“ Eng..Enggaaak,...nggak nakal..”
“ Terus? Kenapa dia nangis..?”
“ Emm..., Nia nggak mau Isang pindah,...Nia pengin ikut,..tapi nggak boleh sama Isang..”
Agak terbengong kami mengetahui itu. Bagaimanapun juga, kami pernah menjadi seperti mereka. Pasti begitu sulit saat harus kehilangan teman sepermainan yang disayanginya. Apalagi untuk Nania. Sedikit banyak kami tahu,...gadis mungil nan manis ini bukan hanya merasa ditinggalkan oleh Risang nanti,..tapi juga keluarga ini.
Bukannya hendak membanggakan diri,..namun kurasa, memang inilah yang terjadi. Nania setiap hari menemukan keceriaannya di rumah ini,..ada Risang,..ada papa..dan ada mama. Tentu berbeda dengan yang sehari-hari dia rasakan di rumahnya. Ia hanya tinggal dengan Opa dan Omanya yang telah menua. Papa dan Mamanya?..., tak tahu pasti, tak pernah kami berusaha mengoreknya lebih jauh,..hanya sedikit yang kami tahu, mereka telah lama berpisah.
Penasaran, kami pun beranjak ke ruang depan. Dan,..memang seperti itu lah cara Nania menangis,..tanpa raungan, tanpa suara seperti layaknya bocah lain. Hanya isakan-isakan kecil dan linangan air mata. Namun, justru tangisan seperti ini lah yang membuat kami menjadi larut di dalamnya. Apalagi sekarang,..dia duduk bersimpuh tanpa gairah, tubuh mungil dan kepalanya bersandar pasrah pada tepian jendela kaca. Di sela isak dan tangis, tatap matanya nampak redup menerawang, jemari mungilnya bergerak perlahan mengikuti alur-alur air yang tercipta dari hempasan hujan.
Namun terus terang, aku memilih untuk tak melanjutkan langkah. Sulit kalau harus merancang apa kata yang akan kupakai untuk menghiburnya. Kubiarkan istriku yang mendekatinya,..berharap dia lebih mengerti apa yang ada dalam hati si kecil Nania,..gadis mungil yang kurasa harus tertatih menjalani hidup yang tak selalu memberikan tawa. Entah, apa yang diucapkan istriku padanya,..aku kira dia pun kesulitan mencarinya, apalagi, selintas tadi pada matanya sendiri sedikit ada membasah. Tapi yang jelas,..istriku begitu lama memeluknya dan Nania tampak lebih deras guncangan isaknya.
“ Pa,..kasihan Nia,..ya..”
“ Hm,..iya, sayang. Tapi, dia nggak papa kok,..”
“ Kalau kita pindah,..Nia main sama siapa..?”
“ Dengan siapa saja,...pasti nanti bisa..”