Sejak tahun 2004 lalu PDIP dan Demokrat itu ibarat air dengan minyak, yang hampir tak mungkin bisa bersatu. Akan tetapi adagium politik kemudian bisa mempersatukannya. Sebab dalam politik, tidak ada teman atau musuh abadi. Yang abadi itu hanyalah KEPENTINGAN SEMATA!
Sekarang pepo punya "dua kaki." Lah memang dua kan?
Artinya sebelah kaki dengan Anies dan sebelahnya lagi dengan Ganjar. Kini pepo harus jeli mana yang harus dipilih pada saat last minute pemasukan nama Capres/Cawapres ke KPU nanti.
Karena pepo terlalu lambat memencet kalkulator, maka penulis disuruh untuk menghitung untung-rugi seandainya pepo memilih "pakai kaki sebelah kiri maupun sebelah kanan."
Pertama, koalisi dengan Anies.
Seperti telah disebutkan di atas, kata kunci Koalisi Perubahan adalah AHY harus menjadi Cawapres. Tanpa persyaratan ini maka Koalisi perubahan akan bubar. Anggaplah persyaratan ini diterima, maka Demokrat tinggal menghitung probabilitas suara dengan asumsi ada tiga paslon.
Dari perhitungan beberapa survey, elektabilitas Anies memang sangat rendah dan bahkan cenderung menurun. Salah satunya terkait dengan logistik.
Menurut "kabar burung," sejak kasus BTS Kemeninfo itu terungkap, layanan private jet yang selalu dipakai Anies untuk berkeliling Indonesia menjadi macet. "Konon katanya harga Avtur melonjak naik." Kini Anies pun sering berkeliling kota ke kota dengan naik "jet darat."
Rupanya adagium "ada uang abang disayang, no money no honey," bukanlah isapan jempol belaka. Tanpa logistik, survey akan melorot dan buzzer pun jadi gagu dan ujung-ujungnya elektabilitas melorot.
Nasdem tampaknya sudah angkat tangan sedangkan pekaes "tangannya tidak kelihatan." Nasdem kemudian menyindir PKS dan Demokrat yang sepertinya "bekerjanya kurang berkeringat."
Namun apakah worth-it bagi pepo mempertaruhkan banyak uang untuk kemudian gagal? Secara kasat mata tipis kemungkinan Anies-AHY bisa menang. Apalagi kuat dugaan Pilpres ini bisa berlangsung dua putaran.