Mohon tunggu...
agusharyanto
agusharyanto Mohon Tunggu... Tentara - TNI AL

Nikmati Perjalanannya, Bukan Tujuannya... Enjoy the Journey, not The Destination... Enjoy the Process, not The Result...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Poros Maritim Dunia, Mohon Arahan Mr. Presiden!

18 April 2015   01:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:58 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada satu hal menarik yang membedakan Perwira Angkatan Darat dengan Perwira Angkatan Laut saat mereka meminta saran dan nasehat kepada atasan atau seniornya. Jika Perwira Darat lebih sering menggunakan kata 'Mohon Petunjuk', maka Perwira Laut lebih cenderung menggunakan kata 'Mohon Arahan". Entah mulai kapan hal tersebut ada dan apakah terjadi secara kebetulan atau tidak, rupanya kata 'petunjuk' dan 'arahan' jika dikaitkan dengan medan tugas masing-masing angkatan dan digothak, gathik, gathuk memang sepertinya memiliki makna simbolis dan filosofis tertentu sesuai dengan kata-kata yang diucapkan itu.

Kata 'petunjuk' dan 'arahan' dalam bahasa Inggris bisa memiliki satu arti yaitu 'direction', namun jika diteliti lebih dalam ternyata bisa beda makna. 'Petunjuk' lebih dimaknai sebagai suatu 'titik', 'point', atau 'clue', karena itu jari yang digunakan untuk menunjuk suatu titik disebut jari telunjuk. Sedangkan 'arahan/arah' lebih diartikan sebagai 'garis', 'haluan', 'course' atau 'guideline'. Meski sekilas berbeda, antara titik dan garis sebenarnya merupakan suatu bentuk yang saling berhubungan. Titik adalah awal dan akhir, dan garis adalah apa yang ada di antara dua titik itu yang isinya adalah gabungan dari titik-titik juga.

Sementara itu antara petunjuk dan arahan dengan daratan dan lautan juga memiliki keterkaitan meskipun antara daratan dan lautan adalah ruang alamiah di permukaan bumi yang keduanya memiliki karakteristik sangat jauh berbeda. Tanah daratan cenderung variatif, statis, penuh relief karena terdiri atas gunung, lembah, jurang, pohon, gunung, sungai dan benda-benda lain baik alami maupun buatan. Karena itulah di daratan perlu dibangun 'jalan' yang fungsinya untuk menjadi penghubung antara tempat yang satu dan lainnya. Hal tersebut tentu berbeda dengan alam laut yang bersifat homogen, datar, dinamis, relatif tidak banyak rintangan yang menghalangi pandangan serta sebagian besar permukaannya bisa dianggap sebagai 'jalan'.

Untuk mencapai suatu tujuan di darat, informasi tentang 'arah' relatif lebih mudah tersedia karena ada jalan untuk dijadikan panduan sehingga informasi yang dianggap lebih penting adalah petunjuk, spot, point, titik berupa tanda medan, pohon terkenal, persimpangan jalan, bangunan permanen, rambu-rambu dan lain sebagainya. Sementara itu jalanan tidak perlu dibangun di laut karena semua permukaan laut sudah berfungsi sebagai jalan. Saat berada di laut informasi tentang arah dianggap paling penting karena sudah ada petunjuk untuk dijadikan referensi navigasi misalnya benda langit (matahari, bulan, bintang dll), benda-benda daratan yang terlihat dari laut (ketinggian), markah-markah tertentu (mercu suar, buoy) dan lainnya.

Lalu apakah karena aktor-faktor di atas kah yang menyebabkan Angkatan Darat lebih suka menggunakan kata 'Petunjuk', sementara Angkatan Laut lebih suka dengan kata 'Arahan', jawabannya memang belum bisa dijawab secara pasti. Pernyataan di atas meski terlihat ada kaitannya, sebenarnya juga hanyalah sebuah hipotesis dari penulis belaka yang memang masih perlu diteliti lebih lanjut kebenarannya. Namanya juga dugaan mungkin bisa benar namun juga bisa salah. Jadi anda bebas untuk percaya atau tidak. Untuk saat ini silakan percaya saja dulu karena itu perlu ada hubungannya dengan bahasan selanjutnya...

Terkait dengan istilah 'petunjuk' dan 'arahan' lalu apa hubungannya hal tersebut dengan Visi Bapak Presiden tentang Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia seperti tertulis dalam judul di atas?

Inilah sebenarnya topik agak serius yang akan coba penulis bahas karena menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk anak dan cucu penulis di masa depan (sory agak lebai coy). Semoga saja hal tersebut memang ada hubungannya dan bukan karena penulis sedang memaksakan diri untuk mengait-ngaitkan sesuatu yang sulit untuk dikorelasikan.

Telah kita ketahui bersama bahwa saat ini dunia maritim atau kelautan Indonesia sedang bereforia dengan visi besar Presiden RI yang sedang bermimpi menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Melalui visi tersebut Indonesia di masa depan diharapkan menjadi 'poros', 'titik berat', 'titik tumpu', 'center of grafity', 'balancing powers' atau apapun istilahnya terhadap percaturan dunia maritim regional bahkan global. Sebuah visi yang diharapkan akan menjadi ending dari sebuah Strategi Raya atau Grand Strategy dan perjalanan bangsa menuju masa depan yang cerah dengan memanfaatkan aspek maritim sebagai salah satu ways/jalan.

Dengan visi itu Mr. Presiden bermimpi untuk membawa kembali Indonesia menuju kejayaan maritim sebagaimana pernah dimiliki oleh kerajaan-kerajaan di nusantara zaman dahulu. Sebuah era ketika ribuan kapal masih berlayar mendominasi lautan nusantara dan digunakan sebagai sarana utama untuk kegiatan perniagaan antar pulau bahkan antar negara. Sebuah zaman ketika kebesaran maritim dengan kemegahan armada kapal militer benar-benar menjadi kebanggan dan simbol sebuah bangsa maritim dan menjadi status kerajaan Samudera Pasai, Aceh, Sriwijaya, Majapahit, Kediri, Banten, Demak, Bugis dan lainnya sampai akhirnya karakter tersebut berhasil dihancurleburkan oleh penjajah menggunakan politik difide 'et impera atau strategi pecah belah dan efeknya masih sangat kental terasa sampai sekarang.

Perlu kita sadari bahwa Visi Indonesia Poros Maritim Dunia bukan visi yang biasa-biasa saja. itu merupakan impian yang sangat besar dan untuk mencapai ke sana memerlukan energi/biaya yang tidak sedikit bisa ratusan bahkan ribuan trilliun. Di samping itu juga perlu waktu yang tidak singkat. Bisa satu atau dua tahun, satu atau dua periode pemilihan presiden bahkan sampai satu atau dua generasi agar terwujud. Karenanya untuk mewujudkan visi tersebut perlu sebuah perangkat yang komplit dan lengkap berupa petunjuk dan arah untuk dijadikan panduan bagi seluruh komponen bangsa agar bergerak bersama secara selaras dan harmoni menuju titik dan arah yang sama secara terus menerus dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi.

Dalam rangka mengejawantahkan visi Indonesia Poros Maritim Dunia Bapak Presiden telah memberikan 'petunjuk' yaitu berupa lima pilar poros maritim dunia yang isi singkatnya adalah budaya maritim, sumber daya maritim, konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan keamanan maritim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun