Sumber : koransulindo.com
Kondisi ini tentu saja menjadi sebuah ketakutan tersendiri bagi dunia Internasional karena perang saudara Myanmar kemungkinan akan terjadi di depan mata apabila negosiasi dan kesepakatan antara piihak demonstran dengan Junta Militer menemui kebuntuan yang mengakibatkan kekacauan tambah parah.
MYANMAR MENJELMA MENJADI “THE NEXT SYRIA & LIBYA” ?
Myanmar kini dihadapkan dengan perang saudara yang berakibat pada kekacauan dan kehancuran sistem negara mulai dari ekonomi, politik, dan keamanan nasional. Berbicara tentang hal tersebut, Libya dan Suriah adalah 2 contoh paling nyata yang terjadi saat ini. Awalnya kedua negara Timur Tengah ini adalah dua negara yang makmur, aman, kaya akan kandungan minyak bumi yang melimpah dan situasi yang kondusif kendati kedua negara tersebut menerapkan sistem kediktatoran. Layaknya Myanmar, demonstrasi besar-besaran untuk menentang sistem pemerintahan otoriter mulai terjadi pada tahun 2011 yang kelak terkenal dengan istilah Arab Spring dimana puluhan hingga ratusan ribu warga sipil dari kedua negara turun ke jalanan.
Pemimpin dari kedua negara tersebut pada akhirnya memberikan perintah kepada aparat militer dan kepolisian untuk menangkap dan menembaki pihak demonstran tersebut dengan peluru tajam yang mengakibatkan ribuan demonstran dan warga sipil lainya tewas. Mirip dengan apa yang terjadi di Myanmar, ribuan aparat militer dan kepolisian yang tidak setuju dengan kebijakan dan perintah dari pemimpin mereka kemudian memutuskan untuk melakukan desersi dan membelot ke pihak demonstran. Hasilnya adalah perang saudara berkepanjangan nan berdarah segera berkecamuk di kedua negara tersebut dimana pihak demonstran yang dibantu oleh aparat militer dan kepolisian yang desersi melawan pihak pemerintah saat itu.
Hasilnya adalah kedua negara tersebut mengalami kehancuran total dengan banyaknya korban jiwa dan kelumpuhan ekonomi serta sosial. Libya yang dimana sang pemimpin otoriter Moammar Khaddafi berhasil dibunuh oleh pihak demonstran kini tak ada ubahnya sebagai negara gagal kendati negara tersebut diberikan jaminan sistem pemerintahan demokrasi oleh Amerika Serikat, hasilnya adalah Libya kini terpecah menjadi 4 fraksi militan yang saling berperang satu sama lain. Kondisi di Suriah juga sama tragisnya, bukan hanya jutaan warga sipil tak berdosa yang harus kehilangan nyawanya ataupun kota-kota yang hancur. Suriah kini menjelma menjadi “Perang Korea” jilid kedua dimana dua kubu yaitu kubu “barat” yang terdiri dari Amerika Serikat, Israel, Prancis, dan Turki berpihak kepada pihak pemberontak yang melawan rezim pemerintahan Bashar Al Assad. Sedangkan kubu “Timur” yang terdiri dari Rusia, China, dan Iran berpihak kepada rezim pemerintahan Bashar Al Assad untuk meredam pihak pemberontak.
AMERIKA SIAP MENGINTERVENSI MYANMAR ?
Sumber : tirto.id
Kudeta Militer yang terjadi di Myanmar telah menimbulkan kecaman dari dunia Internasional termasuk Amerika Serikat. Bahkan Joe Biden mengancam akan memberikan embargo dan sanksi terhadap Myanmar apabila masalah di Myanmar tidak kunjung usai. Terlebih Amerika Serikat yang selama ini menyunjung tinggi “Demokrasi” pasti akan membela habis-habisan Aung San Suu Kyi yang disingkirkan oleh Junta Militer. Amerika Serikat memang sudah banyak melakukan intervensi terhadap negara-negara yang dianggap bermasalah dalam hal penegakan demokrasi termasuk Libya dan Suriah. Oleh karena itu akan menjadi suatu hal yang mungkin akan cukup dipertimbangkan apabila Amerika Serikat akan melakukan intervensi terhadap negeri Myanmar.