Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Emyu Jinakkan Pelawak Merah 2-1

24 Agustus 2022   16:20 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:23 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gol cepat Rashford pada laga MU-Liverpool pada 10/3/2018 lalu, sumber : bolasport.comImage caption

Opa Fergie bertanya kepada seorang bocah yang hendak memasuki stadion Old Trafford bersama si pelawak merah, "Apa klub favoritmu nak?" 

 "Liverpool Pak" Jawabnya sopan

"Lalu siapa pemain favoritmu?"

"Tak satu pun, karena mereka itu badut semuanya!"

Pelawak Merah, "Hahahaha"

Musim panas yang mendera Eropa ternyata turut juga mendera skuat tipis Liverpool. Namun bukan musim panas sekarang ini yang membuat lebih dari setengah skuat inti Liverpool ini tumbang karena hal ini sebenarnya sudah dimulai sejak musim dingin lalu!

Musim kompetisi lalu Liverpool berpacu dalam empat kompetisi. Piala Liga (Carabao Cup) Piala FA, Kompetisi Liga Inggris dan Liga Champion. Liverpool berhasil merebut dua gelar (Carabao dan Piala FA) dan runnerup (Liga Inggris dan Liga Champion) Tak ada klub besar lainnya mampu melakukan hal yang sama. Namun "tidak ada makan siang gratis!" Prestasi selalunya butuh pengorbanan, dan korbannya adalah pemain itu sendiri!

Apakah cedera pemain inti itu bisa dipakai menjadi alasan Liverpool kalah dari MU di Old Trafford?

Alasan ini tentu saja tidak tepat! Adalah fakta kalau Liverpool memang turun tanpa pemain-pemain terbaiknya. Namun statistik permainan masih menunjukkan dominasi Liverpool atas MU. Liverpool memiliki penguasaan bola hingga 71% sedangkan MU cuma 29% saja.

Liverpool melepaskan 17 tendangan (5 on target) dan MU melepaskan 12 tendangan (5 on target) "Kualitas permainan" Liverpool juga jelas terlihat ketika pemain-pemain Liverpool sepanjang pertandingan bisa melakukan 614 passing dengan akurasi umpan mencapai 83%. 

Sementara pemain-pemain MU hanya melakukan 264 passing dengan akurasi umpan sebesar 66%. Artinya Liverpool unggul kuantitas dan kualitas, tapi strategi ten Hag yang berjalan mulus kemudian menjadi pembeda.

ImaGol pamungkas Rashford, sumber : https://cdn.antaranews.com/cache/800x533/2022/08/23/000_9Q38WT.jpgge caption
ImaGol pamungkas Rashford, sumber : https://cdn.antaranews.com/cache/800x533/2022/08/23/000_9Q38WT.jpgge caption

Lantas, apakah strategi ten Hag kali ini?

Seperti kita ketahui ten Hag adalah pelatih penganut mazhab attacking football alias sepak bola menyerang. Ajax adalah klub terbaik di Belanda karena didukung manajemen baik, modal kuat dan juga talenta-talenta terbaik di negeri Belanda.

Terbiasa bermain agresif, ten Hag tentu ingin menerapkan strategi yang sama pula bersama MU. Namun di dua laga EPL ia menemui kegagalan.

Belajar dari dua kekalahan pertama di EPL, ten Hag kemudian mulai beradapatasi dengan gaya bermain di Liga Inggris. "Tak kenal maka tak sayang." Kalau ingin disayang, tentunya ten Hag harus bisa terlebih dahulu menyayangi (memahami) karakteristik para pemainnya sendiri, dan juga lawan-lawan (terutama musuh bebuyutan) MU itu sendiri.

Laga ketiga EPL kemudian menjadi pembeda. Kalau ten Hag memaksa adu cepat melawan Liverpool, maka timnya akan digilas kembali seperti ketika melawan Brentford. Namun kali ini ten Hag justru mencoba peruntungannya dengan memakai strategi Brentford ketika menjinakkan MU kemarin itu.

Pressing ketat dengan tidak memberi ruang kepada pemain lawan, bertahan rapat, lalu cari gol cepat lewat fast break, menjadi koentji kesuksesan Brentford yang ingin ditiru ten Hag!

Susunan pemain yang diturunkan jelas akan menjadi kunci kesuksesan. Melawan Brentford, Varane bermain apik di sentral pertahanan MU. Kala itu Varane bermain dari cadangan untuk menggantikan Martinez yang dianggap "kurang tinggi."

Namun kali ini tidak ada Darwin Nunez di Liverpool. Padahal reputasi Maguire kala berhadapan dengan Liverpool cukup buruk. Jadi tak ada salahnya untuk mencoba Martinez kembali.

Dalam pandangan penulis, Luke Shaw sebenarnya tidak pantas lagi bermain di MU. ten Hag kemudian memainkan Malacia di posisi bek kiri. Malacia bermain baik sekali, mengingatkan penulis kepada Patrice Evra (tentu saja pada masa jayanya, bukan pada masa katroknya, wkwk) Sedangkan posisi bek kanan dipercayakan kepada Diogo Dalot.

Kedatangan Casemiro ke MU digadang-gadang membuat posisi McTominay terancam. Di timnas Brazil duet Casemiro-Fred adalah andalan utama. Di tengah juga sudah ada Erikson dan Fernandes. Jadi ten Hag nampaknya akan mencoretnya. Penulis seketika tersenyum karena sudah menyukai pemain ini sejak ia bermain di tim junior Skotlandia dulu.

McTominay ini tjotjok sekali kalau bermain sebagai gelandang bertahan Liverpool. Apalagi gajinya sangat murah. Sungguh tidak masuk akal, karena ia adalah pemain inti MU dengan gaji termurah!

Gaji McTominay tjuma 20.000 Pound/pekan, kalah jauh dari Juan Mata (160.000 Pound/pekan) yang bertahun-tahun cuma "makan gaji buta saja!" Di MU McTominay tidak berkembang karena pelatih tidak bisa memaksimalkan bakatnya.

Namun ten Hag ternyata bisa mencium potensi anak muda ini. Biasanya McTominay berduet dengan Fred menjadi double pivot sebagai gelandang bertahan. Kali ini McTominay justru bermain sendirian saja sebagai gelandang bertahan. Fernandes diplot sebagai kreator serangan MU dan Eriksen sebagai penyeimbang lini belakang dengan lini depan. Buktinya McTominay bisa bermain apik untuk melindungi barisan pertahanan MU.

Kredit tersendiri juga harus diberikan kepada Bruno Fernandes yang kali ini mau melakukan pressing ketat terhadap pemain Liverpool. Tercatat Fernandes lima kali melakukan sapuan, dua kali menang duel udara, dua kali intersepsi, dan lima kali pemulihan.  

Tidak seperti biasanya, Fernandes bersama Eriksen cenderung lebih menjaga kedalaman permainan MU. Jarang sekali Fernandes maupun Eriksen mencoba melakukan tusukan lewat dribbling bola. Sebuah kartu kuning menjadi pertanda betapa gigihnya Fernandes mempertahakankan wilayahnya sendiri.

Hal ini memang terkait strategi ten Hag yang memproritaskan serangan lewat skema fast-break, agar pemain-pemain MU bisa tetap fokus melakukan pressing ketat terhadap pemain-pemain Liverpool.

Terbukti dengan hanya sedikit pemain saja di sepertiga lapangan Liverpool, trio Rashford, Sancho dan Elanga/Martial bisa membahayakan pertahanan Liverpool lewat kecepatan mereka. Rashford kemudian terpilih menjadi man of the match pada laga ini.

Kalau pada laga melawan Brentford sebelumnya de Gea menjadi kartu mati, maka kali ini de Gea menjadi salah satu bintang kemenangan MU. Dari lima tendangan on target Liverpool, hanya sebiji gol saja yang bisa bersarang di gawangnya. 

Gol itu juga termasuk kategori susah untuk diamankan. Sebuah tendangan keras dari Fabio Carvalho masih bisa diblok de Gea. Namun bola rebound tersebut kemudian disundul Salah untuk menjadi gol hiburan bagi Liverpool.

Laga kandang MU ini mengingatkan penulis kembali pada laga MU-Liverpool 10 Maret 2018 lalu. Kala itu MU masih diasuh Mourinho. Penulis juga mengulasnya di Kompasiana kala itu. Laga keduanya mirip sekali. Dua gol cepat Rashford kala itu mirip benar dengan dua gol MU kali ini.

Titik lemah Liverpool masih tetap di titik yang sama. Sisi kanan, dan masih tetap dijaga oleh orang yang sama bernama Trent Alexander Arnold. Kalau dulu penulis memberinya nilai empat, kali ini penulis juga memberikan nilai yang sama kepadanya!

Gol cepat Rashford pada laga MU-Liverpool pada 10/3/2018 lalu, sumber : bolasport.comImage caption
Gol cepat Rashford pada laga MU-Liverpool pada 10/3/2018 lalu, sumber : bolasport.comImage caption

Lini belakang memang menjadi titik terlemah Liverpool, dimana Arnold dan van Dijk menjadi biang keroknya. Gol pertama Sancho adalah momen paling lucu dari seorang Van Dijk. Bukannya maju untuk menutup ruang tembak, ia malah "mematung sembari melipat tangannya ke belakang!"

Fernandes kemudian memberi kode kepada Sancho agar menendang bola ke pojok kanan. Bola kemudian melaju di samping Van Dijk, yang hanya melongo saja melihat bola tersebut masuk ke gawang Alisson. Hahaha!

Lini tengah Liverpool yang selama ini bermain solid untuk meredam serangan lawan sekaligus juga bisa mengkreasi serangan justru bermain terlalu biasa saja. Terutama sang kapten, Henderson, pemain terburuk Liverpool dalam laga ini. Itulah sebabnya ia kemudian digantikan Fabinho.

Milner "nafsunya masih gede tapi tenaganya sudah jauh berkurang." Hanya Elliot sendiri yang rapornya tidak merah. Setelah Carvalho masuk, barulah permainan Liverpool kemudian membaik.

Lini depan Liverpool sebenarnya cukup baik. Sayangnya mereka tidak mendapat dukungan penuh dari lini tengah maupun dari kedua wing-back seperti biasanya. Apalagi Malacia dan Dalot cukup sukses "mengantongi" Salah dan Diaz.

Walaupun berposisi sebagai striker, tapi Firmino bukanlah seorang striker sejati seperti Nunez atau Jota yang berani berlari sendiri menyerbu kotak penalti.

Ketika merancang serangan, Firmino sambil berlari tetap butuh pemain lain di belakang dan di depannya. Dari situ, ia akan mengendalikan bola, membaginya atau langsung bermain satu-dua passing untuk segera menerobos kotak penalti. Ini memang gaya khas "tiki-taka Liverpool" ataupun samba Brazil.

Kemarin hal itu tidak tampak karena Salah dan Diaz dijaga ketat. Kapten Henderson juga bermain sangat buruk untuk membantu serangan, plus kedua wing-back juga bermain serba tanggung.

Overall, MU memang layak menang. Bukan karena kuantitas dan kualitas permainan, tetapi karena strategi jitu yang berjalan mulus dan semangat juang tim yang tidak kenal menyerah.

Kalau mau jujur "semangat juang tim yang tidak kenal menyerah" inilah yang hilang dari tim MU selama ini. Semangat inilah yang dulu dibawa Bruno Fernandes ketika ia datang pertama kali ke MU, yang sontak membuat perubahan besar di MU. Semoga semangat ini bisa bertahan lama.

MU ternyata bisa juga bermain agresif, membuat gegenpressing Klopp mental! Sepanjang laga MU membuat 24 tekel, berbanding 13 tekel Liverpool. 11 pelanggaran plus 3 kartu kuning menunjukkan kalau para pemain MU pun sanggup bermain keras, membuat permainan Liverpool tidak berkembang.

Lewat laga ini juga kita jadi tahu kalau Liverpool itu selalu kesulitan ketika menghadapi tim-tim yang bermain seperti gaya MU ini. Itulah sebabnya Liverpool butuh pemain bernomer 9 seperti Nunez.

Sukses buat MU. Oh ya, satu lagi yang ditunggu dari pemain-pemain MU, yaitu konsistensi! Menghadapi klub top six EPL yang bergaya attacking football, strategi ten Hag ini jelas cocok diterapkan. Lalu kalau berhadapan dengan tim medioker yang memakai strategi yang sama juga (defensif sambil mengandalkan fast-break) akan bagaimana kah strategi ten Hag?

Bravo MU, Glory glory Man United!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun