Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengais Sisa Mimpi

18 Oktober 2012   11:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:42 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rumah hantu. Kumaklumi sebutan ayah dan mungkin juga semua orang di komplek ini. Karena rumah yang usai kubeli ini hanya menampilkan sepi. Tanaman liar merambat pada dinding-dindingnya yang kusam. Penuh debu, redup, kelam dengan bayangan-bayangan yang seolah menggemakan jeritan-jeritan kesunyian. Ah, seperti suara kematian.

Terutama, di teras ini. Noda hitam yang menggumpal itu masih samar kulihat, meski tersaput debu-debu pekat. Itu bekas tumpahan darah. Itu darah Mas Tandi, kakak Mayang yang dulu, pada ulu hatinya kuhujamkan pisau dapur.

Masih nanar aku mengingat. Lekat. Malam itu, aku dan Mayang  tengah bercengkerama berdua, menikmati manisnya buah mangga yang kami petik dari pohon yang kini begitu liar dan lebat daunnya. Lalu keriangan itu terusik dengan datangnya Mas Tandi yang mulutnya menyeruakkan aroma minuman keras.

Aku tahu, kakak beradik itu seringkali bertengkar mulut. Namun kali itu sungguh tak terkendali. Mas Tandi begitu kalap, kepal tangannya berulang kali mendarat keras di wajah kekasihku. Dan cengkeram jarinya yang kasar sepenuh tenaga mencekik leher Mayang hingga matanya membelalak. Aku pun kalap, lelaki yang selalu menjadi duri hubungan kami ini, harus meregang nyawa saat pisau itu kubenamkan keras di ulu hatinya. Kuakui,..aku bersalah. Saat itu aku memang menghentikannya dengan cara itu. Membunuhnya.

Berat sekali hempas nafasku mengenang itu. Kunci yang kubawa sangat sulit melawan karat saat akhirnya pintu itu terbuka. Derit yang terdengar begitu menyayat, layaknya tangis bayi yang begitu haus karena keringnya air susu sang ibu. Debu dan pengap menyeruak. Untaian tali temali yang teranyam, hasil karya para laba-laba menggelayut pada tiap sudutnya. Suara langkahku begitu gemerisik menapak lantai yang kumuh, juga bersentuhan dengan remah-remah puing perkakas yang tertinggal disana.

Ruang tamu, lorong tengah, dapur, dan setiap ruang yang dulu sempat akrab dalam kenangan, kutelusuri. Sejengkal demi sejengkal. Senyum manis itu masih samar tertinggal, pada tiap depa yang kini lengang.

Dan pada ruang ini, kamar Mayang yang dahulu tak pernah kumasuki, membuatku sekian lama tenggelam dalam kehampaan. Mimpi buruk itu sudah lama terjadi, dan kini aku hanya mencoba mengais sisa-sisa kepingan yang begitu lelah untuk melupakan.

Lemari mungil itu. Ah, apakah mereka begitu terburu-buru? Sehingga terlupa dan ditinggalkan? Ataukah Mayang memang sengaja menungguku di sana, keluar dari pintunya lalu menyambutku dengan pelukan? Oh,...jangan,..aku memang terjerembab dalam kerinduan, namun khayalku tak boleh mendekati sebuah kegilaan.

Sedikit bergetar tanganku membuka pintu mungilnya,..hm, tentu saja Mayang tak ada di sana. Hanya,..sebuah buku ungu yang tertinggal. Catatan harian. Mayang terlupa membawanya? Atau? Ah,..percik asa di dadaku sedikit menyala. Mayang sengaja meninggalkannya,..untukku?

Tak sabar kutepiskan debu yang membungkusnya. Lembar demi lembar kubaca. Kubiarkan aku tenggelam dalam senyum bangga, karena di antara catatan risaunya, tentang keluarganya yang terbeban dengan kakaknya yang selalu bermasalah, dituliskannya juga tentang rasa bahagia akan kisah kasih kami berdua.

Hingga lembar terakhirnya,..menjadikanku sedikit tersajikan sebuah celah pias, samar jawaban terhadap letihku menapaki bias-bias masa lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun