Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polemik Impor Beras Indonesia

24 Maret 2021   15:00 Diperbarui: 24 Maret 2021   15:45 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar gudang Bulog, sumber: https://static.republika.co.id/

Kedua, manajemen operasionalnya tidak tepat. Padahal masalah impor beras, anjloknya harga gabah petani atau tingginya harga beras ini telah berlangsung selama puluhan tahun.

Ketiga, pengurusnya tidak cakap dalam menjalankan tugas. Buktinya pengurus tidak mampu mencari solusi untuk masalah yang rutin terjadi ini.

Impor beras adalah salah satu instrumen yang dipakai untuk menstabilkan harga beras ketika pasokan dari petani tidak ada atau ketika stok beras Bulog menipis. Yang selalu menjadi bias adalah kalimat, "Mengapa impor padahal kita swasembada beras?"

Benar, pada saat panen raya (April-Mei dan Agustus-September) kita pasti swasembada beras karena pasokan melebih permintaan. Sebaliknya di luar panen raya, maka pasokan beras berasal dari gudang pedagang/Bulog saja. Kalau isi gudang ternyata lebih kecil dari permintaan, pastinya akan ada impor.

Dalam bahasa sederhana, manajemen beras ini ibarat "bulan muda" dimana gaji baru masuk (panen raya) dan kemudian setelah itu datanglah "bulan tua," dimana tidak ada pemasukan. Padahal biaya operasional rumah tangga rutin setiap hari.

Ketika gaji lebih besar dari pengeluaran, maka akan ada tabungan. Ketika gaji ternyata lebih kecil dari pengeluaran, maka akan hadir kasbon, pinol (pinjaman online) rentenir hingga pegadaian.

Lalu bagaimanakah mekanisme impor beras ini?

Ketika ada kemungkinan panen raya tidak maksimal, maka Kementan mengeluarkan rekomendasi kepada Kemendag untuk melakukan impor beras. Kemendag kemudian melakukan koordinasi dengan Bulog untuk mengetahui cadangan beras mereka. Lewat Rakortas (Rapat koordinasi terbatas) antara Kemenko Perekonomian, Kemendag, Kementan dan Bulog, kemudian diputuskan jumlah impor beras yang akan dieksekusi oleh Bulog. Catat, Jadi yang impor beras dan pelaksananya itu bukan Kemendag melainkan Bulog itu sendiri, dengan sepengetahuan kementan!

Dalam catatan saya, polemik impor beras sekarang ini adalah pengulangan polemik impor beras tahun 2018 lalu. Ketika itu Kementan mengatakan bahwa kita swasembada, dan Bulog ngotot tidak mau impor beras. Hal itu kemudian membuat Buwas (kabulog) berseteru dengan Mendag Enggartiasto Lukita.

Sama seperti sekarang ini, Kemenko Perekonomian Darmin Nasution ketika itu kemudian memerintahkan Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton.

Darmin Nasution sendiri blak-blakan mengatakan tidak percaya kepada data Kementan. Bukan apa-apa, awal tahun 2018 harga beras di PIC mencapai Rp 12.000/kg, padahal HET beras adalah Rp 9.450/kg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun