Duh Gusti! Jiwaku tersimpan rapi di Jakarta, tapi ragaku terhempas di Surabaya!
Aku kemudian masuk ke dalam kamar dan melihat Ratih berbaring di ranjang dengan tatapan kosong, menatap langit-langit kamar.
"Hai sayang." Aku kemudian mendekat dan mencium keningnya. Ia kemudia memegang jari tanganku. "Maaf sayang, aku sungguh tak tau harus berkata apa untuk menghiburmu." Aku kemudian mengecup jari tangannya.
"Aku juga gak tau mau ngomong apa Bram, semuanya bercampur aduk. Tapi aku masih pengen punya anak lagi dari kamu Bram."
Aku kini bisa tersenyum lega. "Ya udah kalo gitu sesok tak suruh ibu karo bapak ke rumah buat melamar kamu. Kalo gini urusannya kan enak, kamu pengen berapa anak, bisa diatur ok?"
"Aku gak mau kawin sama kamu sekarang! Aku juga pengen anaknya nanti-nanti aja."
Duh Gusti! Aku tak percaya pada apa yang kudengar barusan. "Gak mau kawin bagaimana? Lha, nyaris punya anak koq gak mau kawin? Trus kalo kamu jadi hamil, mosok gak mau kawin samaku? Kan aku yang hamili kamu?
"Itu laen ceritanya, tapi sekarang ini aku gak mau pusing mikirin kawin dan hamil!"
Waduh kepalaku mumet! "Apa kamu gak sayang sama aku?" tanyaku sedih.
"Bram, aku sayaaaang banget sama kamu, cuma sekarang aku gak mau mikirin kawin dulu,ok?"