Mohon tunggu...
Christopher lesmana
Christopher lesmana Mohon Tunggu... Atlet - Blogger

Christopherlesmana97@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Myanmar Mulai Menjelma Menjadi "The Next Syria & Libya?"

2 April 2021   20:22 Diperbarui: 2 April 2021   20:55 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Myanmar diambang Perang Saudara | Sumber : voanews.com

                                           Apa yang terjadi dengan Myanmar saat ini tentu saja menjadi keprihatinan tersendiri bagi dunia Internasional. Setelah sempat menikmati angin segar demokrasi selama 10 tahun lamanya, demokrasi Myanmar seolah kembali ke titik terendah setelah kudeta militer yang terjadi pada tanggal 1 Februari 2021 dan dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing berhasil merebut kekuasaan serta melakukan pembersihan dan penangkapan besar-besaran terhadap ratusan pejabat pemerintahan Myanmar termasuk sang Presiden Win Myint dan juga Aung San Suu Kyi, aktivis wanita demokrasi Myanmar yang telah berjuang selama puluhan tahun lamanya. 

Di tengah hantaman Pandemi Covid-19 serta permasalahan isu Rohingya yang tidak kunjung usai. Perebutan kekuasaan melalui kudeta militer seolah membangkitkan kembali memori dan mimpi buruk bagi rakyat Myanmar yang selama 39 tahun lamanya pernah hidup dalam cengkraman kediktatoran dan tangan besi Junta Militer yang terkenal sangat ganas dalam membasmi lawan politik serta membungkam hak kebebasan dan bersuara rakyat Myanmar. 

Oleh karena itu, ketika militer kembali merebut kekuasaanya, puluhan ribu rakyat Myanmar langsung turun ke jalanan di ibukota Yangoon dan juga kota-kota Myanmar lainya untuk melakukan demonstrasi yang menuntut agar Junta Militer segera turun dari kekuasaan yang direbutnya serta menuntut pembebasan terhadap Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint. Sayangnya, aksi demonstrasi tersebut harus dibalas dengan kekerasan dan pembunuhan oleh aparat kepolisian yang mendapatkan perintah dari pihak militer untuk melepaskan tembakan peluru tajam ke pihak demonstran. Akibatnya adalah sebanyak 320 demonstran harus kehilangan nyawanya hingga saat ini. 

  Meski demikian, banyak sekali aparat kepolisian yang memilih untuk melakukan desersi dan membelot ke pihak demonstran ketimbang menembaki para demonstran dengan peluru tajam yang mereka punya. Tercatat sebanyak 600 personel kepolisian memilih untuk membelot ke pihak demonstran untuk bersama-sama melawan kekejaman pihak Junta Militer Myanmar. Selain itu ratusan lainya memilih untuk kabur ke negeri tetangga India.

                                        

images-17-6067170ad541df0d8e24df82.jpeg
images-17-6067170ad541df0d8e24df82.jpeg
                     Kekacauan Besar di Yangon

                         Sumber : BBC.com

   Kudeta militer Myanmar bukan hanya menimbulkan banyaknya korban tewas dan terluka, tetapi juga menimbulkan kekacauan ekonomi, sosial, dan kesehatan. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi setiap hari mengakibatkan kelumpuhan di sektor ekonomi dan perbankan yang berimbas pada kenaikan harga barang dan kelangkaan barang pokok, anjloknya saham serta nilai mata uang Myanmar, kerusuhan dan pengrusakan terhadap fasilitas negara hingga yang terparah adalah terbengkalainya dan kacaunya pelayanan tenaga medis dan Rumah Sakit dalam menangani pandemi Covid-19. Selain itu, kekacauan dan kekerasan dalam negeri Myanmar juga mengakibatkan ribuan warga mengungsi ke negeri tetangga India. 

DI AMBANG PERANG SAUDARA YANG BESAR 

                                             

images-16-60671624d541df5cc1240172.jpeg
images-16-60671624d541df5cc1240172.jpeg
                        Perlawanan Semakin Deras

                                Sumber : cfr.org

  Perlawanan yang dilakukan rakyat Myanmar bukan hanya dilakukan melalui cara demonstrasi atau orasi besar-besaran dengan turun ke jalanan. Akan tetapi, kini rakyat Myanmar juga siap melawan dengan menggunakan senjata api. Tercatat ratusan hingga ribuan warga sipil Myanmar yang mengungsi dan menyelamatkan diri ke hutan serta pedesaan menyiapkan diri mereka dengan cara berlatih menembakan senjata api, membuat bahan peledak hingga melatih diri mereka untuk taktik gerilya. Semua bantuan persenjataan api tersebut umumnya diraih dari aparat kepolisian ataupun oknum militer Myanmar yang membelot ke pihak demonstran, selain itu tentara Arakan etnis minoritas Buddha dan tentara pembebasan Rohingya juga siap bersatu dengan pihak demonstran, aparat kepolisian yang membelot hingga pejuang lainya untuk bertempur melawan Junta Militer Myanmar. 

                   

images-18-606719948ede4857d754e5c2.jpeg
images-18-606719948ede4857d754e5c2.jpeg
        Tentara Arakhan siap melawan Pemerintah

                        Sumber : koransulindo.com

      Kondisi ini tentu saja menjadi sebuah ketakutan tersendiri bagi dunia Internasional karena perang saudara Myanmar kemungkinan akan terjadi di depan mata apabila negosiasi dan kesepakatan antara piihak demonstran dengan Junta Militer menemui kebuntuan yang mengakibatkan kekacauan tambah parah. 

MYANMAR MENJELMA MENJADI “THE NEXT SYRIA & LIBYA” ?

   Myanmar kini dihadapkan dengan  perang saudara yang berakibat pada kekacauan dan kehancuran sistem negara mulai dari ekonomi, politik, dan keamanan nasional. Berbicara tentang hal tersebut, Libya dan Suriah adalah 2 contoh paling nyata yang terjadi saat ini. Awalnya kedua negara Timur Tengah ini adalah dua negara yang makmur, aman, kaya akan kandungan minyak bumi yang melimpah dan situasi yang kondusif kendati kedua negara tersebut menerapkan sistem kediktatoran. Layaknya Myanmar, demonstrasi besar-besaran untuk menentang sistem pemerintahan otoriter mulai terjadi pada tahun 2011 yang kelak terkenal dengan istilah Arab Spring dimana puluhan hingga ratusan ribu warga sipil dari kedua negara turun ke jalanan.

 Pemimpin dari kedua negara tersebut pada akhirnya memberikan perintah kepada aparat militer dan kepolisian untuk menangkap dan menembaki pihak demonstran tersebut dengan peluru tajam yang mengakibatkan ribuan demonstran dan warga sipil lainya tewas. Mirip dengan apa yang terjadi di Myanmar, ribuan aparat militer dan kepolisian yang tidak setuju dengan kebijakan dan perintah dari pemimpin mereka kemudian memutuskan untuk melakukan desersi dan membelot ke pihak demonstran. Hasilnya adalah perang saudara berkepanjangan nan berdarah segera berkecamuk di kedua negara tersebut dimana pihak demonstran yang dibantu oleh aparat militer dan kepolisian yang desersi melawan pihak pemerintah saat itu. 

  Hasilnya adalah kedua negara tersebut mengalami kehancuran total dengan banyaknya korban jiwa dan kelumpuhan ekonomi serta sosial. Libya yang dimana sang pemimpin otoriter Moammar Khaddafi berhasil dibunuh oleh pihak demonstran kini tak ada ubahnya sebagai negara gagal kendati negara tersebut diberikan jaminan sistem pemerintahan demokrasi oleh Amerika Serikat, hasilnya adalah Libya kini terpecah menjadi 4 fraksi militan yang saling berperang satu sama lain. Kondisi di Suriah juga sama tragisnya, bukan hanya jutaan warga sipil tak berdosa yang harus kehilangan nyawanya ataupun kota-kota yang hancur. Suriah kini menjelma menjadi “Perang Korea” jilid kedua dimana dua kubu yaitu kubu “barat” yang terdiri dari Amerika Serikat, Israel, Prancis, dan Turki berpihak kepada pihak pemberontak yang melawan rezim pemerintahan Bashar Al Assad. Sedangkan kubu “Timur” yang terdiri dari Rusia, China, dan Iran berpihak kepada rezim pemerintahan Bashar Al Assad untuk meredam pihak pemberontak.  

AMERIKA SIAP MENGINTERVENSI MYANMAR ?

                                        

images-19-60671a448ede48756b033593.jpeg
images-19-60671a448ede48756b033593.jpeg
            Joe Biden Menentang Kudeta Myanmar

                          Sumber : tirto.id

    Kudeta Militer yang terjadi di Myanmar telah menimbulkan kecaman dari dunia Internasional termasuk Amerika Serikat. Bahkan Joe Biden mengancam akan memberikan embargo dan sanksi terhadap Myanmar apabila masalah di Myanmar tidak kunjung usai. Terlebih Amerika Serikat yang selama ini menyunjung tinggi “Demokrasi” pasti akan membela habis-habisan Aung San Suu Kyi yang disingkirkan oleh Junta Militer. Amerika Serikat memang sudah banyak melakukan intervensi terhadap negara-negara yang dianggap bermasalah dalam hal penegakan demokrasi termasuk Libya dan Suriah. Oleh karena itu akan menjadi suatu hal yang mungkin akan cukup dipertimbangkan apabila Amerika Serikat akan melakukan intervensi terhadap negeri Myanmar. 

    Terlebih Myanmar memiliki hubungan yang erat dengan China yang selama ini merupakan rival abadi Amerika Serikat. Bahkan China menghalangi dan mempersulit langkah PBB untuk melakukan intervensi dan penyidikan terhadap apa yang terjadi di Myanmar yang tentu saja memancing amarah dari Joe Biden. Untuk melakukan intervensi di Myanmar juga mungkin cukup bisa dilakukan oleh Amerika Serikat mengingat mereka memiliki pangkalan militer di Filipina yang dimana mereka bisa mengerahkan prajurit mereka ke Myanmar hanya dalam beberapa hari saja. 

  Tentu saja ini akan menjadi suatu bayangan yang cukup mengerikan akan nasib Myanmar kedepanya apakah mereka akan bernasib seperti Libya dan Suriah atau mereka bisa mampu menyelesaikan permasalahan di dalam negeri mereka tanpa harus mengorbankan ribuan nyawa lagi. 

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun