Mohon tunggu...
Christian Oswald Mangatur
Christian Oswald Mangatur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Electrical Engineering Student At Udayana University and Renewable Energy Enthusiast

Belajar menulis seputar energi baru terbarukan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

G20, Apakah Membawa Titik Terang bagi Transisi Energi di Indonesia?

19 Februari 2022   09:00 Diperbarui: 19 Februari 2022   21:01 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyaknya jumlah penduduk di Indonesia mendorong permintaan energi yang semakin besar. Sayangnya, energi fosil yang kurang ramah lingkungan dan tidak terbarukan masih menjadi pemain utama dalam pemenuhan energi di Indonesia. Untuk mencegah dampak buruk yang berkelanjutan, urgensi terhadap energi bersih harus terus digaungkan.

Penggunaan energi fosil berkaitan dengan perubahan iklim. Melihat hal tersebut Indonesia melakukan ratifikasi Paris Agreement sebagai komitmen global untuk mencegah perubahan iklim. 

Dalam perjanjian tersebut, Indonesia bersama negara-negara lainnya sepakat untuk menjaga kenaikan suhu bumi agar tidak melebihi 2 derajat celcius dan menjaganya tetap dibawah 1,5 derajat celcius. Meninggalkan ketergantungan terhadap fosil menjadi langkah untuk mencegah terjadinya perubahan iklim.

Bicara mengenai transisi energi, tentu tidak bisa lepas dari pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sebagai sumber energi yang rendah karbon dan juga berkelanjutan, EBT menjadi alternatif yang mampu menggantikan energi fosil. 

Pemerintah sendiri telah mengambil langkah awal untuk mengurangi penggunaan energi fosil melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang ditulis dalam PP No 79 Tahun 2014. 

Dalam KEN, diharapkan pengembangan energi di Indonesia memiliki bauran energi yang optimal dengan menargetkan bauran EBT minimal sebesar 23% pada tahun 2025.

Berdasarkan laporan Capaian Kinerja Subsektor EBTKE pada tahun 2021, bauran EBT baru mencapai 11,5%. Kenaikan yang hanya mencapai 0,3% dari tahun 2020 menunjukkan adanya kelambatan dalam transisi energi saat ini. 

Tak hanya karena pembangunan pembangkit listrik energi fosil yang juga meningkat, investasi di subsektor EBTKE yang masih rendah pun juga menjadi penyebabnya. Pada tahun 2021 investasi pada subsektor EBTKE hanya mencapai 1,51 Miliar USD dari target sebesar 2,04 Miliar USD.

Tidak bisa dipungkiri, biaya investasi dan teknologi menjadi salah satu pemegang suksesnya transisi energi di Indonesia. Beralih dari energi fosil yang penggunaannya masif menjadi sumber energi yang lebih bersih memerlukan biaya yang tidak sedikit. Minat investasi EBT yang masih rendah salah satunya karena belum adanya peraturan yang menjamin investasi di bidang EBT.

Forum G20 pada tahun 2022 menjadi angin segar bagi Indonesia. Hadirnya suatu forum kerjasama multilateral yang menghimpun 19 negara dan satu organisasi regional, menjadi suatu peluang terciptanya kerjasama yang menguntungkan. Pada G20 kali ini, Indonesia menjadi negara berkembang pertama yang memegang tugas presidensi.

Sebagai Presidensi G20, langkah yang diambil Indonesia sudah cukup baik dengan mengangkat isu transisi energi yang berkelanjutan menjadi prioritas. Adapun pada isu transisi energi akan membahas tiga hal, yaitu aksesibilitas, teknologi, dan juga investasi. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Peluncuran Transisi Energi G20 berharap agar pembahasan transisi energi mendapatkan hasil yang dapat memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan.

Perlu diketahui isu transisi energi telah menjadi isu global yang tidak bisa dihindarkan. Sebagai kontributor atas 81% emisi karbon dari sektor energi, pembahasan transisi energi yang dilakukan negara-negara anggota G20 akan membawa dampak terhadap transisi energi global. 

Momentum G20 dapat menjadi suatu kesempatan untuk meningkatkan kerjasama global dengan anggota G20 lainnya untuk mempercepat transisi energi yang bersifat inklusivitas.

Indonesia memiliki beberapa strategi diplomasi energi dalam G20, diantaranya upaya untuk menjembatani antara negara maju dengan negara berkembang, tampil percaya diri dan lead by example serta fokus terhadap hasil-hasil akhir yang konkret. 

Memegang Presidensi, Indonesia harus mampu menjadi contoh bagi negara-negara lainnya dalam upaya transisi energi dan menarik minat negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang dalam transisi energi.

Yudo Dwinanda selaku Staf Ahli Menteri ESDM mengatakan bahwa dalam presidensi G20, pemerintah akan mengenalkan peta jalan Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat yang tertuang dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN). 

Peningkatan target bauran EBT dan rencana pemensiunan PLTU menjadi poin penting dari GSEN. Langkah serius yang diambil oleh Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara lain dan juga dapat menarik minat investasi di Indonesia.

Berdasarkan data terkini Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi EBT sekitar 648,3 GW. Potensi tersebut meliputi energi surya, air, bioenergi, bayu, panas bumi, samudera, dan juga nuklir. Namun besarnya potensi tersebut tidak sebanding dengan pemanfaatannya yang baru mencapai sekitar 11 GW.

Melimpahnya potensi yang belum termanfaatkan sangat membuka peluang investasi EBT di Indonesia. Khususnya investasi EBT disisi ketenagalistrikan. 

Tidak hanya itu, permintaan listrik yang terus didorong oleh pemerintah melalui pemanfaatan kendaraan listrik dan kompor listrik juga memperkuat peluang bisnis tersebut.

Momentum G20 dapat menjadi titik terang bagi transisi energi global, tak terkecuali bagi Indonesia. Dengan didorongnya transisi energi yang bersifat inklusivitas, negara-negara berkembang dapat mempercepat transisi energi dengan bantuan negara-negara maju. 

Tentunya sebagai pemegang tugas Presidensi G20, Indonesia harus aktif memastikan agar pembahasan memperoleh hasil kerjasama yang konkret seperti bantuan investasi, hibah, ataupun transfer teknologi.

Sebagai upaya transisi energi, Indonesia harus memanfaatkan ajang G20 secara maksimal. Rencana, komitmen, dan potensi mengenai energi baru terbarukan yang Indonesia miliki harus disuarakan dengan percaya diri. 

Dengan terjalinnya kerjasama dengan negara-negara maju, transisi energi di Indonesia pun dapat dipercepat. Namun, Indonesia tidak boleh hanya bergantung pada kerjasama global saja, peraturan-peraturan yang mendorong investasi EBT di dalam Negeri harus segera direalisasikan. Mari kita dukung segala upaya percepatan transisi energi di Indonesia dan jadikanlah transisi energi sebagai sebuah peluang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun