Kode Etik Jurnalistik dibentuk guna menjamin kemerdekaan pers serta memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang akurat.
Seorang jurnalis atau wartawan perlu landasan moral dan juga etika dalam mengerjakan pekerjaannya sebagai pedoman dalam menjaga rasa percaya terhadap public dan menegakkan integritas tinggi dalam kerja yang professional.
Lantas seperti apa bentuk kode etik yang dimiliki seorang jurnalis atau wartawan? Kode Etik Jurnalistik berisi11 pasal yang merupakan bagian dari revisi Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang memuat 9 pasal.
Melalui 11 Pasal ini, yang menjadi pasal penting pastilah semuanya, namun yang utama yaitu pemberitaan pers harus cover both sides, tidak boleh menyiarkan berita bohong dan berita yang menyebabkan konflik antar golongan atau agama.
Hal seperti ini ditujukan agar menjaga rasa kepercayaan publik terhadap seluruh pihak dalam pers yang menyebarkan berita.
Apa Kata Peneliti dan Akademisi di Bidang Jurnalisme dan Media?
Melalui channel YouTube Siberkreasi dengan judul "Judul berita clicbait, bolehkah langsung diklik? ft. Olivia Lewi Pramesti, S.Sos., M.A." melakukan ngobrol-ngobrol bersama Olivia Lewi Pramesti selaku
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyarakarta, peneliti dan akademisi di bidang jurnalisme dan media, anggota komunitas Jaringan Pegiat Literasi Digital, dan juga merupakan bagian dari aliansi jurnalis independen bersama media kediripedia.com.
Beliau melihat fenomena ini merupakan fenomena yang sebenarnya sudah pernah terjadi di Indonesia pada media cetak dengan nama koran kuning.
Koran kuning ini memiliki judul dan isi berita yang mengarah vulgar, melebih-lebihkan, dan terdapat unsur sadis. Hal ini bisa dilihat melalui penelitian yang
dilakukan oleh Awaluddin Yusuf (dalam Rahmitasari, 2013) yang meneliti headline pada 4 surat kabar yang ada di Jakarta, Yogyakarta, dan Jawa Tengah, yaitu Pos Kota, Lampu Merah, Merapi, dan Meteor.