By Christie Damayanti
[caption id="attachment_326912" align="aligncenter" width="554" caption="realjakarta.blogspot.com"][/caption]
Sebelumnya :
Ketika 'Zoning' Kegiatan Warga Jakarta Berbicara .....
Jakarta Terbaik untuk Tinggal dan Bekerja? Masa sih?
Fenomena Kehidupan Modern Kaum Urban Jakarta
Semakin Bertambah Saja 'Beban Jakarta' .....
Seperti yang aku tuliskan tentang Poros Timur - Barat Jakarta, masterplan Jakarta memang sudah memikirkan bahwa Sentra Timur dan Sentra Barat memang akan dikembangkan sebagai kawasan terpadu, untuk MENGURANGI TEKANAN PEMBANGUNAN ke pusat kota Jakarta.
Memang tidak dipungkiri. Pertambahan penduduk yang cepat dan arus urbanisasi yang tidak ditangani dengan baik, menambah tekanan2 dan permasalahan2 membludagnya sebuah rumah atau tempat tinggal bagi semua warga Jakarta.
Ditambah dengan kurang sigapnya pengawasan arapat pemda untuk membangun rumah2 murah untuk kaum marjinal, yang seharusnya berada di tepi kota, menjadikan mereka mendesak masuk ke tengah kota dan mendirikan pemukiman kumuh serta membangun sosialisasi dan sentra bisnis untuk kalangannya ( PKL ), sehingga semakin runyamlah Jakarta!
Tetapi konsep 'suburb' di banyak negara memang mampu untuk mengurangi tekanan ke arah 'downtown' atau pusat kota Jakarta. Seperti Kelapa Gading, ternyata Kelapa Gading mampu menjadi fokus yang baru ( lihat tulisanku 'Dunia Glamour dan Gemerlap' Kelapa Gading ). Kelapa Gading mampu membuat warga Jakarta membelokkan arah matanya tidak ke sentra Jakarta dalam bisnis dan perdagangan ( misalnya, ke Mangga Dua atau Glodog ), tetapi menuju ke Kelapa Gading. Juga untuk entertainment serta rekreasi dan setra kuliner, Kelapa Gading sekarang adalah yang terbesar ......
Untuk kawasan Pluit pun, sudah menjadi area suburb sendiri bagi Jakarta. Kebayoran Baru memang merupakan suburb lama dan sekarang aparat pemda sudah kendor dalam promosi dan investasi disana. Kebayoran Baru memang sudah menjadi 'trade-mark' sebagai suburb 'kelas atas era tahun 1980-an' yang memang tidak suka terlalu penuh dan padat!
***
Sejak aku membuat thesis S2 ku tahun 1997 kemarin, aku sudah tahu tentang cerita poros Timur - Barat Jakarta. Dimulai dengan RUTR ( Rencana Umum Tata Ruang ) Jakarta tahun 2005, onsep poros Timur - Barat Jakarta mulai didengungkan. Bahwa untuk mengurangi tekanan pembangunan ke pusat kota Jakarta, pemda membangun awsan teradu tersebut. Untuk kawasan Timur Jakarta berada di lingkungan Pulo Gebang. Dan untuk kawasan Barat Jakarta adalah Kembangan.
Tetapi konsep poros Timur - Barat Jakarta ini, belum mampu membuat warga Jakarta ( khususnya kaum menengah kebawah ) untuk ikut 'membeli' properti disana karena beberapa sebab :
1. Perbedaan Jakarta Barat dan Jakarta Timur memang jauh.
Sebagian besar warga Jakarta sudah tahu, bahwa Jakarta Barat merupakan daerah elite dengan kehidupan glamour. Jakarta Barat sebagian besar dihuni oleh warga Jakarta etnis China. Slipi dan Grogol sampai Kembangan memang dekat dengan kehidupan hedonisme, dengan banyaknya mall besar dan mewah.
Sedangkan Jakarta Timur merupakan daerah warga Jakarta menengah kebawah. Dari Jatinegara, lewat Klender sampai Pulo Gebang, merupakan daerah bisnis mereka.
Bahkan investornya pun berbeda. Maksudnya, tidak banyak, atau belum banyak investor yang ingin mnggarap Sentra Primer. Bahkan ketika aku sempat tinggal di Kompleks Eramas 2000, berhadapan dengan Kantor Walikota Jakarta Timur, merasakan sendiri bahwa janji para developer disana sejak tahun 1994 ( kami membeli rumah disana awal tahun 1994 ) sama sekali tidak ada perubahan. Baik keadaan kompleks tempat aku tinggal atau kompleks2 yang lain disekitar sana, maupun fasilitas2 umum untuk Sentra Timur.
[caption id="attachment_326913" align="aligncenter" width="482" caption="www.jakarta.go.id"]
Kawasan Sentra Primeer Timur dan Sentra Primer Barat - Jakarta
Jalan Penggilingan menuju Sentar Primer sampai beberapa tahun lalu aku pindah dari sana ke daerah Tebet, sama saja. Terakhir saja banyak pembangunan fasilitas Busway, dan beberapa apartemen murah di sisi tol Bintara.
Mengapa aku memilih Sentar Timur dari pada Sentra Barat? Tetapi toh belum membuat Sentra Barat tetap merupakan fokus incaran warga Jakarta :
a.      Pertama, karena rumah2 disana lebih murah, dan waktu aku me-redesain rumahku, tetap saja lebih murah ( mungkin bedanya sampai ½ harga rumah di Sentra Barat ).
b.     Kedua, di Sentra Timur ( waktu itu ) tidak semacet dari Sentra Barat. Dulu kantorku di 'Golden Triangle' dan berpindah ke Kemayoran sampai ke Grogol. Setelah riset sedemikian, waktu bekerja memang lebih cepat pulang pergi ke Sentra Timur.
c.      Ketiga, tanah di Sentra Timur jauh lebih murah sehngga aku bisa membelinya untuk ditanam pepohonan, dimana sangat berbeda di Sentra Barat. Pemukiman penuh sesak dan terihat semua tanah sudah tertutup beton! Apalagi dari Grogol menuju Sentra Barat, waktu itu pun tol Kebon Jeruk sudah sangat padat dan terus macet!
Antara Sentra Timur dan Barat sendiri belum didukung 100% oleh banyak instansi sebagai konssep pemukiman pada Poros Timur - Barat. Masih banyak warga Jakarta justru mencari tempat tinggal menuju ke selatan Jakarta bahkan dibela2in mereklamasi utara Jakarta untuk membangun perumahan mewah dan apartemen.
2. 'Poros Timur - Barat' belum mampu 'membujuk' warga kota untuk membangun rumah mereka disana, justru mereka sebagian memilih selatan dan utara Jakarta.
Konsep selatan Jakarta adalah sebagai peresapan. Selatan Jakarta dengan kota2 pendampingnya seperti Bogor - Puncak, adalah daerah untuk menyerap air hujan. Sehingga, sebenarnya rumah2 di selatan Jakarta itu tidak sesuai dengan konsep tatanan kota.
Tetapi karena banyak warga kota yang ingin membeli rumah di selatan Jakarta, menjadikan developer2 berusaha membangun perumana2 dan pemukiman2 disana. Bahkan selatan Jakarta sudah menjadi 'trade-mark' sendiri sebagai 'hunian expatriate', orang2 bule dan orang2 kaya, yang mau membangun rumahnya seperti di Baverly Hills, di Amerika sana.
[caption id="attachment_326915" align="aligncenter" width="365" caption="RTRW 2010 - Jakarta"]
Selatan Jakarta, berwarna hijau karena memang merupakan tanah resapan ( RTH )
Rumah2 besar itu bisa sampai ribuan tanahnya, disusul oleh rumah2 yang lebih kecil tetapi mewah, dan masih terjangkau oleh 'warga kaya baru'. Sehingga, mau tidak mau pemda membangun fasilitas2 jalan raya termasuk jalan tol untuk memfasilitasi mereka, bukan? Akhirnya, konsep selatan Jakarta yang sebenarnya untuk penyerapan, tdak terpenuhi, dan banjir semakin melanda .....
Bagaimana dengan utara Jakarta?
Ada yang bilang, 'kepala naga ada di Pluit dan tubuhnya ada di Kelapa Gading'. Aku tidak mengerti tentang cerita ini, tetapi bagi yang percaya, jika tinggal dan berbisnis di Pluit dan Kelapa Gading, mereka akan sukses baik dari bisnisnya atau juga dari keluarganya. Sehingga, yang percaya akan berlomba2 untuk membeli rumah dan memulai bisnisnya di utara Jakarta ( Pluit dan Kelapa Gading ).
[caption id="attachment_326916" align="aligncenter" width="472" caption="www.merdeka.com"]
Kawasan utara Jakarta dengan relamasinya .....
Dan mereka berlomba2 mereklamasi Jakarta, katanya untukk membuat Jakarta lebih besar, dengan membangun ribuan hektar reklamasi. Tetapi mereka tidak mengerti bahwa justru reklamasi yang tidak dilakukan dengan mempunyai lingkungan hutan mangrove serta sungai2 Jakarta yang sehat, justru akan membuat Jakarta semakin 'ambles' dan terpuruk .....
BERSAMBUNG .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H