Dengan rasa gegana (gelisah, galau, merana) teman tadi kemudian langsung meluncur ke rumah sang pacar di Ciledug. Sampai di sana ia kaget melihat tukang bongkar-bongkar tenda biru. "Apakah ada kemalangan?" pikirnya dalam hati, sampai kemudian simbak yang bekerja di rumah sang pacar menegurnya, "Lho mas koq datang lagi? non Sarah kemarin sudah langsung boyongan sama suaminya ke Medan..."
"Duh Gusti!" Tidak kebayang kalau penulis berada di posisi teman tadi. Tangan dan lutut teman itu pastinya akan gemetaran. Apalagi bang Sarmili, tukang nasi goreng tempat kami biasa nongkong di pojokan itu juga hadir di situ sambil tersenyum mesem-mesem.
Kami pun tidak mengetahui kisah ini sampai seminggu kemudian kami main ke rumah teman ini, dan menemukannya dalam keadaan mabuk berat sambil menangis tersedu-sedu seperti anak kecil.
Berat betul sepertinya penderitaan teman ini! Penulis sendiri pernah mengalami di-ghosting dan diputus pas lagi sayang-sayangnya, tapi tidak menyangka kalau akan sebegini beratnya kala patah hati. Padahal teman ini seorang playboy yang terbiasa mempermainkan rasa...
Bagaimana pula kalau korban itu adalah orang yang tak pernah membayangkan adanya orang lain dalam hidupnya selain pacarnya itu sendiri. Duh Gusti.
Ternyata dalam urusan patah hati tidak ada korelasinya dengan gender. Laki-laki atau perempuan sama saja, sama-sama terluka ketika patah hati. Menangis dan menangisi kesialan hidup menjadi cara termudah untuk membela diri sekalipun mungkin tidak ada seorang pun yang menyalahkan.
Jatuh hati dan patah hati terkadang sulit dijelaskan dengan kata-kata karena terkadang berada di luar nalar. Jatuh hati kepada orang yang hatinya masih terikat kepada orang lain, tentunya akan mematahkan hati orang lain tersebut.
Akan tetapi, manusia terkadang tak kuasa menahan rasa untuk tidak jatuh hati kepada seseorang. Sebaliknya pula banyak orang yang tak mampu memaksa orang yang dikasihinya itu agar jangan pernah mematahkan hatinya, Duh Gusti...
***
Dalam kasus putus hubungan, hampir selalu penyebabnya adalah hadirnya pihak ketiga dalam hubungan ini. Pihak ketiga ini bisa saja orang lain yang tidak mengenal korban, atau malah justru orang dalam sendiri yang mengenal atau sangat dekat dengan korban.
Dalam kasus pagar makan tanaman memang cukup berat untuk bisa memulihkan kembali hubungan yang sempat terputus itu. Penyebabnya, "pelakor" mengenal betul karakter dari kedua pasangan ini, termasuk apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh mereka.