Sambil sedikit berbincang, ternyata Arie membawa mobilnya. Bukan seperti rencana semula, bahwa kami akan naik kereta kemana2. Aku senang2 saja, bahkan jika memang kita naik kereja, aku pun bersyukur bahwa aku masih diberi kesempatan untuk berlibur di Eropa. Jadi, kami bersama menuju mobilnya.
Aku di atas kursi roda, di dorong Arie dan anak2 saling bersahut2an mengobrol dengan Arie. Menyenangkan! Anak2pun merasa dekat dengan Arie. Bahkan Michelle yang sangat pemalu, bisa tertawa lepas ketika Arie bercerita atau menjawab pertanyaan2 anak2.
Parkir mobil Arie tidak jauh, dekat dengan Gereja St. Nikolas. Aku dibantu turun dari kursi rodaku, dan dibimbing ke mobil Arie. Dia benar2 menjagaku, dan selalu memastikan bahwa aku baik2 saja. Setelah aku dirasa nyaman, Arie memasangkan seatbelt untukku, dan menutup pintu mobil. Lalu dia membuka bagasinya, dibantu Dennis untuk memasukkan kursi rodaku ke mobilnya.
Sungguh sebuah kesaksianku, bahwa Arie yang sebenarnya baru mengenalku tahun 2012 dan baru sekali bertemu di Jakarta, lalu aku ke Amsterdam, dia benar2 terlihat sangat menyayangi keluargaku. Kepeduliannya untukku. Dan kasih sayangnya sebagai ayah dan eyang baru untukku, benar2 nyata. Dan aku sangat yakin dan percaya, bahwa Roh Kudus terus turun atas kuta semua, bagi orang2 yang mengimaninya.
Kesaksianku terus berlanjut, ketika kami merasa nyaman dengan kebetadaan Arie di Amsterdam. Hari itu, hari Minggu itu, Arie mengajakku untuk bersantai dan membuat kami berbahagia, di hari terakhir di Amsterdam.
Oya, Arie baru pulang dari Paris, untuk mengikuti pameran Filateli, dan baru pulag ke Amsterdam semalam sebelumnya. Dan dia mengendarai mobil pribadi, dari Amsterdam ke Paris, yang memakan waktu sekitar 6 atau 7 jam! Jadi, beliau pasti cukup cape, bukan hanya beliau sudah cukup berumur saja tetapi jarak tempuhnya memang cukup jauh, melewati Belgia dulu sebelum masuk ke negara Perancis .....
Coba itu! Bagaimana hatiku, hati kami tidak tersentuh ketika Arie benar2 terlihat peduli dan sayangnya kepada kami? Aku terus mengingat papa, yang seramah dan seperti Arie. Sehingga, tiak salah jika aku bisa menganggap Arie seperti papa, yang tetap berusaha untuk membahagiakan aku dan keluargaku .....
*Terima kasih, Arie .....
Di mobil, sungguh kami sangat ceria dan tertawa2 dengan cerita2 lucu, kenangan2 beberapa hari berjalan2, atau ceria Arie tentang pamerannya di Paris. Anak2ku berceloteh riang menanggapi gurauan Arie, dan aku hanya bisa tersenyum simpul atau tertawa terbahak, jika ada yang lucu. Karena bicaraku yang masih belm sempurnya, apa lagi Bahasa Inggris dengan cengkok2nya, aku masih susah untuk berkomunikasi dengan lancer kepada banyak orang.
Tetapi Arie tetap mengerti dengan 'bahasaku', yang biasanya dipenuhi oleh otak yang tiba2 'hank' dan error, karena tidak familiar dengan bahasanya. Dan penambahan2 bahasa isyarat dengagn tangan kiriku untuk memperjelas maksudku. Dan Arie sungguh mengerti itu ......
Ya! Inilah aku, setelah stroke. Otakku memang sudah cacat. Tetapi beruntung, aku masih bisa mengerti semuanya sesuai dengan pengertianku sebelum stroke. Puji Tuhan, aku pun masih bisa berbicara dengan Bahasa Inggris, walau harus dibantu bahasa isyarat, dan aku menikmati anak2 yang terus mendukungku dan membantuku selama perjalanan dan libuarn ini .....