai ....
Dari dulu aku amati, semua permasalahan Jakarta ini selalu diselesaikan dengan cara solusi hanya di 1 titik! Tidak ada forum diskusi dengan divisi lain, dengan pemda2 lain dan dengan warga Jakarta. Tidak ada forum dskusi terbuka untuk warga Jakarta, yang aku yakin seyakin-yakinnya bawa banyak warga Jakarta yang sangat peduli dengan Jakarta. Penyelesaian selalu TIDAK KOMPREHENSIF !!! Apa yang kalian mau, wahai yang katanya 'pemilik Jakarta?'
Menurut Fauzi Bowo di Kompas hari ini, pemda Jakarta dalam waktu beberapa tahun kedepan MASIH MENGANDALKAN tanggul sebagi pertahanan terhadap gelombang pasang yang kerap datang. Tetapi, seperti yang kita semua ketahui, bahwa dengan turunnya permukaan tanah Jakarta yang cukup signifikan dan naiknya permukaan air laut karena pemanasan global, menjadikan Jakarta harus 'melindungi diri', bukan hanya berlindung dengan tanggul yang sudah tua seperti kata Fauzi Bowo, melainkan harus bisa berkoordinasi dengan banyak pihak. Karena konsep 'melindungi diri untuk Jakarta', bukan hanyak di 1 titik saja, melainkan kita harus bisa memikirkan akibat2 sampingannya, bukan hanya di Jakarta saja, tetapi rob  bisa berimbas ke pantai Jawa Barat, Jawa Tengah atau pantai Sumatra.
Lihat foto di atas, bahwa pemda ingin membuat GSW yang HANYA untuk Teluk Jakarta, sementara GSW tersebut JUSTRU akan merusak pantai2 Laut Utara Jawa dan bisa jadi sampai Pulau Sumatra.
Seperti di tulisanku di link2 diatas, aku sering berdiskusi dengan beberapa pakar yang aku sebut 'mentor' tentang Jakarta. Mereka memang benar2 peduli dengan Jakarta tetapi sangat disesalkan bahwa 'yang empunya Jakarta' tidak menggubris dan beliau bersolusi tanda diskusi  ( diskysipun hanya sekedarnya saja, tidak mencari pakar2 yang memang pintar dan peduli dengan Jakarta ) dan tetap membuat 'solusi' 1 titik saja serta tidak komprehensif.
Menurut Fauzi Bowo lagi, beliau mempunyai solusi yang tepat untuk pempertahankan pantai utara Jakarta dengan membuat GSWÂ ( Giant Sea Wall / tanggul raksasa ) di Teluk Jakarta. Hmmmmm ..... Selain GSW akan memakan waktu bertahun2 ke depan, apakah beliau belum bisa memprediksi bagaimana ke depannya? Bagaimana site effectnya bagi Jakarta dan pantai2 sekitarnya? Tidakkah bisa melihat, bahwa semua pembangunan pasti mempunyai resiko2nya dan pemda dan yang empunya Jakarta seharusnya bisa memprediksi dan mencari solusi yang sesedikit mungkin untuk dampak2nya. Bisa jadi, malah adanya GSW merusak pantai2 di sekitar Jakarta, bahkan bisa sampai Sumatra .....
Jika kita perhatikan foto diatas, bahwa jika kita membuat GSW, sama saja kita membuat semacam 'reklamasi' yang akan menggesernya arus laut sehingga air sungai justr akan meluap, secara sungai2 di Jakarta tidak ada yang 'sehat'.
Sedikit aku copas dari tulisanku sendiri :
( copas tulisanku tentang Reklamasi di atas )
"Laut adalah sistim alam. Juga sistim ombak. Ombak yg menerjang pantai sudah 'diperhitungkan'. Tetapi bagaimana kalau tiba2 ada daratan baru ? Sistim ombak lama kelamaan akan 'bergeser', dan bisa mengakibatkan daratan di seberangnya atau di sebelahnya, tergerus ombak. Atau ombak itu bisa 'bergeser' tidak ke pantai utara Jakarta, tetapi tiba2 'lari' ke pantai Sumatra bahkan bisa ke Negara tetangga ...... Revitalisasi juga harus menanam mangrove, kontribusi untuk perbaikan lingkungan, serta dapat mengatasi kondisi ekonomi nelayan yang mencari nafkah di sekitar kawasan itu. Analisa mengenai Dampak Lingkungan ( Amdal ) pun selalu bisa harus dipakai, apalagi Amdal harus benar2 diperhitungkan untuk kelestarian kota. Amdal memuat kajian-kajian mengenai pola arus banjir dan aerodinamika laut". (Reklamasi oh Reklamasi ...... ).
Bahwa pemda harus bisa memikirkan masa depan Jakarta supaya dengan pembangunan GSW untuk mempertahankan Teluk Jakarta, itu sama saja dengan membuat semacam reklamasi.
Lalu aku copas lagi tentang ini, cerita dari seorang pakar yang sering aku tanyakan tentang tata kota dan Jakarta :
Sekitar tahun 1980-an, beliau tidak membuat banyak bangunan di Indonesia, tetapi tetapi berkeliling untuk survey ke banyak tempat. Waktu itu, beliau ingin menginap lagi ke 'guest house' di Kuta yang dulu sewaktu beliau tinggal di Bali , tetapi menurut yang punya, guest house itu sudah 'hilang' karena terkikis pantai ..... dan beliau bisa memperkirakan bahwa salah satu penyebab pantai Kuta terkikis gelombang laut adalah reklamasi untuk membuat airport Bali yang sekarang ini .... Terlihat, sekitar 20 tahun-an,arus air laut 'berbelok' dan mengikis pantai ..... bayangkan jika banyak rekalamsi pantai di Indonesia tanpa mengindahkan Amdal yang benar ..... semua pantai, bahkan pulau akan terkikis habis puluhan tahun mendatang .....(Bagaimana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2010-2030 Tentang Reklamasi? ).
Ya, ternyata menurut ahli oseanografi dari IPB, dengan membuat GSW malah bisa menimbulkan bencana bagi Jakarta.( Kompas ) Karena, berdirinya GSW itu akan mengubah keseimbangan pantai dan akan menyebabkan berubahnya arus sungai ke laut sehingga bisa menyebabkan erosi di hilir sungai. Kalau di Belanda atau di Singapore bisa berhasil, karena didukung dengan membentuk mulut muara dan arus sungai ke laut sangat baik dan 'sehat'. Tetapi bagaimana dengan Jakarta? Belum satu pun sungai2 di Jakarta merupakan sungai yang sehat, malah beberapa sungai2 menjadi tempat pembuangan sampah ...... *hiks* ......
Dan jika keseimbangkan pantai ini tetap akan diubah, sementara sungai Jakarta masih tetap kotor, air di sungai akan meluap dan justru akan menyebabkan banjir di darat .... Apakah pemda tetap tidak mau mengindahkannya? Apakah Jakarta tetap menjadi 'kelinci percobaan' dan warga Jakarta menjadi kambing hitamnya?
Semua sungai di Jakarta tidak ada yang sehat. Foto di atas, adalah pengerukan Sungai Muara Kapuk. Bagaimana GSW bisa dibangun dengan kondisi sungai yang seperti ini?
Sedianya, Jakarta adalah Ibu Kota Negara Indonesia, tetapi tata kotanya sangat amburadul, seakan tidak ada yang merawatnya. Jangankan menempatkan Jakarta di jajaran kota2 metropolitan dunia, ternyata masih banyak warga Jakarta yang tidak mempunyai kehidupan yang nyaman di kota mereka sendiri ....
Tidakkah kita, sebagai salah satu warga Jakarta 'tersentuh' melihat kota kita seperti ini ? Mari, selamatkan Jakarta .....
Sumber foto : dari Google.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H