Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Lontong Bang Ipul

10 September 2021   15:40 Diperbarui: 10 September 2021   15:42 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba saja warteg lontong Bang Ipul mendadak happening di jagad maya maupun jagad nyata. Apakah ada hubungannya dengan nama pesohor "back-to-back" yang akan meninggalkan Lapas Cipinang itu?

Entahlah, tapi yang jelas warteg lontong Bang Ipul ini pun berlokasi di Cipinang juga.

Konon rasa lontong sayur Bang Ipul ini tergolong biasa-biasa saja menurut ukuran "lidah Melayu". Kalah jauh dengan rasa lontong Medan yang gurihnya langsung melting di lidah.

Akan tetapi warteg lontong Bang Ipul ini selalu ramai dengan pengunjung, terutama setelah "jam kecil."  Maksudnya warteg ini akan semakin ramai pengunjungnya setelah lewat tengah malam. Entah dari mana saja mereka ini datangnya.

Namun, kalau kita jeli mencermatinya, maka kita akan menemukan "benang merah" yang menghubungkan para pengunjung, Bang Ipul, lontong sayur dan nama Cipinang itu sendiri.

Karakter pengunjung warteg Bang Ipul ini memang asek bin menarik. Tak perlu ilmu Psikologi atau Fisika untuk memahami karakter mereka ini.

Ilmu Fisika? Ialah, karena dalam ilmu Fisika ada sebuah dalil yang sama kuatnya dengan fatwa para ahli agama, yang mengatur agar "matahari terbit ketika sunrise dan terbenam ketika sunset, bukan sebaliknya!  

Dalil itu bersabda, "kutub sejenis akan tolak-menolak, sedangkan kutub yang tidak sejenis akan tarik-menarik"

Nah, sekalipun para pengunjung ini jelas-jelas "kutub sejenis" (lelaki semua) namun mereka ini duduknya saling "tarik-menarik" (berpangkuan) padahal masih ada beberapa kursi kosong di sebelah mereka.

Saat sebuah kursi baso plastik dipaksakan harus menahan berat dua buah "kutub sejenis yang tarik-menarik," maka bencana sudah menanti di depan mata!

Akan tetapi di situlah letak kepiawaian "kaum sekutub" ini. Alih-alih terjatuh, mereka ini santuy saja makan lontong sayur sambil suap-suapan disertai tawa cekikikan, sambil tak lupa pula menyeka mulut pasangannya dengan tisu.

Para pengunjung ini seperti hendak memamerkan kemampuan silat mereka, yang menjadi ciri khas dari perguruan silat Kun-lun-pai, Bu-tong-pai, maupun Lap-ciong-pai. Yakni gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang dipadu dengan ilmu lari cepat Teng-peng-touw-sui (Injak Rumput Seperti Air)

Pantesan mereka ini gak jatuh-jatuh dari kursi! Set dah!

***

Sosok bang Ipul ini sendiri penuh misteri. Tak ada yang tahu dari mana asalnya. Siapa nama kedua orang tuanya, nama saudaranya maupun nama Pakde dan Budenya.

Konon ketika Bang Ipul masih bocah, ia sempat diculik seorang pria paruh baya yang namanya disebut-sebut sebagai Pak Raden. Pak Raden ini sendiri wajahnya mirip sekali dengan Robot Gedek.

Selama menghilang Bang Ipul katanya diajari cara membuat lontong sayur yang enak dan gurih oleh Pak Raden.

Entah sial atau tidak, dua hari Bang Ipul menghilang, orang sekampung kemudian menggrebek rumah kontrakan Pak Raden. Bang Ipul berhasil ditemukan dalam keadaan selamat, sedang membuat lontong tanpa mengenakan busana barang sehelai benang-pun. Namun Pak Raden berhasil kabur lewat genting.

Ada yang mengatakan Pak Raden kabur dengan berubah wujud menjadi kucing garong. Namun yang lain mengatakan Pak Raden berubah wujud menjadi duo serigala maupun trio macan.

Kepergian mendadak Pak Raden ini seperti menjelaskan mengapa lontong sayur Bang Ipul ini rasanya biasa-biasa saja. Yah, tampaknya Pak Raden belum sepenuhnya berhasil mentransfer ilmu perlontongannya kepada Bang Ipul.

Beberapa tahun setelah kejadian penculikan itu, tetangga Bang Ipul kemudian bertemu dengan seorang perempuan yang raut wajahnya mirip betul dengan Bang Ipul. Perempuan itu bernama Saifa Jamila dan mengaku tidak kenal-mengenal dengan Bang Ipul.

Namun tetangga yang berprofesi sebagai dukun beranak, yang juga menolong persalinan Bang Ipul dulu itu, hakul yakin kalau Saifa Jamila itu adalah Bang Ipul.

"Dari mana ibu yakin kalau Saifa Jamila itu adalah Bang Ipul?" Tanya seorang wartawan bodrek yang kebetulan nguping perdebatan tetangga Bang Ipul dengan Saifa Jamila.

"Tau dong, wong panu di lehernya sama gedenya!" katanya ketus.

"Oh.." jawab si wartawan bodrek sambil berlalu.

***

Kini warteg lontong Bang Ipul mendadak sepi ditinggal pengunjung. Kemana-kah mereka perginya?

Wajah Bang Ipul juga sudah tak pernah muncul lagi di lapaknya. Apakah Bang Ipul kabur dan berubah wujud menjadi Saifa Jamila?

Oh, ternyata tidak teman-teman.

Rupanya selama beberapa tahun ini Bang Ipul "ngumpet" dengan cara berjualan lontong di lapaknya.  Kini "masa ngumpetnya" sudah berakhir dan ia tidak perlu harus berjualan di lapaknya yang tersembunyi itu lagi.

Kini Bang Ipul akan berjualan lontong di televisi, podcast dan kanal yutub. Media sudah menyediakan lapak yang besar baginya dan pengunjung setia lapaknya dulu itu. Apakah media itu adalah pelanggan Bang Ipul di lapaknya dulu?

Mungkin tidak, akan tetapi media yang munafik ini jauh lebih menjijikkan daripada kecoa yang bertebaran di parit dekat lapak Bang Ipul dulu.

Pengunjung dan kecoa suka kepada Bang Ipul karena mereka punya kutub yang sama, dan mereka ini tidak pernah merasa malu untuk menunjukkan identitas mereka itu.

Sebagian besar dari awak media itu tentunya punya kutub yang berbeda pula dengan Bang Ipul. Akan tetapi mereka ini tidak peduli. Mereka ini lebih peduli kepada rating, iklan dan fulus yang akan mengalir lewat kontroversi dari Bang Ipul ini.

Semoga saja Bang Ipul ini tetap baik seperti dulu. Diharapkan nantinya ia berkenan pula untuk mengajari para awak media itu bagaimana cara membuat lontong sayur yang enak dan gurih...

Daripada dengar lagu Bang Ipul, lebih enak dengar lagu ini...


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun