"Gak jadi berangkat pa." kata Maya sambil tertawa.
"Kamu Bram?" tanya si om lagi padaku.
"Gak jadi juga om." kataku dengan tersipu malu.
"Ya sudah, kami duluan ya, sini koper kamu May biar dibawa sama si Amat."
Langit Surabaya sudah gelap ketika kami meninggalkan terminal bandara. Aku menatap langit yang dipenuhi ribuan bintang yang gemerlapan, membuat pemandangan di langit terasa menakjubkan. Tampak sebuah bintang yang lebih terang cahayanya. Ia sangat cantik dan ia kemudian tersenyum padaku. Aku kemudian tersenyum kepadanya sambil berbisik, "terima kasih." Aku kemudian melihat sorot tanda tanya di kedua mata Maya. Aku lalu berkisah.
"Sepuluh tahun lalu aku terpuruk dalam putus-asa di sebuah pantai di Bali. Bintang cantik tadi kemudian hadir, dan berjanji bahwa ia akan selalu ada bagiku, sampai aku bisa menemukan bintangku sendiri. Jadi kalau aku lagi sedih, maka aku akan menatap langit untuk mencarinya. Tadi ia hadir untuk berpamitan karena ia tahu aku sudah menemukan bintang cantik yang akan selalu ada bagiku. Kamu adalah bintang penuntunku, tanpamu aku akan tersesat seperti layangan putus. Jadi jangan pernah lagi kamu meninggalkanku ya sayang."
Maya kemudian memelukku dengan erat, "Aku janji sayang tidak akan pernah lagi meninggalkanmu!"
Di depan rasi bintang Crux, Orion, Great Bear dan Scorpio, Maya kemudian berjanji padaku, "Walaupun langit tidak selalu tampak cerah untuk menampakkan bintang-bintang, tapi aku berjanji akan selalu setia berada di sisimu. Untuk mencintaimu, merawatmu dan mengasihimu. Aku juga berjanji akan selalu merindukan ceritamu mengenai mitologi Yunani kuno itu, bahwa Bram, putra Neptune adalah seorang pecinta terbaik di dunia." Hahaha.
(Selesai)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H