Jokowi mengenakan baju ada Suku Baduy Luar saat menghadiri Sidang Umum MPR RI jelang peringatan Kemerdekaan lalu? Adalah sebuah ketidaklaziman, sebab biasanya Presiden memakai baju jas berdasi lengkap saat menghadiri acara tersebut. Tentu ada pesan mendalam pada laku Jokowi mengenakan pakaian adat tersebut, di luar soal kontroversinya.
Masih ingat, PresidenPesan paling kuat yang bisa ditangkap adalah pengakuan kuat oleh pemimpin negara atas sebuah entitas suku Baduy beserta seluruh perangkat budayanya. Masyarakat baduy memang dikenal dengan ketertutupan dan ke-statisannya, namun di sisi lain memiliki sistem kuat dalam tata pengetahuan dan budayanya mengenai kelestarian lingkungan hidup.
Berawal dari undangan sebuah komunitas amal untuk mengikuti acara serah terima sebuah rumah ibadah yang dibangun tidak jauh dari lokasi permukiman Baduy Luar, saya akhirnya berkesempatan mengunjungi suku yang mendapat atensi langsung dari Jokowi melalui pakaiannya tersebut. Ahad, 19 September 2021 saya berkesempatan mengunjungi kembali perkampungan masyarakat Baduy Luar yang terletak di Desa Kanekes, Lauwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Saya berkesempatan berkunjung bersama anak-anak dan istri.
Normalnya perjalanan Jakarta-Baduy ditempuh antara 3-4 jam, tetapi hari itu kami jalan santai. Perjalanan lebih dari 5 jam dari Jakarta dengan membawa anak berusia 1,3 tahun menjadi tantangan tersendiri buat kami. Teorinya sich 3-4 jam sampai, tetapi demi mengatur ritme dan mood anak-anak di jalan, kami musti sering-sering mampir di jalan untuk beli makanan atau sekedar mampir toilet sehingga memakan waktu jauh lebih lama.
Perjalanan 'panjang' tersebut terbayar saat kami sampai di lokasi: suasana asli kehidupan masyarakat Baduy dengan kondisi alamnya yang masih asli membuat kami seakan 'escape' dari hiruk-pikuknya Ibukota. Karena Baduy Luar, masih banyak pengunjung dari datang. Oleh karena itu desanya juga disebut sebagai desa wisata.
Memandangi ekspresi wajah dan interaksi langsung dengan warga Baduy cukup untuk membuat kami merasa hormat atas keyakinan dan nilai-nilai yang mereka pegang. Wajah-wajah itu tampak penuh ketulusan, lugu, dan nisbi-ambisi. Berbeda sekali dengan wajah-wajah orang kota.
Â
Tentang Suku Baduy
Sebutan Baduy lebih merupakan sebutan oleh orang luar terhadap suku tersebut. Mungkin orang-orang di luar Baduy, yang mayoritas Muslim mengidentikan suku asli tersebut dengan suku Baduy di tanah Arab pada zaman Nabi Muhammad dulu. Waktu itu, Nabi mengistilahkan suku-suku yang masih pedalaman disebut sebagai suku baduy. Termasuk Nabi sendiri, masa bayinya disusukan kepada seorang perempuan bernama Halimah dari suku Baduy, demi mendapatkan kemurnian nutrisi dan pendidikan usia dini.
Orang Baduy di Lebak sebenarnya tidak menyebut dirinya sebagai Baduy. Mereka lebih suka menyebutnya dirinya dengan sebutan urang Kanekes (orang dari desa Kanekes), sesuai dengan lokasi tempat mereka tinggal.
Suku Baduy terbagi menjadi dua bagian, Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam lebih tertutup dan masih benar-benar menjalankan tradisi tidak menggunakan perangkat modern seperti peralatan dari listrik, kendaraan bermotor dan sebagainya. Mereka hidup menyatu dengan alam. Biasanya disimbolkan dengan pakaian adat dominan warna putih yang mereka kenakan.
Sementara Baduy Luar lebih terbuka, mereka berinteraksi dengan dunia luar dan masih relatif fleksibel dengan penggunaan perangkat-perangkat modern. Berbeda dengan Baduy dalam yang pakaiannya serba putih, Baduy Luar dicirikan dengan pakaian serba hitam.
Kampung Baduy Luar Kanekes itulah yang menjadi kampung wisata. Mereka bahkan memanfaatkan kedatangan wisatawan tersebut untuk memperoleh keuntungan ekonomi dengan menjual souvenir khas Baduy untuk para pengunjung.
Agama orang Baduy sering disebut sebagai Sunda Wiwitan, yaitu keyakinan animisme yang sudah diwariskan sejak zaman Sunda pra-modern. Namun demikian agama Islam turut mewarnai system keyakinan dan budaya Baduy. Hal itu terlihat dari cara mereka memberikan nama-nama untuk anak-anaknya yang masih mengadopsi nama-nama Islam. Bagaimanapun masyarakat Lebak pada umumnya yang mengelilingi mereka mayoritas adalah Muslim, sehingga pasti turut mewarnai budaya suku Baduy.
Satu hal yang saya garis bawahi, masyarakat Baduy sangat peduli dengan kelestarian alam. Dalam memanfaatkan alam, masyarakat Baduy sangat memikirkan kelangsunganya. Mereka tak mau rakus mengekplotasi sumberdaya alam untuk kemakmuran sesaat. Mereka lebih suka mengambil secukupnya sesuai dengan kebutuhan dari pada mengambil berlebih.
Dengan alam yang subur dan hujan melimpah, pertanian mereka sebenarnya bisa panen dua atau beberapa kali dalam satu tahun, akan tetapi mereka lebih memilih panen satu kali dalam satu tahun supaya ada kesempatan bagi alam untuk recovery dan menghemat sumberdaya.
Kepada anak-anakku aku pesankan: "Belajarlah dari Suku Baduy! jika belum mampu menjaga alam yang luas, setidaknya jagalah lingkungan terdekat yang kita tempati." []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H