Dia memasukki satu gang sepi. Karena sudah tak ada Vivi, sudah tak perlu jaim lagi kan? Yang penting selamat sekarang, gengsi dinomor-sekiankan saja. Ide bodoh menumpang lewat di pikirannya. Dia menoleh ke belakang, mendapati sang anjing yang sepertinya agak jauh darinya. Segera saja dia mengambil kesempatan untuk memanjat pagar rumah salah satu warga dan berteriak minta tolong dengan ekspresi hampir menangis. Rasanya dia belum mau rabies atau terluka digigit anjing.
Beruntung lagi, warga rumah itu keluar dengan wajah ramah dan mulai menasihati Mira. "Jangan lari, pantes kamu dikejar, kamu lari," orang itu menasihati Mira dengan tenangnya. Mira hanya manggut-manggut mengerti. Dia sudah terlalu lelah untuk berkata apa-apa lagi. Anjing itu entah lelah menunggu Mira turun atau apa, anjing itu berlari kembali ke rumah sang majikan. Mira mula turun dan berterimakasih pada orang itu.
Mira berjalan kembali ke rumah sang guru les. Didapatinya Vivi sedang tertawa terbahak-bahak melihat Mira berjalan kembali dengan wajah kelelahan. Mira ingin menangis, marah, perasaannya kesal dan juga malu, namun dia memilih untuk tertawa. Lucu juga rasanya membayangkan perasaan dikejar-kejar anjing tadi.
"Gimana Mir?" tanya Vivi sambil menyeringai penuh kemenangan.
"Dasar lo, gak setia kawan," Mira hanya memasang tampang pura-pura marah lalu tertawa. Mereka sama-sama tahu itu hanya candaan. Amosfer rasanya sangat ringan. Menyenangkan rasanya, pengalaman yang menjadi sejarah dan pelajaran tersendiri, jangan berlari saat ada anjing. Mereka tertawa lepas, yang lama-kelamaan hilang tersapu angin senja.
The End
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H