Mohon tunggu...
Christie Stephanie
Christie Stephanie Mohon Tunggu... -

Siswi kelas 9A SMP Tunas Harapan Nusantara. Remaja labil yang berpikiran pendek dan menganggap menulis adalah bagian hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Butuh Perjuangan?

19 September 2013   22:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:39 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Vina!" Doni mendekati Vina dan siswa lelaki itu.

"Eh, Doni, kenapa?" Vina hanya merespon singkat, sedangkan siswa itu hanya memasang wajah datar.

"Gue suka sama lo, mau gak lo-" ucapan Doni terinterupsi oleh kata-kata pamit yang dilontarkan siswa yang bersama Vina tadi. "Vin, aku masuk kelas dulu ya, bye, nanti siang aku tunggu di depan pager sekolah aja ya," siswa tersebut berjalan menjauhi mereka dan masuk ke kelasnya sendiri. Vina menatap kepergian siswa itu dengan senyum lembut.

"Tadi lo mau ngomong apa?" Vina kembali menanyakan apa masalah yang ingin ditanyakan Doni sehingga memanggil Vina. Ketiga siswa yang mengintip dari balik pintu hanya memasang wajah pucat dan hanya mampu terdiam.

"Em.. Vin, cowo tadi.. Siapa?" Doni hanya membuat suaranya agar terdengar tak gugup.

"Oh, itu Nico, cowo gue, kenapa?" Vina menjawab dengan santai dan riangnya. Gubrak! Ketiga siswa di belakang pintu hanya mampu terjengkang ke belakang dengan tidak elite-nya. Doni hanya diam dan memandang wajah Vina dengan tatapan yang sulit diartikan. Rian yang baru saja melewati mereka ketika ingin masuk kelas hanya membatu dalam posisinya. Mereka semua tercengang. Batin mereka tergoncang.

"Jadi?" Vina kembali bertanya. Dia hanya mengernyit heran melihat situasi orang-orang itu.

"Ah, gak apa-apa, udah dulu ya!" Doni kembali berbalik masuk ke dalam kelas. Semua orang hanya menatapnya prihatin. Doni hanya memasang wajah sok tegar.

Sepulang sekolah di siang hari, Doni merenungi nasibnya di taman dekat sekolah, tempatnya berkelahi dengan Rian. Dia terdiam meratapi nasibnya yang sungguh ironis. Tiba-tiba, suara sesenggukan dan isak tangis terdengar samar-samar. Setelah mencari keberadaan sumber suara tersebut, Doni hanya menganga. Benarkah penglihatannya kalau itu Rian?

"Eh, Rian," Doni memanggil Rian dengan suara pelan. Siswa laki-laki itu menoleh. Benar, dia Rian. Doni menahan tawanya mati-matian. Momen yang sedang bagus dan hangat begini jangan berubah hanya karena tawanya.

"Apa?" Rian bertanya dengan nada sok kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun