Yah siapa tahu saja Rangnick ini ternyata masih termasuk titisan "Bandung Bondowoso" yang bisa membangun seribu candi dalam satu malam saja. Kalau saja MU berhasil lolos ke Liga Champion musim depan, maka manajemen MU pastinya tak akan sungkan untuk menghadirkan "Roro Jonggrang bule" ke hadapan Rangnick!
Yang jelas Rangnick bukanlah Kanjeng Dimas Taat Pribadi, orang yang bisa mengeluarkan duit lewat "pintu belakangnya" itu. Rangnick juga bukanlah Harry Houdini, pesulap sohor Amrik yang seketika bisa menyulap Ronaldo dan rekan-rekannya agar mengamuk bak banteng ketaton untuk memainkan gegenpressing favorit Rangnick!
Rangnick juga bukanlah pelatih beken klub-klub ternama di Eropa atau Amerika Latin. Rangnick tidak pernah berada di Barcelona, Real Madrid, AC Milan, Inter, Juventus ataupun klub-klub tenar lainnya.
Rangnick memang populer di Jerman, walaupun ia sebenarnya belum pernah menukangi Bayern Munchen ataupun Borussia Dortmund. Rangnick populer karena ia pernah menjadi mentor bagi beberapa pelatih beken asal Jerman. Itu saja, ya memang cuman itu doang, hahaha
Saya bukan bermaksud menghina Rangnick ketika bersikap skeptis terhadap jabatannya sebagai pelatih interim MU. Untuk jangka pendek, Rangnick bukanlah orang yang tepat karena waktunya terlalu mepet untuk mengubah gaya permainan MU secara ekstrem.
Yang dibutuhkan MU saat ini adalah pelatih pragmatis yang bisa menangani ruang ganti dan bisa memotivasi para pemain untuk bermain maksimal. Jujur saja Rangnick bukanlah orang yang tepat! Akan tetapi untuk jangka panjang, Rangnick jelas adalah orang yang tepat bagi proyek pengembangan MU!
Saya akan mencoba menguraikan beberapa alasannya.
Pertama, Rangnick itu lebih tepat sebagai guru, Direktur Sport/Direktur Teknik yang bertugas untuk meletakkan pondasi permainan bagi suatu tim. Tidak seperti Chelsea, ManCity dan Liverpool, MU tidak memiliki pondasi permainan secara komprehensif bagi tim akademi hingga tim inti.
Sejak David Moyes mengambil alih jabatan pelatih, yang kemudian diikuti oleh Van Gaal, Mourinho dan Ole, gaya permainan MU selalu berbeda-beda sesuai dengan kemauan pelatihnya.
Contohnya dapat kita lihat pada klub Barcelona. Ketika Johan Cruyff menjadi pelatih Barcelona tahun 1988 lalu, Cruyff kemudian meletakkan pondasi permainan Barca yang dikenal sebagai "tiki-taka." Konsep permainan ini dipakai tim KU (Kelompok Umur) akademi La Masia hingga tim inti.
Itulah sebabnya pakem bermain Barca sejak era Pep Guardiola hingga era Sergio Busquets dan kemudian Ansu Fati tetap sama. Padahal pelatih datang dan pergi silih berganti. Hal ini tentunya akan memudahkan pengembangan pemain.
Dulu pada zaman Fergie menjadi pelatih, MU terkenal dengan "The Class of 92" yang dihuni oleh David Beckham, Paul Scholes, Nicky Butt, Ryan Giggs, Gary dan Phil Neville. Artinya konsep permainan MU kala itu memang sangat jelas, dan dimulai dari tingkat akademi hingga ke tim inti.