Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Benarkah Jalan Tol Jokowi Tidak Aman?

13 November 2021   17:15 Diperbarui: 13 November 2021   17:19 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil Pajero korban laka, sumber:kompas.com

Sejak Jokowi naik menjadi presiden RI ke-7, pembangunan infrastruktur terutama jalan tol melonjak tajam. Sejak era Suharto hingga era SBY berakhir tahun 2004, panjang jalan tol tercatat 795 km saja.

Namun sejak 2014 sampai 2019 terbangun 1.298 km! Rinciannya tahun 2015 terbangun 132 km, tahun 2016 terbangun 44 km, tahun 2017 terbangun 156 km, tahun 2018 terbangun 450 km, dan tahun 2019 terbangun 516 km (data tahun 2020)

Menariknya mayoritas jalan tol itu dibangun dengan konstruksi beton bertulang tanpa lapisan aspal di atasnya. Sebenarnya ini bukan hal baru sebab konstruksi jalan seperti ini sudah lama dipakai di Indonesia.

Pada waktu Suharto masih berkuasa dan RI masih banyak duit, saya pernah bertanya kepada seorang pejabat di PU Bina Marga. Mengapa jalan kita tidak pakai konstruksi beton saja? Investasi awalnya memang mahal, tapi jalan itu free maintenance bahkan hingga puluhan tahun.

Pejabat itu lalu berkata, "Kalau semua jalan memakai konstruksi beton, trus kita mau makan apa?"

Saya manggut-manggut "perkutut" saja tanda memahaminya. Jalan Negara milik PU Pusat biasanya masih tahan sampai dua-tiga tahun sampai perlu dilapis ulang kembali.

Jalan Provinsi milik Pak Gubernur umumnya dilapis ulang setiap tahun. Nah kalau jalan milik Pak Bupati, terkadang sudah terkelupas sendiri sebelum diresmikan! Hahaha.

Pekerjaan lapis ulang aspal itu membuat "pekerja" di PU, kontraktor, konsultan (Perencana dan Pengawas) surveyor, drafter, tukang fotocopy bahkan hingga tukang pecal dan bakul jamu bahagia.   

Lha, kalau jalannya dibeton, mungkin harus menunggu 50 tahun lagi baru jalan tersebut dibeton lagi. Itupun kalau terjadi gempa bumi yang cukup dashyat.

Akan tetapi lain si Katon lain pula si Jamal, lain jalan beton lain pula jalan aspal!

Berkendara di jalan aspal (Flexible Pavement) khususnya dengan kendaraan berbobot ringan, terasa lebih nyaman bila dibandingkan dengan jalan beton (Rigid Pavement)

Konstruksi jalan aspal sendiri terdiri dari beberapa lapisan seperti Lapisan Permukaan (surface course) Lapisan Pondasi Atas (Base Course) Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course) dan Lapisan Tanah dasar (Sub Grade Course) yang membuat jalan aspal ini fleksibel dan nyaman dikenderai.  

Di atas surface course (kalau di proyek Pak Bupati jarang dilakukan) dipasang lagi suatu lapis penutup/lapis aus (Wearing Course) Fungsinya adalah untuk mencegah masuknya air ke dalam surface course dan membuat "kesat" (Skid Resistance) di atas permukaan jalan.

Faktor "kesat" inilah yang menjadi pembeda utama pada saat kita melakukan panic brake (pengereman mendadak) di jalan raya/tol. Jalan aspal akan memberikan jarak yang lebih pendek daripada jalan beton, dengan situasi/kondisi dan kenderaan yang sama pula! Ini karena faktor skid resistance tadi, dimana ban dan aspal akan saling mencengkram dengan kuat.

Contoh paling gampang bisa kita lihat pada balapan MotoGP ketika pebalap melibas cornering speed. Sudut kontak ban (sudut dinding ban) dengan aspal sangat tipis, tapi motor tidak tergelicir. Ini karena faktor skid resistance tadi. Hal ini tidak akan kita dapatkan pada jalan beton karena sifatnya yang rigid itu.

Kalau mobilnya sudah diperlengkapi dengan fitur active safety seperti ABS (Anti-Lock Braking System) EBD (Electronic Brake Force Distribution) dan BA (Brake Assist) maka pengendalian mobil akan semakin mudah.

Inilah yang harus selalu diingat oleh semua pengendara di jalan tol. Akibat sifat rigid-nya itu, jarak pengereman di jalan beton akan semakin jauh apabila kondisi jalan dalam keadaan basah pada saat hujan.

Dengan demikian, apakah jalan tol yang ada sekarang ini tidak layak untuk dilalui? Tentu saja layak sebab pembuatan jalan tol tersebut sudah melalui studi kelayakan dan pengujian yang ketat.

Jalan beton mampu menahan beban dari kenderaan bermuatan berat. Lebih tahan terhadap banjir dan genangan air. Dan yang paling penting bisa digunakan pada struktur tanah jenis apapun tanpa harus memperbaiki struktur tanah tersebut terlebih dahulu.

Yang penting pengendara taat kepada aturan yang berlaku, menjaga jarak dan kecepatan maksimal adalah 100 Km/jam.

Kalau mengacu pada kecelakaan yang menimpa selebriti VA dan suaminya itu, jelas-jelas faktor jalan betonnya harus diabaikan!

Aneh, orang awam mengkaitkan kecelakaan itu dengan konstruksi jalan. Padahal dalam kasus kecelakaan tunggal tersebut tidak ditemukan bekas rem sama sekali pada permukaan jalan. Artinya pengemudi memang benar-benar dalam keadaan "mati suri" atau "halu" ketika insiden itu terjadi.

Kecepatan manusia (pengemudi Pajero sport) untuk bereaksi terhadap suatu peristiwa ternyata "kalah cepat" dengan kecepatan insiden itu. Kitapun akhirnya bisa menebak berapa kecepatan mobil sebenarnya pada saat insiden itu terjadi.

Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap suatu kecelakaan. Pertama, kondisi alam. Kedua faktor kenderaan dan ketiga faktor manusia (pengemudi)

Kita mengabaikan faktor petama dan kedua karena kondisi cuaca cerah. Mobil Pajero sport itu termasuk kategori mobil aman karena sudah diperlengkapi dengan fitur active safety dan passive safety seperti Airbags, sabuk pengaman dan bodi kokoh.

Gambar seorang pengemudi bis, sumber: tribunnews.com
Gambar seorang pengemudi bis, sumber: tribunnews.com
Saya pernah menjadi manajer operasional sebuah perusahaan bis AKAP dan travel dengan jumlah armada 128 bis/travel dan 230 sopir. Setiap bulan sekurangnya terjadi 5-6 insiden. Dari kelas ringan yang bisa didamaikan di tepi jalan, hingga kelas berat yang harus berakhir di Rumah Sakit dan kantor Polisi. Sebagiannya lagi malah berakhir di liang lahat dan penjara.

Berdasarkan pengalaman saya, 70% kecelakaan terjadi akibat faktor manusia (pengemudi) sisanya faktor kenderaan (dominan rem) dan cuaca (hujan)

Faktor pengemudi terutama karena kelelahan akibat kurang tidur/istrahat. Setelah itu karena ugal-ugalan sehingga mengabaikan "prokem" (protokol keamanan) berkendara di jalan.

Faktor ketiga (jarang diekspos) karena faktor "halu." Halu mungkin saja karena esmosi jiwa. Mungkin ditinggal istri ketiga, diacuhkan gebetan di persinggahan atau kehilangan uang setoran akibat kalah judi di pool!

Namun yang paling menakutkan adalah kalau pengemudi halu karena pengaruh alkohol atau narkoba! Narkoba sulit dideteksi. Kalau alkohol mungkin masih bisa dideteksi karena aromanya bisa tercium dari mulut si pengemudi.

Dulu itu saya suka ngobrol dekat dengan sopir-sopir yang hendak berangkat, untuk mendeteksi apakah ada aroma alkohol dari tubuh mereka. Sependek pengetahuan saya, rasanya tidak pernah mencium aroma alkohol. Yang ada malah bau petai, jengkol dan asem dari keringat tubuh mereka ini.

Kalau untuk sopir bis AKDP Ekonomi, saya memang tidak bisa berbuat apa-apa. Keringat tubuh itu adalah hak azasi yang dilindungi oleh undang undang per-Ekonomi-an.

Namun kalau sopir travel badannya bau, pasti akan ditendang dan diskors. Soalnya mereka ini ada anggarannya untuk beli deodorant dan pomade. Mereka ini wajib hukumnya untuk bersih dan rapi jali. Mosok mobil executive sopirnya bau terasi, mau taruh di mana muka saya wkwkwk.

Pada suatu kali menjelang Lebaran, bekerjasama dengan kepolisian, kita melakukan tes acak terhadap beberapa sopir yang dicurigai menggunakan narkoba.

Tes acak tidak dilakukan di pool/loket melainkan di terminal. Hal ini untuk menghindarkan kecurigaan dari sesama teman pengemudi. Dan benar saja, kita menemukan dua orang pengemudi memakai narkoba!

Yang satu memakai ganja dan satunya lagi menggunakan sabu! Keduanya ternyata sudah lama memakai narkoba dan tidak bisa dideteksi secara kasat mata.

Anehnya lagi, "buku dosa" mereka ini bersih! Tidak pernah menunggak setoran, tidak pernah ugal-ugalan dan tidak pernah berbuat asusila, baik di loket maupun di jalan raya.

Saya semakin takjub mendengar pengakuan mereka yang berkata bahwa narkoba itu membuat mereka segar, tidak capai dan bisa mawas diri mengemudi selama berjam-jam.

Namun saya tidak mau tertipu. Narkoba bukanlah vitamin atau suplemen yang bisa mendongkrak stamina. Narkoba adalah stimulan syaraf yang bahkan "menipu tubuh" seakan-akan semuanya baik-baik saja padahal kondisi tubuh sudah sangat letih dan memerlukan istrahat sejenak.

Keputusanpun diambil. Vaya con dios, Hasta la vista, baby. Selamat berpisah, semoga kita tidak bertemu lagi. 

Salah satu dari pengemudi itu kemudian menjadi sopir bis tetangga sebelah. Tak lama kemudian saya mendengar kabar, bisnya nyungsep di sawah.

Ketika ditanya apa yang terjadi, dia mengaku tidak tahu apa yang terjadi. Padahal dia tidak ngantuk, tidak ugal-ugalan dan bisnya baru saja diuji kir oleh Dishub.

Jawabnya gampang saja. Narkoba telah mengacaukan jiwa-raganya. Apakah pengemudi Pajero-sport itu terpengaruh oleh narkoba juga? Wallahu a'lam.

Salam hangat selalu, happy weekend

Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200915090603-4-186829/jokowi-mau-bangun-18850-km-tol-begini-rencananya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun