"Hujan lagi hujan lagi. Gua takut banjir aja nih. Jakarta kan tiap 5 tahunan banjir."
Dinda mencoba membuka obrolan di tengah acara makan siangnya dengan Andi dan Anto.
"Bukannya tiap hujan gede juga jakarta banjir ya? Gausah nunggu 5 tahun kali."
Celetukan Andi disambut dengan tawa mereka bertiga.
"By the way, gua kemaren uda nyobain restoran baru di samping kantor kita. Enak-enak menunya. Kita juga bisa bereksperimen loh bikin menu sendiri asal bahannya ada di daftar bahan yang mereka punya. Harganya juga ga gitu mahal kok. Besok makan siang di sana mau ga?"
Kali ini giliran Anto yang asik menceritakan pengalamannya mengunjungi restoran sebelah kantornya. Merekapun sepakat untuk makan di restoran itu besok siang.
Seminggu kemudian, seperti biasa, Andi, Anto, dan Dinda kembali makan bersama.
"To, gua kan ceritain tentang restoran sebelah ke ade gua. Trus taunya dia ceritain lagi ke temen-temen kuliahnya. Temen-temen kuliahnya cerita lagi ke kenalan-kenalannya yang laen. Wah, pada tertarik gitu denger cerita tentang restoran yang bisa bikin menu custom."
Andi yang semangat untuk mulai pembicaraan kali ini.
"Wah, iya gua juga sama. Tapi gua cerita ke suami gua. Kita nyoba ke sana juga bareng. Dia langsung cerita ama temen-temen kantornya. Katanya sih temen-temennya tertarik banget buat nyoba, ya salah satu alesan utamanya karena bisa custom menus itu sih."
Dinda juga punya cerita yang mirip dengan Andi ternyata. Anto senyum-senyum terlihat bangga karena rekomendasinya sepertinya disukai banyak orang. Bahkan yang dia belum kenal.
"Eh, tapi zaman sekarang itu, kayaknya emang word of mouth marketing tuh ampuh banget ya. Makin banyak brand yang pake strategi marketing ini loh." Dinda mencoba membahas fenomena yang mereka alami.
"World of mouth? Dunia mulut? Apa sih itu?" Andi ternyata belum ngerti apa itu word of mouth.
"Gini Ndi, pertama, namanya itu word of mouth, bukan world of mouth. Hahaha. Word of mouth marketing itu simpelnya adalah yang lu berdua lakukan itu. Jadi promosi suatu produk dari mulut ke mulut lewat konsumen yang uda nyoba." Anto berusaha menjelaskan ke Andi.
"Iya Ndi, gitu maksudnya. Sekarang ini kan informasi berlimpah ruah dimana-mana. Ternyata, hal itu bisa membuat orang jadi males juga untuk memilah-milah mana info dari iklan yang kita perlu dan percaya. Nah, kalau dari obrol-obrolan gitu kan kita bisa langsung dapet info yang kita mau aja. Prinsipnya itu "membuat orang ngomongin produk lo secara positif sesering mungkin ke orang-orang yang tepat"." Dinda menambahkan keterangan Anto.
"Nah, untuk menjalankan strategi itu, produk harus punya sesuatu yang jadi bahan omongan. Oya, cerita itu harus penting buat calon pembelinya. Jadi kalau segmen pembelinya luas, mungkin diperlukan beberapa cerita buat dijadiin sumber word of mouth itu." Anto kembali memberikan penjelasan.
"Gua liat sekarang banyak produk yang pake strategi itu. Inget es krim Magnum ga? Nah, menurut gua, Magnum itu pake strategi itu juga. Inget ga cerita bahwa Magnum itu jarang banget di toko-toko. Jadi kalau bisa dapet Magnum kesannya keren banget. Cerita itu beredar di social media kayak facebook ama twitter. Sekarang itu, word of mouth marketing itu 2,5 kali lebih efektif dari strategi marketing yang tradisional loh." Lagi-lagi Dinda mencoba membantu Anto.
"Oh, gitu ya? Wah, gua baru ngeh itu strategi marketing yang lagi tren ya. Emang apa aja sih keuntungan kalau produsen pakai strategi itu?" Andi tampak tertarik dengan diskusi ini.
"Banyaklah Ndi keuntungannya. Seperti yang gua bilang tadi, setiap hari itu, lu bisa liat atau dengar iklan beribu-ribu kan, dari tv, majalah, koran, radio, billboard, dll. Dari sekian ribu iklan yang lu liat atau dengar, berapa banyak yang memperbesar niat lu buat nyoba produk yang diiklankan? Bandingin sama kalau misalnya Anto cerita tentang restoran itu. Mana yang lebih mungkin bikin lu dateng ke restoran itu? Rekomendasi orang yang kita kenal dan percaya akan lebih memicu kita untuk mencoba produk itu dibanding iklan." Dinda mencoba menjawab Andi. Andipun hanya mengangguk-angguk.
"Terus, word of mouth ini kecepatannya jauh lebih cepat dibanding cara-cara marketing tradisional. Apalagi sekarang uda ada yang namanya social media, internet di hp menjadi barang awam, jadi misalnya kita lagi di restoran lagi makan, kita bisa langsung ngetwit tentang makanannya. Bahkan mungkin lengkap dengan foto-fotonya kan?" Dinda lanjut menjelaskan sambil mengambil kentang goreng makan siangnya.
"Keuntungan lainnya, dengan word of mouth ini bisa membuat konsumen kita merasa lebih aman untuk mencoba suatu produk. Dari word of mouth yang konsumen dapatkan, berarti konsumen bisa tahu juga apakah produk tersebut cocok untuk dirinya berdasarkan pengalaman orang lain yang sudah mencobanya dan dapat dipercaya. Terakhir, pastinya strategi marketing ini relatif lebih murah dibanding kita harus membuat iklan yang banyak untuk menarik perhatian orang banyak. Dengan word of mouth, kita cukup menciptakan beberapa cerita, dan sebarkan. Sisanya, cerita tentang produk itu akan menyebar secara otomatis. Cukup menyenangkan memang." Dinda menjelaskan seperti seorang ahli.
"Lu kok tau banget tentang ini si Din?" Andipun penasaran.
"Gua sempet baca buku-buku tentang itu waktu kuliah. Dan gua tertarik buat pakai itu untuk usaha pribadi gua yang akan segera launching sih. hehehe." Dinda menjelaskan alasannya.
"Wow! Usaha apa Din?" Anto ingin segera tahu.
"Usaha sepatu lukis Di. Gua lagi siapin strategi-strategi marketingnya biar menguntungkan sih. Nah, salah satu strategi yang gua mungkin akan pakai ya word of mouth itu. Hehe." Dinda menjelaskan.
Di tengah pembicaraan mereka, datanglah teman mereka yang lain, Tina, dan langsung nyeletuk.
"Eh, tau ga? Kalau belanja di butik di mall Kelapa Gading, kita bisa dapet bonus macem-macem loh. Trus katanya, tokonya juga keren banget loh. Oya, Krisdayanti, Syahrini, Ayu Ting-Ting pada belanja di sana juga loh."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H