By Christie Damayanti
Sekitar jam 7.00 sore itu, kami tiba di Amsterdam dari ke luar negeri Belanda, dari Brussels, Belgia. Jalan pulang agak macet. Seharusnya, kami tiba di Amsterdam jam 6.00, sesuai dengan jadwal hanya tour 9 jam. Tetapi karena hari itu adalah Sabtu, dan weekend banyak sekali kendaraan keluar rumah untuk berlibur, alhasil jalanan keluar kota bahkan keluar negeri pun cukup terhambat.
*Padahal kemacetan disana, 'tidak ada apa2nya' dibanding dengan kemacetan di Jakarta! Antara 2 mobil disana, bisa disisipkan 1 mobil mobil lagi, baik di depan atau belakang, dan di kanan kiri nya, hihihi .....
Dan inipun hanya terlambat 1 jam saja, mereka sudah merasa sangat bersalah. Di Jakarta, terlambat berjam2 atau ditunda untuk esok harinya ( batal ) karena macet yang luar biasa pun, dimaklumi saja koq .....
Setelah itu, aku dan anak2ku cari makan malam dan bergegas pulang ke hotel kami, karena besok hari ke-5 di Amsterdam, hari terakhir sebelum kami terbang menuju ke negara lain, Switzerland di kota Zurich.
Besok, kami berjanji untuk bersenang2 dengan Arie Zonjee, beserta teman dan keluarganya, di desa tempat mereka tingga, sekitar 1/2 jam dari Amsterdam.
Tetapi Arie berjanji untuk mengajak kami masuk ke Windmills, atau kincir angin khas Belanda, karena ketika kami memang sempatkan kesana sebelum sampai ke Volendam di hari ke-2 di Amsterdam, hujan turun cukup lebat, sehingga kami hanya bisa kedinginan dan berjalan2 saja di toko2 souvenir di Zaanse Schands .....
Hari ke-5 di Amsterdam, Minggu tanggal 22 Juni 2014 :
Jam 7 pagi, kami sudah siap di cafe sebelah hotel kami. Kami makan dengan nikmat, tertawa dan ngobrol dengan anak2ku, berfoto2 narsis karena ini adalah hari terakhir kami di Amsterdam.
Setelah sarappan, jam 9 kami seikit beres2 barang2 bawaan kami, packing koper kan jam 7 pagi keesokan harinya, kami akan dijemput taksi besar untuk ke airport.
Jam 10.00 pagi kurang sedikit, kami sudah ada di lobby hotel. Arie segera datang, ketika aku baru membuka iPad untuk mulai menuliskan kenangan kami di Amsterdam. Dengan gembira anak2ku menyalami Arie, begitu juga aku, memeluk Arie. Entah mengapa, aku memang merasa semakin dekat sebagai bagian dari keluarganya, keluarga di Belanda.