"Keong ratjoen Pakde" jawab Om Bewok tersipoe maloe.
Bagi penulis tentunya tidak masalah kalau Nasdem hendak mendukung Anies atau siapapun, apalagi Jokowi pun tidak bisa dipilih lagi. Akan tetapi seyogianya parpol itu bisa menjadi contoh yang baik untuk memberikan pendidikan politik yang patut dan elegan bagi masyarakat awam agar tidak ada "dusta di antara kita."Â
Kalau parpol masih suka melakukan "akobat politik," maka jangan heran kalau di pintu rumah warga akan ditemukan stiker, "Menerima serangan fajar, wani piro? NB : Setia sampai akhir. "
"Kamu pasti nanya? Kamu juga bertanya-tanya?" Kalau parpol lain mengusung kandidat/Ketum partai sendiri, mengapa Nasdem tidak mengusung kandidat/Ketum partai sendiri sebagai Capres/Cawapres pada Pilpres 2024 nanti?
Jawabannya sederhana. Ini bukan urusan (partai) politik tapi urusan (partai) bisnis yang harus menghitung untung-rugi. Apalagi kandidat/Ketum partai sendiri pun tidak laku dijual!
Bukankah seharusnya partai politik itu punya integritas? Pasti pertamanya suaranya kecil, tapi tetap setia mengusung kandidat sendiri. Lama kelamaan masyarakat akan menilai kalau parpol ini punya integritas, lalu mereka pun bergabung dengan parpol tersebut. Akhirnya parpol tersebut menjadi besar dan punya kandidat yang punya integritas berkat pengkaderan partai dan dukungan anggota partainya sendiri.
Lah, kalau pemegang kartu anggota Nasdem nantinya disuruh mendukung Kader/Ketum parpol PKS, ini kan namanya politik kaki lima, apalagi platform kedua parpol ini sangat jauh berbeda. wkwk.
***
"Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro." Apapun parpolnya, presidennya Anies Baswedan.Â
Pengamat politik "kelas Senayan" ataupun "kelas warkop" pastinya paham akan realita ini. Anies itu memang punya basis pendukung non-parpol yang kental. Artinya pendukung Anies dengan sendirinya akan mendukung parpol pendukung Anies ke Senayan. Dan satu hal lagi, pendukung Anies tidak akan pernah memilih PDIP!
Khusus "wong cilik," menurut penulis, persentasi suara mereka di Senayan 2024 nanti tidak akan jauh berbeda dengan sebelum-sebelumnya, sebab "seorang marhaen pastinya akan selalu berbaju merah."
Dengan adagium di atas, kini pengurus parpol tinggal "pegang kalkulator" untuk menghitung potensi suara pendukung Anies dan suara "wong cilik, alias marhaen berbaju merah" tadi.